permulaan

32 11 0
                                    

"Permisi, atas nama Dyarisha?" seorang pelayan cafe mendatangi mejaku sambil membawa nampan berisi 1 gelas kopi latte.

Aku tersenyum dan mengangguk menanggapi pertanyaan pelayan tadi serta mengucapkan terimakasih setelah pelayan tersebut menyuguhkan pesananku. 20 menit sudah berlalu ditemani segelas kopi yang belum kusentuh sama sekali, dia telat lagi untuk kesekian kalinya. Bunyi lonceng pada pintu cafe menarik perhatianku dan pada saat bersamaan sang pengunjung yang baru masuk itu mendekati mejaku.

"Maaf telat lagi, hehe."

"Kali ini alasannya apa?" tanyaku dengan nada sebal.

"Gue abis nemenin mas pacar beli sepatu incarannya," tutur Raina sambil menarik kursi di seberangku lalu mendudukinya.

Kami terlibat pembicaraan biasa, hanya seputar menanyai kabar, membahas hubungan Raina dengan Doni, pacar Raina, sampai kelanjutan misi ambisiusku. Aku dan Raina satu SD dan juga satu SMP, tapi kami berpisah saat SMA, aku dengan pribadi yang ambisius dan cukup serius memilih sekolah terfavorit dan sangat menunjang misi ambisiusku agar mendapatkan beasiswa untuk kuliah di luar negeri, sedangkan Raina, ia mengatakan bahwa ingin menikmati masa remaja dengan penuh kegembiraan tanpa terlalu memikirkan hal akademik, untuk urusan masa depan, toh dia sudah bergabung dengan grup band yang kini sedang melejit namanya dikalangan remaja.

"Ikut gue ke studio, yuk!" ajak Raina.

"Ngapain?"

"Nemenin gue latihan band lah, please jangan nolak, gue tau lo pasti akan nolak dengan berdalih belajar."

"2 minggu lagi gue ada Olimpiade Matematika, Na," aku terus berusaha menolak, alasan utama memang benar aku ingin belajar untuk memperkuat pondasiku agar bisa memenangkan lomba kali ini, tapi ada alasan lain, alasan lain itu adalah aku tidak suka suara bising!

"Icha, ayo! Nggak lama kok, lagian masih empat belas hari lagi lombanya, bolos 1 hari belajar juga nggak bakal mengurangi kadar kepintaran otak lo," Raina menarik tanganku.

Aku akhirnya mengalah dan menuruti kemauan Raina untuk menemaninya latihan untuk pertama kali. Kini giliran otakku yang memutar dua kali lebih aktif dari biasanya, 'bagaimana aku bisa menyesuaikan diri ditengah kebisingan?' Untuk seseorang seperti aku yang tidak terbiasa menyelami keramaian dan kebisingan, menemani Raina latihan band bersama teman temannya adalah hal yang sangat sulit, menonton konser band Raina saja tidak pernah, apalagi menemaninya latihan yang pasti jauh lebih membosankan dan jauh lebih berisik daripada konsernya, karena pasti banyak ketidaksinkronan antara personil band yang satu dengan yang lain.

"Sudah sampai," ucap Raina menghentikan mobil merahnya didepan sebuah Studio bertuliskan "Bandedict Studio" di atas pintu studio.

Aku mengerutkan keningku heran, "Kenapa nama band lo Bandedict?"

Raina tersenyum sambil melangkah mendahuluiku untuk memasuki studio, "Bandedict kan dibacanya benedict, nah larutan benedict berwarna merah bata , warna merah mengandung arti berani dan batu bata kegunaan pokoknya untuk membangun suatu bangunan, kalau mau menjadi satu bangunan dibutuhkan banyak batu bata agar kokoh, nah Bandedict berharap para anggota Bandedict serta penggemar Bandedict bisa selalu bersama melewati semua masalah dengan berani untuk membangun suatu tujuan yang baik untuk bersama."

"Tapi larutan benedict akan berwarna merah bata kalau bahan yang diuji mengandung glukosa, apa hubungannya band lo sama glukosa?"

"Kan personil Bandedict manis-manis kaya bahan makanan yang mengandung glukosa," Raina menyengir lebar.

Menarik juga pembahasan nama band yang menampung suara merdu Raina, aku kira nama Bandedict hanya asal cetus atau memiliki makna yang lain dan terkesan abal-abal, tapi ternyata dugaanku salah, arti nama Bandedict ternyata seilmiah dan setersirat itu.

Raina menarik lenganku untuk mendekati 5 pria yang memandangku dengan raut bingung, "Kenalin ini Icha, sahabat gue dari SD, umur gue sama Icha beda 1 tahun tuaan gue walau kita sama-sama kelas 11, itu karena otaknya yang terlalu encer jadi dia pernah ngeskip kelas 4 dan langsung ke kelas 5 dan jadilah kami 1 angkatan yang sebelumnya dia adek kelas gue."

Aku memamerkan senyum canggung dan terkesan kaku kepada 5 pria yang masih memandangku dengan sorot mata tak terbaca, dan aku sangat risih dipandang seperti itu!

"Cha, kenalin ini Fachri, umur dia 22 tahun, dia disini sebagai drummer dan dia udah punya pacar, jadi jangan pernah deketin dia, pacar dia kalau udah cemburu bisa sadis," Raina menunjuk pria berperawakan putih bersih serta wajah balsteran bule-indo, pantas saja pacarnya cemburuan, sedangkan Fachri hanya mendelik tanda protes karena tidak terima pacarnya dijelek-jelekkan.

"Selanjutnya yang disebelah Fachri itu Pram, dia umur 20 tahun, dan jomblo loh Cha, siapa tau nyantol sama lo, kalian sama-sama belum pernah ngerasain uwu bareng pacar, dia gitarist, " aku menoleh pada pria dengan wajah putih tapi tidak seputih Fachri, wajahnya asli Indonesia dengan kumis tipis menghiasi wajahnya.

"Nah itu dia pendiri sekaligus manager Bandedict yang sangat menjadi panutan kita semua, Mas Andi, umur dia 25 tahun," Orang yang disebut namanya dengan 'Mas Andi' melambaikan tangan kepadaku dan menyapaku, ketara dia pribadi yang sangat ramah.

"Lanjut lagi, ada Chandra si bassist dia seumuran sama gue, 17 tahun, satu sekolah sama gue juga, dia jomblo juga loh, Cha," Chandra menyunggingkan senyum kepadaku, manis sekali senyumnya menurutku.

"Dan yang terakhir Dito, dia ini keyboardist, udah punya pacar juga, pacarnya suka nemenin dia latihan, tapi hari ini belum kelihatan tuh, dia 19 tahun," cowo dengan badan agak berisi tampak gelisah menunggu seseorang yang kuyakini pacarnya.

Mereka para personil serta manager Bandedict sangat ramah kepadaku, apalagi Chandra, dia sangat bisa mengimbangi kepeibadianku yang agak serius, mungkin karena jarak umur kita yang sangat dekat. Latihan mereka juga tidak sekaku yang kukira, mereka kadang melemparkan lelucon yang menurut mereka sangat lucu tapi bagiku tidak, bahkan aku tidak tertawa sama sekali, hanya tersenyum tipis saat Fachri jatuh dari bangku drumnya.

"Hai!"

PradyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang