Loser

659 92 4
                                    

Happy Reading

***


Semenjak mulai aktif melakukan shalat lima waktu bersama dengan Mentari, Adzra sudah berhenti mengkonsumsi miras, sampanye, rokok, bir, dan hal tidak layak dan tidak terpuji lainnya. Kecuali balap motor tentunya.

Untuk yang satu itu, dia sama sekali masih belum bisa berhenti sepenuhnya. Karena selain pekerjaan dan hobinya Adzra tak bisa meredam rasa cintanya terhadap dunia otomotif. Mentari pun tak bisa terlalu keras melarangnya.

Anak itu kini mengubah niatnya dalam mengikuti acara balap liar. Buktinya setiap hasil dari barang taruhan entah uang ataupun barang mewah lainnya selalu ia berikan kepada panti asuhan. Seperti biasa, Mentari akan menceramahinya dengan teori mensucikan barang najis dengan air mutanajjis. Percuma. Dan Adzra, sama sekali tak mau dengarkan.

Perubahan Adzra di arena balap dengan hijab nya tentu menuai kontroversi dan kehebohan. Tapi kadang sikap bodo amat itu begitu membantu untuk tak perduli apapun. Gibran? Adzra rasa dia masih memiliki dendam karena kejadian beberapa waktu lalu.

"Dek, kalau mau ikut pengajian bukan di sini tempatnya" ejek Gibran di susul tawa beberapa orang disana saat Adzra berjalan dengan santai.

Adzra mendekat tanpa perduli apapun. Pandangannya menyorot dingin seperti biasa. "Buat taruhan malam ini, gue gak akan minta barang mewah atau yang lainnya. Gue minta sebidang tanah yang di atasnya ada Club lo."

Gibran menatap heran, "lo mau club punya gue? yakin? mau seneng seneng sendirian ya, lo?" kekehnya. Adzra diam.

"Buat apa lo minta itu?"

"Peraturan pertama, gue adalah klien lo. Peraturan kedua, gue gak melayani pertanyaan pribadi. Peraturan ketiga, apapun omongan gue adalah perintah."

Gibran maju selangkah kearah Adzra. "Apa mau lo sebenarnya, Ra?"

"Lo melanggar peraturan kedua."

"Gak gini perjanjiannya-"

"Kayaknya bantingan kursi masih belum cukup, untuk sadar siapa lo dan siapa gue"

Gibran tersenyum remeh. "Jangan terus mengancam, Adzra! Gue akui lo emang bisa ngalahin Ray beberapa waktu lalu. Jangan congkak!"

"Lain kali gue gak akan sia siain waktu buat cekik lo sampe mati sekalian."

"Ini yang gue suka dari lo"

"Siapa lawan gue malam ini?" Adzra mengalihkan pembicaraan. Pandangannya jatuh pada seorang perempuan berpenampilan sama seperti dirinya, dulu.

"Aspia?"

"Kenapa? lo takut?" Gibran terkekeh. Ia masih ingat betul bila Aspia pernah mengalahkannya dulu. Ia tahu kelemahan Adzra. Adzra bukan lah lawan untuk pria, mereka terlalu lemah. Lawan Adzra adalah seorang perempuan yang sama seperti dirinya sendiri.

Adzra melangkah pergi dari sana untuk menaiki motor merahnya. "Gue tunggu dia di arena balap. Malam ini!"

Gibran tersenyum sembari menatap Adzra dengan pandangan penuh arti. Ia tak mengerti kenapa Adzra menginginkan Club malam miliknya, tapi untuk Adzra, semuanya bisa dia berikan.

Malika AdzraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang