♥24

10.8K 1.1K 153
                                    

"gausah lo pikirin. Semua tetap berjalan sesuai rencana kok. Acara bakti sosial itu tetap kita jalanin."

Chenle memberikan gue air putih. Tanpa pikir panjang, gue langsung ambil botol itu dan meneguknya.

"makasih, kalian udah nolongin gue."

Hening menemani kami berdua. Taman di kampus juga lumayan sepi. Chenle rela ga masuk kelas karena alasan cuma mau menemani gue. Padahal gue bisa sendiri.

Awalnya ada jarak diantara kami, selang berikutnya Chenle duduk lagi lebih dekat. Gue menoleh. "lo apa ga terlalu kasar tadi sama Jisa?"

Dia mendecak. "emang gue peduli?"

Gue diam. Berikutnya dia kembali mengeluarkan kalimat. "lo pernah ga sih, tiba - tiba benci sama orang. Padahal orang itu ga berbuat salah sama kita. Ya kaya gitu gue ke Jisa."

"kenapa juga gue baru sadar kalau kita itu satu fakultas? Makin ga suka gue jadinya."

Gue tersenyum tipis. Demi apapun sih gue masih lemas banget sekarang. Bawaan nya pengin rebahan.

"ga boleh gitu, Le."

Sekarang berbalik Chenle yang diam. Rambutnya dia sisir dengan jarinya dan buat itu jadi sedikit berantakan.

Kami berdua sama - sama diam. Gue emang lagi ga kuat aja sama kondisi gue sekarang, penglihatan gue juga kaya dipenuhi oleh kunang - kunang.

"ada apa emangnya diantara kalian sih? Kenapa Renjun bisa ngelakuin itu?"

"...gue cuma mau cari Kak Jeno. Tapi ada kalimat yang ga sengaja gue sebut. Gue udah kelewat emosi tadi."

Chenle berdeham. "untung aja Kak Hendery lihat lo sama dia. Kalau ga gue gatau lo bakalan udah ga bernyawa mungkin."

Gue memukul bahu Chenle tanpa tenaga. "bercanda lo itu ga lucu."

"ye siapa yang lagi bercanda?"

Chenle awalnya tersenyum lebar menatap gue, tapi raut wajahnya kembali khawatir. "Fel, muka lo pucat banget. Mending lo pulang aja."

"engga. Gue banyak ijinnya, Le. Gue gamau ketinggalan kelas lagi."

Sempat diam beberapa saat, Chenle kemudian menghela napas. "keras kepala banget sih di kasi tau."

"sekarang Kak Renjun dimana?"

"malah lo tanya. Udah ga suah dipeduliin."

"kalian bukannya, sepupu?"

Awalnya Chenle lihatin gue, setelah itu dia mengalihkan objeknya. "ga ada hubungan kalau dia sepupu gue apa bukan. Dia udah bersikap kasar begini. Emang gue bakal tetap ngebela dia?"

drrt.. drrt..

Gue bersamaan dengan Chenle menunduk untuk melihat ponsel gue yang bergetar. Gue sedikit ga menyangka. Kak Jaemin menelepon gue. Bukannya mengangkat sambungan telepon, gue malah menoleh untuk menatap Chenle. 

"kenapa lihat gue? angkat."

Awalnya gue sedikit ragu, tapi karena tangan Chenle yang menggeser icon berwarna hijau itu mau ga mau gue menjawab telepon dari Kak Jaemin.

"iya, Kak?"

Gue ga mendengar apapun di seberang sana. Hanya ada helaan napas yang sedikit lambat. "Kak Jaemin?"

"...Fel, gue.."

Tanpa perintah dari siapa pun, tubuh gue langsung berdiri sambil berjalan sedikit cepat. Perasaan gue ga enak. "Kak Jaemin kenapa? Kakak dimana? aku sekarang kesana. Kak Jaemin??"

NA JAEMIN; boys with life[✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang