013 //

1.6K 278 92
                                    

013

//

narrow world

Besok adalah keberangkatannya ke Jepang bersama Seokjin, bos-nya.

Dan walau itu hanya perjalanan bisnis semata, Jennie tengah kebingungan memikirkan sesuatu. Karena, ya, itu adalah kesempatan emas untuknya menggoda pemuda tersebut. Tetapi tentu saja Jennie tak bisa melakukannya dengan sangat kentara karena itu bisa merusak image-nya.

Jennie harus melakukannya perlahan dan hati-hati.

Seperti bagaimana ia menggoda Jungkook dahulu.

Oh, tidak, jujur saja, sebenarnya Jennie tidak merencanakan hal itu.

Karena pada malam semua itu berawal, Jennie terlalu terbawa suasana untuk jujur akan apa yang ia rasakan selama ini. Akan rasa iri hatinya pada Lisa yang seolah selalu mendapatkan apa yang Jennie inginkan.

Seolah, bukan dirinya yang sempurna.

Padahal katakanlah saat SMA dahulu, apakah Seokjin tak merasakan chemistry antara mereka?

Seokjin yang sangat sempurna; kaya, tampan, pintar, berwibawa dan popular. Dengan dirinya yang jelas juga kaya, cantik, memiliki nilai bagus, bisa melakukan apapun sendiri.

Walau memang Jennie tak sepopular Lisa, tapi hei, itu karena Jennie tidak suka bergaul dengan gadis-gadis menjijikan di sekolahnya.

Jadi bukan artinya dia tidak bisa popular.

Jennie hanya tak ingin melakukannya.

Sehingga sekarang, Jennie ingin mengingatkan Seokjin pada masa lalu. Di mana seharusnya, mereka yang menjadi sepasang kekasih. Bukan Lisa yang jelas saja, hubungan mereka tidak bertahan, bukan?

Seokjin pun memutuskan hubungannya saat ia lulus dari SMA.

Dan itu membuat Lisa menangis seharian walau secara sembunyi-sembunyi. Yeah, gadis itu bisa menyembunyikan sesuatu darinya tetapi Jennie yakinkan ia menangis sendirian karena tak biasanya gadis itu tak ada kabar. Walau jelasnya memang Lisa tak suka dengan ponsel.

Jennie menghela napasnya, mencoba untuk kembali fokus dalam kegiatan mengemudinya. Mengelilingi kota tanpa tujuan yang jelas hanya karena butuh berpikir.

Sampai akhirnya, di sebuah perempatan, Jennie melihat seseorang yang setidaknya agak familiar tengah menyebrang di depan mobilnya.

Pemuda kurus dengan papan skate besar di lengannya.

Ah, itu pemuda yang menemukan kartu tanda pengenalnya waktu itu.

//

Semalam, dengan sengaja, Rosé tidak pulang ke rumahnya. Melainkan kembali ke hotel tempatnya menginap dan memanfaatkan waktunya di sana. Tetapi tentu saja, ia harus pulang. Dan Rosé memilih waktu mendekati malam lagi di hari Minggu itu, agar setidaknya kakak tiri dan tunangannya sudah pulang.

Rosé bahkan dengan sangat terpaksa mematikan ponselnya karena tak tahan di hubungi tanpa henti.

Menggunakan taksi, Rosé pulang ke rumahnya.

Sambil membawa tas tangan juga tas karton besar untuk gaunnya semalam, Rosé memasuki bagian tempat tinggalnya sekarang yang sangat besar dan bergaya modern. Memasukinya dengan hati-hati, berharap ia tak dicegat untuk tak ditanya macam-macam.

Namun sayangnya, yang ia temukan di ruang depan luas itu bukanlah Ayah dan Ibu-nya. Melainkan dua sosok yang sama sekali tak ingin ia temui. Yang tengah duduk santai di kursi-kursi santai tersebut, sembari salah satu memainkan ponselnya.

the edge of the cliff (season 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang