Nestapa di bulan kelima
Apakah kau tidak lelah, wahai pembawa masa?
Maaf, aku tidak suka
Tatapan yang menyayat hati
Pikiran yang seharusnya tak usah dipikirkan
Begitu ucapan para insan.
Memandangi masa lalu dengan raut wajah tak ubahnya sang putri sedang gulana
Bulan kelima, kau jahat sekali
Sang putri menatap keramaian,
tetapi dia sepi.
Tak mau berlarut-larut
Tak apa, menjadi duka itu vital
Sang putri pun pernah merasakan hal yang sama
Wujud aslinya tanpa kepalsuan,
tetapi segera ia hapus.
Kepalsuan ternyata lebih dianggap
Dahulu hatinya terkoyak dalam penyesalan
Sekarang ia ingin hidup tenang,
tidak campah cahang.
Berlangsung bak asmaraloka
Sebelum menjadi adiwangsa
Memang seharusnya merasakan hal yang sama seperti sang putri.
Lihat, hebat bukan?
Ia tersenyum menatap sang putri
Bulan kelima bukan apa-apa
Kau tak boleh terlena
Angan-angan tak boleh selamanya berdiri
Lancang sekali.