Perempuan berambut pendek menyelipkan rambut ke telinga
Menggenggam buku biru dengan tangan mungilnya
Melihat sayap kupu-kupu yang penuh warna
Suara burung di tiang lampu sayup-sayup saling menyapa
Musim penghujan terasa sampai bulu mata lentiknya
🦋🦋🦋
Ketika musim penghujan tiba di kursi taman yang meninggalkan embun
Ia menghela napas di antara senyuman bunga-bunga yang merekah
Matanya seperti berbicara pada kursi taman untuk kembali kepada rindu
Hujan bulan Desember tidak berubah seperti tahun lalu
Meninggalkan bayang-bayang luka saling menyahut
🦋🦋🦋
Pelukan dan genggaman hangat itu masih terasa pada jiwanya
Senyuman yang masih teringat jelas di dalam lubuk pikirannya
Ia membersihkan embun di kursi taman; membuka manuskrip biru
Bayang-bayang laki-laki berbaju merah itu pun masih ada bersama senyuman cerah
Apa yang diharapkan sekarang? Lelaki mentari itu bahkan sudah pergi
🦋🦋🦋
Lelaki mentari itu tidak lagi menjadi matahari
Membawa rumah pilihannya yang tak luput pada mata indahnya
Kursi taman itu memandang kelam yang merapat pada sisi mereka
Ia marah, tetapi tidak tahu pada siapa
Satu tahun yang lalu merupakan waktu yang sebentar
🦋🦋🦋
Hujan datang membawa kelabu pada hatinya yang lembut
Matanya memejam, mencoba melupakan segala hal
Namun yang terjadi pada jiwanya justru sebaliknya, ia kalah
Merasakan tusukan angin yang berjalan menyusuri tubuhnya, seperti mengajak pulang
Manusia bertebaran, tetapi ia sepi karena bukan si lelaki mentari di sini
🦋🦋🦋
Akhir bulan yang hampa
Seharusnya kesenangan menyelimutinya
Semua tertutupi oleh perginya sang hangat matahari
Sang putri pernah berkata kepada dirinya
Manusia punya sisi bajingan tersendiri
🦋🦋🦋
Memanipulasi diri sendiri yang tak pernah mau tau tentang faktanya
Mulutnya mengelak habis-habisan, manik-manik mata tidak pernah berbohong
Ia bisa membohongi dirinya sendiri, manik-manik mata tidak pernah berbohong
Namun ia tidak ingin berjalan pada bayangan semu
Pada sesuatu yang ia tidak bisa gapai kembali