NAK | 02

66 13 0
                                    

Akhirnya setelah 15 menit perjalanan, mereka sampai juga di toko buku. Jarak antara sekolah dan toko buku yang mereka datangi memang tidak terlalu jauh, jadi tidak memakan waktu yang lama untuk ke toko buku tersebut.

Saat Iqbaal dan (Namakamu) naik ke lantai dua, (Namakamu) bertanya. “Baal, kamu mau cari refrensi apa? Mungkin (Namakamu) bisa bantu cari.”

“Ga tau sih by, akupun juga belum kepikiran mau cari refrensi apa, hehehe,” kekeh Iqbaal, “liat -liat dulu aja sih by, nanti kalo sekiranya gampang buat di nilai ya paling aku pilih itu.”

“Okei, ya udah kalo gitu (Namakamu) mau liat-liat di sana dulu ya, gak lama kok.” Izin (Namakamu) pada Iqbaal saat sudah sampai lantai dua.

“Iya, kalo mau beli, ya beli aja ga papa, nanti Iqbaal beliin kok buat (Namakamu). Asal (Namakamu) seneng Iqbaal beliin kok.” Ucap Iqbaal sambil mengusap kepala (Namakamu).

Sedangkan yang di usap kepalanya pipinya memanas karena tersipu. “Dih, itu kenapa tuh pipi, merah gitu, acieee blushing nih yee,” goda Iqbaal.

“Ihh, engga, apaansih, udah sana Iqbaal cari buku gih, buruan sana, hus hus,” elak (Namakamu) sambil mendorong Iqbaal menjauh. Sedangkan yang didorong hanya terkekeh dan menggelengkan kepala.

Bukan hanya sekali pipi (Namakamu) memblushing hanya karena godaan Iqbaal. Padahal mereka sudah hampir 1 tahun berpacaran dan Iqbaal sering perhatian dan bersikap seperti biasanya, tapi entah mengapa (Namakamu) masih saja malu dan itu sangat berefek bagi (Namakamu).

•••

Saat (Namakamu) melihat-lihat buku materi Ujian Nasional. Di sisi lain, Iqbaal mencari buku yang cocok untuk dijadikannya bahan refrensi.

Saat Iqbaal tengah melihat-lihat buku fiksi, “Anjay, novel bagus juga nih, kali aja gampang.” Ucap Iqbaal lirih. Akhirnya ia memilih novel mana yang sekiranya tidak menyulitkan untuk ia analisis.

Akhirnya, Iqbaal mendapatkan dua novel yang mudah dipahami dan mudah dianalisis. Ya kalian taulah, alurnya novel, kebanyakan ‘begitu-begitu’ juga. Setelah mendapatkan buku untuk bahan refrensinya, Iqbaal mencari (Namakamu) dan menemukannya di antara buku panduan islami.

“Hey, udah? Kamu mau beli apa? Biar Iqbaal beliin, mau buku panduan untuk menjadi istri yang baik?” goda Iqbaal.

“Ih apaansi! Engga ya! Aku Cuma liat-liat aja kok. Kamu udah dapet buku? Mana? Bagus gak?” tanya (Namakamu) bertubi-tubi.

“Satu-satu dong tanya,” kekeh Iqbaal. “Udah dapet, kayaknya sih bagus, Iqbaal cuma baca sinopsisnya doang soalnya, semoga aja bagus.” Jawab Iqbaal.

(Namakamu) mencoba melihat buku pikihan Iqbaal, “Mana coba liat bukunya, Baal?” dan Iqbaal memeberikan dua buku yang ia pilih. “Nih,” beri Iqbaal pada (Namakamu).

(Namakamu) agak menganga dengan buku pilihan Iqbaal. Ya, memang tidak aneh. Tapi, sejak kapan Iqbaal jadi menyukai cerita fiksi novel seperti ini.

“Baal, kamu gak salah milih buku kan?” tanya (Namakamu) heran. “Sejak kapan kamu suka novel-novel kayak gini, kisah cinta lagi. Emang ga papa kalo kayak gini buat refrensi tugas?” tanya (Namakamu).

Iqbaal yang sedang melihat-lihat buku di situ menjawab, “Engga, aku ga salah pilih. Emangnya kenapa? Salah ya aku beli novel?” Tanya Iqbaal.

“Enggak salah juga sih Baal.” Jawab (Namakamu) masih heran. “Tapi sejak kapan gitu lho kamu jadi suka novel kayak gini?” tanya (Namakamu) sekali lagi.

“Engga suka juga sih, tapi Iqbaal cuman coba beli aja. Kan juga buat bahan refrensi juga. Bu Hanas juga udah bilang boleh semua genre kok.” Beri tau Iqbaal.

“Oh ya udah kalo gitu, udah kan? Bayar sekarang yuk, takut bunda nyariin, soalnya (Namakamu) belum izin sama bunda. Hp (Namakamu) lowbat” Ajak  (Namakamu).

“Tenang aja by, aku udah kabarin bunda kamu kok tadi. Udah bilang kalo kita bakal pulang telat karena kamu nemenin aku beli buku.” Beri tau Iqbaal. “Habis ini makan sekalian ya, (Namakamu) belum makan kan, Cuma makan pas di kantin tadi juga kan? Habis itu baru kita pulang” ajak Iqbaal sambil menggandeng tangan (Namakamu) menuju kasir untuk membayar buku.

“Ga usah, (Namakamu) makan di rumah aja nanti. Takutnya bunda udah masak, nanti Iqbaal juga sekalian makan di rumah (Namakamu) aja.” Tolak (Namakamu halus.

“Idih, gak, bunda yang nyuruh. Gak ada penolakan. Ya kali Iqbaal mulangin anak cewenya bunda Kana kelaperan, pacar macam apa Iqbaal ini.” Canda Iqbaal. “Bentar Iqbaal mau bayar dulu.”

Setelah urusan bayar-berbayar selesai, akhirnya mereka menuju parkiran dimana mobil Iqbaal di parkirkan dan segera menuju salah satu restoran untuk makan.

•••

Setelah mereka makan, mereka memutuskan untuk pulang karena hari sudah mulai gelap. Tapi, sebelumnya Iqbaal mengantar (Namakamu) pulang ke rumahnya, barulah Iqbaal kembali kerumanya.

•••

BERSAMBUNG

Hai-hai...
Asik ketemu lagi, wkwkwk. Semangat terus ya kalian, stay safe, jaga kesehatan uwu.

Makasih udah ngikutin ceritaku, makasih banget buat yang udah vote, jangan lupa comment, mau kritik ga papa asal ya sewajarnya, maksudnya tidak menyinggung ya, hwehe.

Pokoknya tunggu terus part selanjutnya, ikutin terus, jangan ketinggalan, mampir juga ke cerita GEN 1 yang lain. Ramein, inget jangan siders, awokakakaka. See you part selanjutnya🌈

© celia part of ale writing project

Novel atau Aku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang