Keping 2: Chocomaniac?

117 23 12
                                    

Aku bersumpah akan membunuh Jung Jaehyun kalau saja cowok itu bukan suamiku. Kelakuannya pagi ini benar-benar membuatku geram. Mulai dari tidak mau mandi kalau tidak diberi morning kiss, lalu lupa membawa handuk saat mandi, dan sekarang menggangguku yang sedang memasak.

"Sumpah demi semangkanya Mark! Kamu bisa nggak sih jauh-jauh dulu? Aku jadi nggak fokus masak gara-gara kamu! Emang kamu nggak laper? Nggak mau makan? Mau masakannya jadi nggak enak gara-gara kamu banyak tingkah?" omelku ke cowok yang tengah mendekapku posesif dari belakang sembari menyandarkan dagunya di pundakku.

"Nggak bisa, aku kangen," sahut Jaehyun yang masih tetap di posisinya dengan mata terpejam. Aku bisa merasakan cowok itu sedang tersenyum manis sekarang.

"Iya kangen-kangenannya nanti aja! Sana, jauh-jauh dulu! Aku mau masak! Lagian aku belum mandi, Jung Jaehyun. Apa nggak bau meluk-meluk aku yang belum mandi ini?"

Jaehyun terkekeh. "Enggak, kamu kan selalu wangi stroberi. Makanya aku suka."

"Ew, cringe. Sana, nggak?!"

Cowok itu tertawa kecil lalu menoel pipiku pelan. "Ampun deh, istriku galak banget. Lagi ada tamu bulanan ya?"

"Kalau iya kenapa, kalau enggak kenapa?! Lepas ih jauh-jauh aku mau masak!" Aku terus berusaha melepaskan tangan Jaehyun yang melingkar di pinggangku.

Setelah merasa puas menjahiliku, Jaehyun melepaskan pelukannya dan mengecup pipiku sekilas sebelum berlari kecil ke sofa.

"JUNG JAEHYUN!"

Cowok jangkung itu tertawa lepas.

Bab II
Chocomaniac?

Walaupun pagi ini aku dibuat naik pitam, tapi tetap saja aku kesepian sesaat setelah lelakiku itu pergi ke kampus. Maksudku— wajar saja, kan? Kami baru bertemu setelah Jaehyun menghilang entah ke mana seminggu kemarin.

Omong-omong, kami memang belum membicarakan tentang hal itu. Semalam, aku sempat melontarkan beberapa pertanyaan yang menyinggung hal tersebut namun tidak satu pun dijawab olehnya.

Rileks, Ren, nggak apa-apa. Mungkin ada hal yang bikin dia shock dan belum siap cerita, begitu pikirku yang tidak mau berpikiran macam-macam tentangnya.

Meski tetap saja perasaanku belum lega karena terasa ada yang menjanggal. Tapi tidak apa, aku tidak akan memaksanya untuk bercerita meskipun sebenarnya aku berhak. Aku hanya tidak mau memaksanya karena takut akan membuatnya tidak nyaman.

Jaehyun pulang siang hari ini, katanya. Sedangkan mata kuliah pertamaku hari ini masih beberapa jam lagi. Lebih baik aku membersihkan apartemenku selagi mengisi waktu luang, dari pada memikirkan hal yang bisa membuatku sakit kepala lagi.

Aku memulai dari mencuci piring bekas sarapanku dan Jaehyun tadi, dilanjut dengan menyapu dan mengepel seluruh ruangan. Tadinya Jaehyun memaksaku untuk menggunakan pembersih vakum saja karena tidak mau aku kelelahan, atau dia yang kelelahan— karena kami bergantian. Tapi aku menolak. Lagi pula apartemen kami memang tidak terlalu besar, sangat boros kalau harus menggunakan vakum kalau aku masih mampu membersihkannya secara manual.

Kesibukanku dan Jaehyun saat ini memang hanya fokus pada kuliah, berhubung kami sudah menginjak semester akhir. Dan kami bersepakat akan memiliki anak setelah wisuda saja. Bahkan Jaehyun yang sempat mengelola kantor milik ayahnya pun dialihkan sementara sampai Jaehyun wisuda nanti. Bagaimanapun, pendidikan tetap nomor satu, kan?

Setelah selesai dengan kegiatan beres-beres, aku langsung bergegas mandi dan berangkat ke kampus dengan ojol.

———

SINGGAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang