03 : a secret

1 1 0
                                    

playlist 3 : lie to me - 5 seconds of summer

*****

Sudah hampir satu minggu Hana merasakan rasa sakit di kepalanya. Hana hanya menganggap hal itu sebagai pusing biasa karena akhir-akhir ini dirinya selalu begadang mengerjakan tugas ditambah pekerjaan paruh waktu yang menyita waktu istirahatnya.

Akhirnya hari ini setelah selesai kelas terakhir, Hana berniat pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisinya yang semakin memburuk setiap hari.

Hana takut sesuatu terjadi dengan dirinya tapi ia lebih takut kalau sewaktu-waktu ternyata dirinya sekarat tanpa diketahui apa penyebabnya.

"Hana Kirana." Panggil seorang suster agar Hana segera masuk untuk di periksa.

Setelah menjalani berbagai pemeriksaan medis, Hana duduk di depan dokter yang kini sedang menatapnya dengan prihatin.

"Sudah berapa lama gejala pusingnya muncul?"

"Sejak tiga bulan lalu tapi sudah satu minggu ini pusingnya makin parah, dok." Jelas Hana. Suaranya gemetar takut apa yang ia pikirkan ternyata benar.

Dokter menunjukkan hasil pemeriksaan kepada Hana tanpa mengatakan apapun.

"Ini maksudnya apa, dok?" Tanya Hana.

"Astrositoma grade II."

Dunia Hana serasa berhenti detik itu juga. Apa yang ia takuti benar-benar terjadi. Ia terlalu terkejut sampai tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Apa ada obatnya?"

"Kalau kamu setuju saya bisa menjadwalkan operasi secepat mungkin untuk mengangkat tumor dan memperlambat penyebarannya." Ucap sang dokter.

"Operasi?" lirih Hana. "Apa ada jalan selain operasi?"

Sang dokter tampak menghela nafas melihat mata Hana yang berkaca-kaca. "Kemoterapi atau bisa juga perawatan di rumah dan tetap memeriksa kondisinya secara rutin."

Hana sedikit bernafas lega karena ia bisa mengumpulkan uang untuk operasi nanti. Ia tersenyum menatap sang dokter. "Untuk saat ini saya memilih perawatan di rumah karena harus ada hal yang diurus. Mohon bantuannya ya, dok."

"Saya akan bantu sampai kamu sembuh, ada beberapa obat yang bisa mengatasi rasa sakit kepala mohon diminum secara rutin." Ucap sang dokter. "Jangan terlalu memikirkan hal negatif, semangat, kita sama-sama berjuang untuk kesembuhanmu dan yang terpenting harus rutin memeriksakan kondisimu"

Setelah itu Hana pamit untuk pergi dari sana. Ia berjalan dengan tatapan kosong bahkan sempat beberapa kali hampir menabrak orang sekitar. Bohong jika ia tidak kehilangan semangat untuk saat ini.

Rencana awal pergi ke toko buku harus ia tunda karena terlalu lelah. Sekarang ia hanya duduk di sebuah bangku taman yang ada di dekat rumah sakit.

Hana menengadahkan kepalanya menahan agar air matanya tidak turun. Ia lelah batin dan fisik karena harus menghadap kenyataan di dunia sendirian. "Ayah, Ibu, Hana kangen."

"Hana?"

Hana menoleh saat namanya di panggil seseorang yang ternyata Juna. Hana segera menghapus sisa air mata agar tidak terlihat.

"Ngapain disini?" Tanya Juna

"Habis jenguk temen yang lagi dirawat." Jawab Hana tanpa memberi tahu yang sebenarnya.

"Kebetulan kita ketemu lagi disini." Kata Juna.

Hana tersenyum. "Lo mau kemana?"

Juna mengangkat tas plastik yang dibawanya. "Gue habis beli buah titipan temen dan sekarang mau makan siang. Lo udah makan?"

"Belum."

"Kalau gitu ayo ikut gue sekalian daripada gue jadi nyamuk orang pacaran." Ajak Juna

Mood Hana menjadi sedikit lebih baik karena Juna. Kebetulan juga perutnya lapar karena memang sudah jam makan siang, akhirnya ia menerima ajakan Juna.

Mungkin untuk saat ini Hana masih harus menyembunyikan rahasia kecil dari siapapun untuk sementara waktu. Biar ia atasi masalah ini sendiri.

*****

Suasana canggung sangat terasa di meja makan yang diisi empat orang itu. Steven masih terus melirik Juna dan Hana secara bergantian. Keningnya sampai berkerut seperti orang kebingungan.

"Jadi nama lo Hana?" tanya Steven kepada Hana.

Hana yang hendak menyuap makanan harus tertunda karena Steven lagi-lagi menanyakan hal yang sama untuk kesepuluh kalinya. Sebenarnya Hana kesal tapi berhubung ia baru pertama kali mengenal jadi ia berusaha untuk tetap ramah.

"Lo udah tanya itu sepuluh kali, Stev." Juna yang mendengar pertanyaan Steven ikut kesal.

"Ya gimana gue ngga kaget, lo disuruh beli buah pas balik malah bawa anak orang." Omel Steven.

"Lo kenapa sih? Makan dulu baru ngomel." Gadis di sebelah Steven ikut bersuara.

Hana tidak tahu ia sedang terjebak di situasi apa karena tidak mau ambil pusing lebih baik ia menghabiskan makanannya.

"Hm, Hana." Lirih Steven.

"Steve!" Tegur Juna dan gadis yang duduk di sebelah Steven.

Merasa situasi makin tidak kondusif, Hana akhirnya berinisiatif memperkenalkan dirinya secara resmi di depan teman-teman Juna, daripada terus menimbulkan kecurigaan.

"Kayaknya gue harus kenalan secara resmi, ya. Nama gue Hana Kirana panggil aja Hana."

"Halo, Hana! Gue Arin." Ucap gadis yang duduk di sebelah Steven yang ternyata bernama Arin.

"Gue Steven, sahabat Juna dari bayi." Ucap Steven juga.

Hana tersenyum menyapa teman-teman Juna. Ia merasa senang karena bisa berkenalan dengan seseorang hari ini karena sebelumnya ia hanya punya satu orang teman. Dirinya bukan tipe orang yang mudah bersosialisasi.

Baru saja Steven hendak berbicara lagi, Juna langsung menegur dengan tegas supaya Hana bisa menghabiskan makanannya terlebih dulu. "Lo ngomong sekali lagi gue usir dari sini." Tegas Juna.

Steven memasang wajah kesalnya. Hana dan Arin hanya tertawa kecil melihat keributan Juna dan Steven.

"Pokoknya habis ini gue mau tanya langsung sama Hana, lo dilarang ikut campur."

*****

Untuk istilah medis di atas, i've tried my best to research first karena memang bukan bidang gue, kalo ada kekeliruan mohon diperbaiki ya, komen aja gratis kok 😽, thank you!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lovesick [1] : 60 Days LeftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang