ii. bertemu sang pemuda.

274 98 290
                                    

Bagian 2 : aku ingin mencintaimu seperti kesedihan mencintaiku; menggetarkan dadamu dan mengajakmu menuju keheningan yang baku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 2 : aku ingin mencintaimu seperti kesedihan mencintaiku; menggetarkan dadamu dan mengajakmu menuju keheningan yang baku.

aku gamang saat kemarin malam tepatnya sebelum aku ingin terlelap, gawaiku berbunyi dan saat aku mengangkatnya, aku mendengar suara ibu yang begitu lirih, saat aku bertanya kenapa, ibu menjawab kalau sakitnya kambuh lagi. seketika rasa bersalah langsung muncul di benakku sampai saat ini karena aku telah meninggalkan ibu sendirian di solo.


"kamu, yang ada di barisan tengah nomor dua dari kiri, dengar informasi yang saya katakan atau tidak?!"

suara dari kakak pj membuyarkan semua lamunanku tentang kondisi ibu, aku merasakan semua pasang mata langsung tertuju padaku, suasana pun juga seketika menjadi hening. aku yang masih belum mengerti kondisi lantas menengok ke kanan dan ke kiri apa yang dimaksud itu aku?

"kamu dengar saya atau tidak?!"

aku menoleh ke sumber suara lalu aku menunjuk diriku sendiri.

"saya kak?" tanyaku polos, karena aku memang tidak mengerti.

"iya, siapa lagi kalau bukan kamu?! daritadi saya berbicara panjang lebar tapi fokusmu malah ke arah lain, kamu bisa menghormati orang yang di depan atau tidak?!"

aku menunduk sambil memainkan ujung kemeja putihku, nyaliku menciut saat kakak PJ itu mendekat ke arahku, ia menarik daguku lalu mata kami saling beradu seketika aku menengguk ludahku dengan kasar.

"bisa tolong ulangi informasi yang saya katakan tadi?" tanyanya dengan suara rendah, aku tahu dia sedang menahan emosi.

"m-maaf kak, s-saya tadi tidak mendengarkan," sebisa mungkin aku menjawab dengan halus walau nyatanya bibirku sangat kelu sekarang, hampir tidak bisa berbicara.

tiba-tiba tangan besarnya menampar pipiku dengan keras, seketika rasa panas langsung menjalar ke pipi ku, seumur hidup aku tidak pernah ditampar bahkan oleh ibu kandungku sendiri, aku tau kesalahanku begitu fatal sekarang.

"bodoh, mau jadi apa kamu? dengar ya, orang seperti kamu tidak pantas kuliah disini! mendengarkan saya saja tidak bisa apalagi dosen!"

kata-kata itu terlontar di bibir tebalnya dengan sangat mudah seolah-olah hal itu adalah kalimat yang biasa. aku tau kesalahanku, tapi menurutku ini semua terlalu berlebihan.

aku merutuki sekaligus menyumpahi diriku sendiri yang begitu ceroboh.

"maaf kak, saya salah kali ini." aku berkali-kali merapalkan kata maaf pada kakak pj kelompok yang aku tahu namanya langit sadajiwa.

sosok itu berdecih lalu aku merasakan tangannya kembali mencengkram kuat daguku.

"hah, menangis? kamu pikir saya langsung luluh begitu? hahaha, jangan harap ada belas kasihan dari saya," ucapnya dengan nada mencibir.

Bentala JogjakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang