Atas kecelakaan pesawat yang merenggut nyawanya. Atas hari hariku yang masih tak bisa kuiklaskan. Demi tuhan, aku sudah seperti orang gila yang kehilangan akal setelah kepergiaannya. Sepeninggalnya, semua tak lagi sama. Namun ironisnya tak ada yang mengizinkanku berduka.
Malam itu sekitar pukul 8 malam ketika aku masih berada di lingkungan kampus, kusempatkan diri untuk berkali kali mengecek handphone, berharap ada notifikasi dari orang yang sudah kutunggu kabarnya. Mark belum memberi kabar sejak 9 jam yang lalu. Aku tahu dia sibuk, dia artis sedangkan aku hanya mahasiswi biasa yang menggantungkan hidupku pada uang bulanan orang tua dan nilai kumulatif ku. Makanya aku jarang memaksanya untuk memberiku kabar, jika dia mau aku tahu tentang kabarnya, maka dia akan memberi tahu ku.
Kami sedang break rapat saat kepalaku mendadak pusing saat aku memutuskan untuk turun ke lobby dan malah menemukan segerombolan perempuan – adik tingkatku- tengah menangis tersedu sedu sambil memeluk satu sama lain.
Kenapa? Tanya ku pada seorang temanku yang tengah berdiri di dekat tangga tak jauh dariku.
Ada pesawat jatuh, di dalamnya ada artis terkenal
Aku cukup terkejut namun tidak ambil pusing sebelum beberapa detik kemudian tiba tiba dada ku nyeri. Eh, pesawat dari mana?
Vancouver
Van-
Lalu semuanya gelap.
Aku jatuh pingsan, dan baru terbangun keesokan harinya di bangsal rumah sakit. Saking tak percayanya, air mata ku pun tak mampu berlinang. Perih yang menghujam dan semua hal tentang ketidak percayaan pada kenyataan merayapi otakku.
What the hell is going on, how I supposed to react?
Nggak, kan belum tentu artis yang di maksud itu Mark Lee kan?
Pikirku kala itu.
Ya, harapan kecilku pada kehidupan. Tak ujarnya seeokor kelinci gila yang kehilangan arah, aku meraih ponselku untuk mencoba menghubungi kekasihku itu.
Nihil, tak ada jawaban.
Kan si pemilik sudah mati.
Mungkin ponselnya sudah meledak.
YOU ARE READING
Draft Mark Lee
Short Storytujuh hari berlalu setelah kepergianmu. semua orang masih berduka, kurasa.