Cabut Gigi

204 30 5
                                    

   "Kamu harus perhatikan baik-baik, ya. Ini pertama kalinya kamu praktik langsung, 'kan?"

"Iya, Dokter."

Dirman sudah mengumpulkan keberaniannya sejak kemarin malam. Praktiknya tidak aneh-aneh, kok. Bukan operasi otak apalagi jempol kaki, melainkan hanya mencabut dua gigi bolong yang sudah tidak bisa diperbaiki.

Rasa grogi dan senang bercampur, akhirnya wajah Dirman tidak lagi jadi sasaran gigi-gigi pasien boneka yang mencelat saat dicabut, atau mendengar teriakan pasien boneka yang mengerikan sampai terbawa mimpi.

"Pertama-tama, kita berikan bius lokal, tetapi supaya mengurangi rasa sakit saat disuntik, kita beri gel anestesi dahulu." Sang Dokter berucap sambil mengoleskan gelnya di area yang akan disuntik, gigi geraham kiri.

Setelah menunggu selama dua menit, pria itu menusukkan jarum suntik pada saraf di sekitar gigi, tetapi pasiennya malah berteriak.

"Lo, kenapa, Bu, masih terasa sakit?" tanya Sang Dokter bingung.

"Hithu hukhan gehe saya!"

"Gimana? Coba katakan lebih jelas."

Pasien itu berkedip-kedip. "Ngeana haha saya ihu hohmo!"

"Ibu homo? Ya enggak, lah, kan ibu perempuan, wajar suka cowok," balas Sang Dokter.

Dirman mengambil senter kecil lalu menyenteri dalam mulut pasien itu, kemudian tangannya menepuk-nepuk lengan dokternya sehingga jarum yang sedang ditusukkan ikut bergerak dan membuat teriakan pasien semakin keras.

Sang Dokter balas menepuk pundak Dirman dan berucap, "Kamu bagaimana, sih, ini kan sedang disuntik!"

"A-anu, Dok, itu yang ditusuk lidah bukan area tadi!"

"Lo, masak, sih?" Pria itu menyipitkan matanya beberapa detik.

"Oh, benar katamu, Dir. Maaf, Bu, saya grogi tadi he-he-he." Ia menarik suntikan tadi lalu menusukkannya ke tempat yang benar dengan bantuan senter Dirman.

Pasien tersebut melotot.

Setelah itu, Sang Dokter mengambil sebuah pengungkit kecil kemudian menggoyang-goyangkan gigi geraham sampai kendur.

"Dir, tolong ambilkan tang."

Dirman mengambil tang yang disediakan di meja, pegangannya terasa beda dari tang cabut gigi biasanya, bentuknya juga agak beda dari yang ia ingat.

Tunggu, ini bukan tang cabut gigi.

"Kok tangnya seperti ini, Dok?" ujar Dirman. Ia mengangkat benda tersebut dan memperhatikannya lebih saksama. "Bukannya ini tang untuk potong kawat?"

Tangan Sang Dokter berhenti bergerak, matanya menatap benda yang diangkat Dirman. "Lo, masak, sih?"

"Iya, coba lihat lebih jelas."

"Itu kemarin saya suruh Hendra yang ambil tang."

"Hendra ... siapa?"

"Tukang bangunan yang lagi renovasi gedung sebelah. Dia teman saya dulu pas SMA."

Pantas.

Dirman mencari tang cabut gigi di rak besi, untungnya cepat dapat sehingga proses pencabutan gigi tidak perlu memakan waktu lebih lama.

Gigi geraham itu dicabut dengan satu tarikan keras. Jantung Dirman ikut melompat saat tubuh pasien di depannya terangkat karena terkejut.

Dirman mengambil tisu dan menerima gigi yang sudah dicabut. Darahnya segera membentuk lingkaran yang mengelilingi gigi tersebut.

Ada yang aneh.

"Dok ..., kok gusinya banyak yang terbawa?" tanyanya dengan tangan gemetar.

Pria yang dituju melirik Dirman, berkata, "Lo, masak, sih?" Setelah itu melirik pasiennya yang masih terbelalak.

Di dalam mulutnya, di area gigi geraham yang sudah dicabut, darah keluar tanpa henti, membuat kolam darah yang tidak diinginkan semua orang.

"KASANYA! AMBIL KASA!" seru Sang Dokter.

Jantung Dirman berdebar, pandangannya menjadi tidak fokus untuk beberapa detik, tetapi tubuhnya harus tetap bergerak. Ia mengambil kasa di sebelah pengungkit untuk melonggarkan gigi dan memberikannya kepada Sang Dokter.

Kolam darah tadi diserap oleh kasa dengan cepat, butuh tiga kasa untuk membersihkan mulut pasien sebelum dijadikan penahan lubang bekas dicabut.

Darahnya masih keluar. Dokter menyuruh Dirman mengambil beberapa es dari kulkas di kantornya.

Setelah Dirman menyerahkan es, belum juga mengambil kain untuk membungkus es tersebut, terdengar suara batuk dari arah pasien yang semakin lama semakin menyeramkan.

Perasaannya tidak enak.

"DIRMAN, PASIENNYA TERSEDAK ES!"

"DOKTER!!"

GenFest 2020: Humor x Medical ThrillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang