What? Ngapain ke rumah orang tuanya? Aku tak bisa menebak jalan pikiran Daniel kali ini. Makin sport jantung.
"Yang ... turun, yuk!"
Hilih! Sok manis. Tadi marah-marah, kejang kayak orang step. Jangan-jangan ... ini anak sudah stres. Kupalingkan muka masih duduk di motor.
"Yuk, turun! Biar percaya, aku akan buktikan sekarang."
Aku mendengkus dan segera turun. Membetulkan sejenak letak tas di bahu kanan. Dari dalam rumah mewah itu, keluar mama papa Daniel. Bisa kutangkap ekspresi kaget pada wajah keduanya.
"Pah, Mah ... aku ingin lanjutkan rencanaku yang terpending dua tahun lalu. Aku ingin nikah sama Briana!"
Suara Daniel yang keras dan mantap--tak urung--membuatku ikut terperangah. Dia serius mengatakannya sambil teriak begitu? Di halaman pula. Beneran step ini anak.
Kucuri pandang ke arah orang tua Daniel yang terpaku. Berdiri bengong di teras dengan jarak sekitar sepuluh meter dariku dan Daniel. Melihat mereka seperti kebingungan harus bereaksi bagaimana, aku berinisiatif mendekat. Bagaimana pun juga, hubungan kami pernah baik. Aku harus tunjukkan attitude sebagai gadis yang terdidik.
"Pagi, Om, Tante." Kusalami keduanya. Entah ini salah atau benar, kurasakan sambutan mereka terasa kaku dan setengah hati. Ah, sebodo!
"Tolong, Pah, Mah. Biarkan aku memilih sesuai mauku. Jangan ...."
"Briana, Om berangkat kerja dulu, ya." Papanya memotong ucapan Daniel. Aku hanya bisa mengangguk ke arah pria paruh baya itu.
"Masuk dulu, Bri," sahut mama Daniel tersenyum kaku sambil menepuk lengan kiriku.
Sepertinya, hanya setengah hati mengajakku masuk. Tak lebih dari sekadar basa-basi mengikuti adat kesopanan semata. Beliau mendahului masuk rumah. Ya, sudah. Ikuti saja mau sang nyonya rumah.
Daniel tampak antusias menggandeng tanganku memasuki ruang tamu. Terakhir aku menginjak tempat ini adalah, dua minggu sebelum hari pertunangan yang batal itu.
"Duduk, Bri!" Wanita rambut sebahu itu duduk terlebih dahulu dan aku menyusul pada sofa berbeda. Daniel tersenyum lebar duduk di hadapanku, seberang meja.
"Bri mau minta tolong sama Tante. bisa?" Kupandang tepat di manik mata yang berekspresi datar. Perasaanku tak enak karena merasa kedatanganku tak diharapkan.
"Apa itu?"
"Tolong ... suruh anak Tante jangan ganggu saya lagi."
"Briana!" Aku terperanjat mendengar teriakan Daniel. "Ngomong apa, sih? Kuajak kau ke sini untuk minta restu. Kenapa kau malah bicara begitu?"
"Daniel, ikut mama!"
Perintah mamanya membuat Daniel beranjak. Ada tatap muram yang terlihat sebelum meninggalkanku sendiri di ruang tamu.
"Kalo benar kau gadis terhormat, tentu tak akan merusak rumah tangga orang lain."
Aku berdiri dan balik badan. Terlihat, seorang wanita semampai berdress selutut menuruni anak tangga terakhir.
"Maaf?" Aku mengangkat alis sebelah.
"Sudah jelas, kaulah yang aku maksud, Briana. Aku tau namamu karena mendengar kehebohan barusan."
"Kau pasti Rani, kakak ipar Daniel." Tebakku seraya mengatur napas agar tak gegabah melontarkan kalimat yang bisa memicu konflik.
"Istri Daniel." Ralatnya berdiri di depanku dengan sikap angkuh.
"Terserah kau saja. Jaga suamimu! Jangan biarkan dia menguntitku terus."
"Kalo kau tak menggodanya, tak mungkin Daniel seperti itu. Dia anak baik dan penurut. Dia berubah akhir-akhir ini, pasti karena pengaruh darimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIANA'S MEN (open PO 28 Mei - 16 Juni 2020)
General FictionBriana seorang broadcaster yang digilai para pria, tapi ia terjebak dalam cinta dua pria yang memperebutkannya. Gadis lincah yang biasanya cuek dengan asmara, sejak itu mulai berubah. Sisi liarnya bangkit kala keinginan memiliki sosok sempurna justr...