Sehabis dari kafe, mereka jalan-jalan sebentar. Menghabiskan waktu berdua karena katanya Ferdo besok berangkat ke Yogya, mengurus pendaftaran kuliah di UGM. Sementara Luna, masi bingung, kampus mana yang akan dia pilih.
Mereka berhenti di sebuah taman yang ramai dengan anak-anak yang berlarian riang kesana kemari. Beberapa orang menggelarkan tikar untuk bersantai bersama Keluarganya.
Bahagia sekali keluarga itu.
Luna yang melihat itu menjadi iri. Terlintas dalam pikiran nya, apakah nanti keluarga nya akan bahagia seperti ini, atau sebaliknya?
Luna merindukan keluarga nya.
Merindukan sosok mom, dad, serta dua saudara nya, walaupun mereka tidak pernah menganggap Luna ada, tapi Luna tidak membencinya. Sejahat apapun mereka, tetaplah keluarga Luna. Tempat Luna merasa, oh begini ya memiliki keluarga harmonis, walau sementara.Ferdo tahu ke mana arah tatapan Luna, karena itu Ferdo menarik tangan Luna menuju mobil yang ternyata menjual eskrim.
"Daripada lo bengong, mending makan eskrim. Teman gue bilang eskrim ini rasanya enak. Buat para pembeli jadi ketagihan. Makanya gue ajak lo kesini."
Luna mengangguk. Luna juga pernah dengar kabar itu. Tapi tidak ada niat dia mencoba nya. Dan ternyata Ferdo mengajak dia kemari.
Mereka memesan eskrim dengan rasa yang sama namun beda topping . Luna dengan eskrim coklat topping oreo, sedangkan Ferdo eskrim coklat dengan topping buah ceri di atasnya.
Setelah eskrimnya jadi, mereka langsung menuju kursi dekat situ."Lo sejak kapan suka buah ceri?" tanya Luna penasaran.
"Sejak kecil. Setiap gue beli kue selalu pake hiasan ceri."
Luna mengangguk. Lalu melanjutkan makan es krim nya. Tanpa sadar Ferdo terus senyum melihat daerah sekitar bibir ada bekas eskrim. Ferdo merapatkan dirinya. Kepalanya semakin dekat, suara nafasnya makin terasa, membuat Luna yang awalnya makan jadi berhenti. Satu tangan terangkat mengenai wajah Luna, menghapus bekas eskrim tersebut.
"Ternyata dibalik sikap bar-bar lo, lo menggemaskan. Makan sampai celemotan gitu. Kode ya biar di bersihkan?"
Plak
"Aduh. " Ferdo meringis, mengelus pipi nya yang jadi korban pukulan.
"Hehe sorry, refleks soalnya ada nyamuk." ujarnya jujur, sambil menunjukkan nyamuk yang sudah tak bernyawa lagi.
Rip nyamuk, tenang di alam sana.
Ferdo berdecak kesal. Kirain, entah kenapa tiba-tiba mukul, tau nya karena nyamuk.
Setelah satu mangkok eskrim habis, mereka beranjak dari kursi itu, keliling menunggu sang matahari kembali ke peraduannya, sambil melihat senja di taman ini.
"Gue boleh nanya ga?"
"Hm?" Ferdo menatap wajah Luna.
Luna menghela nafas, lalu menatap langit yang mulai kuning ke oranye an.
"Menurut lo, lebih sakit jadi broken home, atau punya keluarga lengkap namun tertekan?"
Ferdo sedikit terkejut mendengar pertanyaan Luna. Habya sebentar, setelah itu dia bersikap seperti biasa.
"Gue bisa jawab sekarang?"
Luna mengangguk. Menatap wajah Ferdo sembari menunggu jawaban.
"Jujur, gue gatau mau milih yang mana. Sebab gue udah ngalamin kedua hal itu."
"Dimana gue punya keluarga lengkap, namun terasa tertekan. Diluar orang menganggap keluarga gue itu bahagia banget. Nyatanya enggak. Kalau ada perlombaan keluarga munafik, mungkin keluarga gue pemenangnya." lanjutnya. Luna bisa melihat bola mata Ferdo mulai berkaca-kaca. Luna baru sadar, dari sikap jahilnya ternyata dia menyimpan banyak luka. Dan ternyata mereka sama-sama mempunyai masalah dalam keluarga.
Raut wajah Luna berubah jadi bingung. "Maksud lo?"
"Nyokap bokap gue ahli dalam bermain drama. Di rumah, mereka selalu debat, setiap hari. Jika pagi ga ribut, ya malam hari nya ribut. Dan topik debatnya itu gue. Karena gue anak tunggal, pewaris harta keluarga gue. Gue harus ini lah, harus itu lah. Pokoknya gue harus berada di bawah perintah mereka. Jika dilanggar, alamat semua fasilitas gue disita. Gue selalu bersabar, gue ga berani nentang.
Sampai akhirnya, tepat setahun lalu nyokap dan bokap gue cerai. Nyokap ga betah bertahan sama sikap keras kepala bokap. Awalnya gue mikir, jika itu alasannya, kenapa harus cerai? dan satu alasan yang membuat gue sadar dan membuat gue kecewa sama bokap gue."
"Apa itu?"
"Bokap gue selingkuh. Bahkan wanita bangsat itu sudah punya anak hasil dari bokap gue." rahang Ferdo mengeras, bertanda dia sedang dalma mode marah. Luna juga melihat kedua tangan Ferdo terkepal kuat. Urat-urat tangannya kelihatan, dan air matanya pun perlahan jatuh. Dan untuk pertama kalinya dia melihat Ferdo serapuh ini.
"Dan lo ingat kan orang tua gue datang pas gue sama Viko bertengkar?" Luna mengangguk. Dia masih ingat tentang kejadian itu.
"Itu ayah tiri gue." Luna mebelalakkan matanya, kaget. Pantas saja pas dia melihat ayah nya Ferdo di sekolah tidak ada miripnya sama sekali.
Masalah yang dia alami rupanya tidak sebanding dengan masalah yang dialami Ferdo. Hal ini membuat Luna merasa bersalah karena sudah mengungkit masalalu. Karena bagi Luna ini privasi.
" Gue minta maaf kalau gue bahas masalalu lo. Tadi gue hanya nanya. Gue mau cerita ke lo."
"Gak usah merasa bersalah lo. Lo gak ada ngelakuin apapun. Gue aja yang mau cerita ke lo. Satu hal yang harus lo tahu."
"Lo masi beruntung punya keluarga. Sekejam apapun perlakuan mereka, bersabar. Hadapi semuanya. Jangan kabur. Itu tidak akan menyelesaikan semuanya. Gue tahu capek rasanya dibawah tekanan orang tua. Capek banget. Tapi lo harus jalani itu. Biar Tuhan yang akan mengurus semua ini. Lo hanya bisa bersabar dan berdoa. Jangan menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi sama lo. Manusia hanya bisa berencana, namun Tuhan tidak. Tuhan bisa melakukan segalanya. Jika menurut lo ga baik, tapi bagi Tuhan itu baik."
Luna menghayati semua perkataan Ferdo. Ada benarnya juga, namun apakah dengan sekembalinya dia ke rumah itu akan mengembalikan ssmuanya? Apakah mereka akan menghargai Luna sebagai anaknya, atau bahkan lebih parah lagi?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...