1/8

1K 119 6
                                    

𖥻𖥻𖥻

"Berhenti disitu Kenma!"

Pemuda yang dipanggil namanya terhenti sejanak. Suara nan nyaring menggelegar sepanjang koridor sekolah membuat telinganya terdengung.

Tanpa mau menurut, ia kembali melangkah, kali ini dipercepat. Tidak perlu repot-repot menoleh sekedar memastikan si pemanggil, sebab pada dasarnya suara barusan amat diketahuinya. Hari-hari tak pernah luput didengar.

Merasa ada pergerakan buru-buru dari arah belakang. Hingga tubuhnya dibuat berbalik dengan satu tarikan pada lengan tangan kanannya.

Langsung ia dihadiahi tatapan tajam dari puan dihadapan.

"Kau semalam begadang untuk main game lagi, 'kan?!"

Pertanyaan disertai nada kesal segara dijawab gelengan kuat.

"Bohong! Semalam aku lihat lampu kamarmu masih menyala."

"Itu karena aku sedang belajar."

"Kau tidak bisa membohongiku, Kenma."

Habisnya, alasan yang diberi Kenma ketara tidak benar. [Name] tahu dengan pasti, Kenma itu gemar sekali main game.

[Name] menarik napas panjang sambil menggelengkan kepala tak habis pikir. "Sebentar lagi ada ujian, kurangi main game. Aku sudah sering memperingatimu."

"Iya."

"Jangan hanya balas iya, kau harus kurangi main game. Banyak-banyak belajar dan tidur yang cukup juga." [Name] menatap lurus tepat pada netra Kenma tanpa berkedip ketika berujar. "Mengerti?"

"Mengerti."

Kenma hanya menurut, sebab itu yang ia bisa. Lagipun mau membantah akan ribet lagi urusannya. Sifat tetangga sebelah rumahnya itu memang menjengkelkan.

Tapi, Kenma tidak membencinya.

════

"Bagaimana bisa tugas matematika-mu mendapat nilai sembilan puluh?" [Name] memperotes bersamaan kembali membandingkan hasil jawaban keduanya.

"Sudah aku bilang, karena aku belajar," balas Kenma singkat. Kemudian laki-laki itu mengeluarkan handheld game console yang biasa dibawanya kapanpun.

"Bohong."

Kenma melirik sebentar, cuma-cuma untuk mempertemukan kedua netra mereka. "Memang benar semalam aku main game. Tapi aku juga belajar, walau cuma sebentar."

Mendengar Kenma membalas demikian tetap tidak bisa menghilangkan rasa kesalnya.  Nilai mereka berbeda lima angka saja, bagi [Name] itu perbedaan yang jauh.

"Lihat saja, tugas berikutnya aku akan dapat nilai sempurna."

Kenma sudah tenggelam dalam permainan, kasih balas ujaran [Name] dengan gumanan tidak jelas.

"Duhh, aku kesal! Kenapa nilaiku tak pernah ada peningkatan, selalu saja begini."

Setelah dengar rengekan macam gitu, Kenma menghela napas panjang. [Name] tak pernah mengontrol suaranya dengan baik, untung saja kelas sedang sepi.

"Kau tidak bawa bekal, ya?"

"Tidak."

"Kau lapar?"

"Tentu saja."

"Pergilah ke kantin."

[Name] mengembungkan kedua pipinya. "Tidak mau."

"Kau harus makan, sebab jika lapar kau itu dua kali lebih berisik," timpal Kenma lagi.

"Kalau begitu ayo temani aku ke kantin."

Fokus Kenma yang semula tertuju pada game teralihkan tiba-tiba. Sekali lagi ia menghela napas, baru kemudian mengangguk pelan sebagai jawaban. Tak lama perempuan yang duduk di depannya menyunggingkan senyum manis.

[Name] tahu pasti, Kenma itu baik. Laki-laki itu tidak pernah mengabaikannya.

▬▬▬▬

accompany ✓ | kozume kenmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang