2/8

725 96 5
                                    

𖥻𖥻𖥻

"Kau tidak latihan voli?"

"Tidak."

"Kau tidak sedang membolos, 'kan?" tanya [Name] sekali lagi, sekarang disertai dengan tatapan menelisik.

"Hari ini libur," sahut Kenma.

[Name] menangguk percaya. Sembari berjalan pulang beriringan bersama Kenma, pikirannya dibawa ingat dimana Kenma jatuh sakit ketika habis bertanding. Sungguh menggemaskan Kenma kala itu. Seharian [Name] menemani Kenma hingga kondisinya benar-benar pulih.

Selang beberapa menit kehing melanda dalam perjalanan, [Name] mempercepat langkah hingga berdiri tepat di depan Kenma. "Setelah ini kau ada acara?"

"Aku sibuk."

"Sibuk?" ulang [Name]. "Sibuk kenapa?"

"Aku mau tidur siang." Kenma membalas seadanya. [Name] bida lihat dari sisi manapun, kalau Kenma memang benar-benar butuh tidur, kantung matanya lebih parah dari sebelum.

Akhirnya [Name] menyetujui. Lagipula dirinya juga perlu istirahat, sebab semalam tidur tidak bida benar-benar nyenyak. Kerap kali terbangun, makanya [Name] tahu ketika tengah malam lampu kamar Kenma menyala.

Mereka berdua adalah tetangga, sudah sejak dulu. Awal mulanya mereka bisa dekat, [Name] tidak terlalu ingat. Tahu-tahu sudah seperti ini.

════

Sepulang sekolah [Name] putuskan untuk belajar, namun tak tahu kenapa ia kesulitan konsentrasi. Mungkin ia butuh tidur, baru habis bangun keadaannya akan segar dan bisa fokus belajar.

Sudah dicoba untuk tidur, tapi [Name] kesulitan. [Name] sering memarahi Kenma saat laki-laki itu tidak teratur waktu tidurnya. Sekarang ini, malah dirinya ikut-ikutan.

Kalau sampai nanti malam tidurnya tidak bisa nyenyak, dan terus-menerus bangun tengah malam, bisa-bisa [Name] mendapat kantung mata macam milik Kenma. Duh, [Name] tidak mau, menampilannya akan jelek.

Setelah bertarung dalam pikiran, untuk memutuskan kegiatan apa yang perlu [Name] habiskan sore ini menghasilkan keputusan lebih baik ia menonton film. Setidaknya ia perlu bersantai dahulu.

[Name] ingat pernah beli kaset film romansa yang belum sempat ia menonton. Setelah dicari-cari baru diingatnya, bahwa kaset tersebut ada do rumah Kenma, sebab belum lama ini [Name] ajak Kenma nonton bersama, namun laki-laki itu sedang sakit.

Makanya sekarang [Name] bergegas pergi ke rumah Kenma. Tahu pintu depan tidak ditutup rapat, [Name] pelan-pelan masuk. Pertama, ia mengintip dulu apakah ada orang di dalam ruang tamu. Karena tidak ada siapa-siapa, dengan tidak sopan [Name] masuk.

Kalau sepi begini berarti orang tua Kenma tidak sedang di rumah. [Name] pilih pergi ke kamar Kenma dulu yang kondisi pintunya sama-sama tidak tertutup rapat seperti pintu depan. Sekali lagi, [Name] mengintip.

Detik itu juga [Name] mengeluh, lalu berganti mencibir. Lagi-lagi Kenma bermain game, hidup lelaki itu tidak pernah jauh-jauh dari game.

"Kenma!"

Yang dipanggil dengan cepat tersentak terkejut. Kenma menoleh pelan, hingga kedua netra mereka berserobok, dengan Kenma yang menatap datar dan [Name] yang menatap tajam.

"Mana yang katanya mau tidur siang?" [Name] berjalan masuk dengan bersedekap dada.

Dengan satu tarikan napas Kenma menjawab, "Ini 'kan sudah sore, sebentar lagi malam."

[Name] menurunkan tangannya, kemudian ambil duduk di sebelah Kenma. "Benar juga.. eh— tapi kau sudah tidur siang, 'kan?"

Kenma yang sudah kembali hendak fokus game melirik pada netra [Name] sekilas. "Sudah, walau hanya sebentar saja."

"Baguslah.." ucap [Name] selanjutnya. "Oh ya, aku kemari untuk mengambil kaset film-ku yang belum lama aku beli ini."

"Ada disana," balas Kenma sambil menunjuk melalui dagunya.

Sebelum benar-benar beranjak dari duduknya, [Name] berujar lagi. "Karena aku sudah disini, jadi ayo menonton film bersama."

"Tidak mau."

[Name] menatap tajam, ia kembali bersuara kali ini dengan penuh tekanan. "Ayo menonton film bersama."

Kalau begini Kenma tidak bisa menolak, dengan pasrah ia mengagguk pelan dua kali. [Name] yang puas akan jawaban Kenma tidak bisa menggentikan senyumnya yang tiba-tiba mengembang.

  
  
 

 
 

 
 

 
 
 
Akhirnya mereka berdua menonton film bersama, [Name] amat serius menonton, ia tidak mau ada yang terlewat pada tiap-tiap adegan. Mungkin Kenma tidak serius menonton, tapi yang terpenting laki-laki itu mau menemaninya.

Sekitar lima belas menit kemudian, [Name] merasa bahu kanannya terasa berat. Sedikit tersentak, lalu pelan-pelan ia melihat ke samping.

Seketika napas [Name] tertahan saat tahu Kenma tertidur dengan bersandar pada bahunya.

﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌

accompany ✓ | kozume kenmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang