Part 2

10.7K 986 54
                                    

Mark sangat protektif terhadap Haechan.

Tetapi Haechan tidak yakin apakah itu bahkan menjadi kata yang tepat saat Mark telah menjadi lebih...posesif.

Ada saat-saat ketika Haechan ingin pergi setelah sekolah dengan teman-temannya, tapi Mark tidak membolehkannya. Haechan sudah meminta dengan cara paling manis untuk meyakinkan Mark kalau dia akan baik-baik saja, cuma ada Jaemin dan Jeno, Mark bisa menjemputnya nanti di mal dan mereka akan pulang ke rumah bersama-sama sesudahnya. Tapi Mark dengan keras kepalanya mengatakan tidak.

Tidak, Haechan harus menunggunya jika dia ingin pergi atau dia tidak boleh pergi sama sekali.

Terkadang Haechan bertanya-tanya apakah Mark punya waktu untuk mengurus dirinya sendiri karena semua yang Mark lakukan hanyalah mengekangnya.

Jaemin melihat ekspresi sedih yang terpahat di wajah Haechan lalu mendesah.

"Haechan," ujar Jaemin cemas. "Lo bukan anak kecil lagi. Lo bisa pergi sendiri. Gue tahu kalo dia pacar lo tapi... tapi ini keliatannya udah nggak bener."

Haechan tampak berpikir. "Nggak Jaemin, gapapa. Kalian pergi aja duluan. Gue nunggu Mark."

Jaemin menekan bibirnya menjadi garis tipis. "Lo yakin?"

"Iya," Haechan tersenyum dan memukul bahu temannya ringan. "Duluan aja."

Jaemin kemudian memandang mata Jeno untuk memberinya dukungan tapi pacarnya hanya mengangkat bahu sebagai jawaban. "Yaudah, kita tunggu lo berdua disana ya."

"Eh jangan, maksud gue kalian langsung nonton aja, kadang Mark datengnya bisa agak sore banget, nanti kalian pulangnya kemaleman. Kita ketemu abis kalian nonton aja ya."

Jaemin tidak benar-benar yakin dengan senyumnya Haechan tapi kemudian ia merasa pacarnya menarik-narik lengannya. Jaemin kemudian mengucapkan selamat tinggal pada Haechan sebelum berjalan pergi dengan tangan Jeno yang menggengamnya. Ketika mereka cukup jauh, Jaemin menemukan dirinya berbisik, "Kok jadi gini sih? Haechan butuh kita."

"Nggak" jawab Jeno. "Dia butuh Mark."

Jaemin terdiam setelah mendengar jawaban Jeno dan memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa,

.

.

.

Tahun-tahun SMA berlalu dalam sekejap mata.

Mereka memutuskan untuk berkuliah di tempat yang sama, lalu belakangan ini ia mengetahui bahwa Haechan banyak ditaksir oleh seniornya di kampus, Mark pun menjadi panik. Haechan yang selalu menyebutkan semua nama teman barunya sekarang tidak membantu banyak lagi. Mark mengatakan pada Haechan bahwa ia harus berjanji padanya untuk mengatakan semua hal yang ia lakukan saat Mark tidak ada, Haechan harus melaporkan seluruh kegiatannya pada pacarnya itu. Dia kesal karena ia menyadari bahwa Haechan semakin menjadi cantik selama beberapa tahun terakhir. Dia bahkan lebih cantik dari gadis-gadis seusianya—melupakan fakta bahwa ia adalah seorang laki-laki.

Meskipun hal tersebut membuat Mark sangat bangga, tapi ia juga sangat takut. Bagaimana jika seseorang yang lebih baik dari dia datang dan tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mempertahankan Haechan disisinya?

Terkadang Haechan bertanya-tanya pada dirinya apa yang membuat Mark selalu tampak gelisah. Haechan telah melakukan segalanya yang Mark minta dan tidak ada rahasia di antara mereka, Haechan tidak pernah membiarkan siapa pun menyentuhnya kecuali Mark. Hati Haechan hanya untuk Mark dan dia tidak menyampaikan hal-hal itu secara menyeluruh karena ia tak tahu bagaimana caranya.

Jadi, ketika orang tua Mark datang ke rumahnya untuk berbicara tentang pernikahan mereka, Haechan tertegun.

Saat itu Haechan berada di kamarnya dengan pintu sedikit terbuka, mendengarkan percakapan yang tenang di ruang tamu. Haechan mendengar suara Mark yang samar-saamar, kental dengan tekad dan keyakinan. Dia merasa ingin menangis terharu ketika Mark mengatakan kepada orangtuanya bahwa itu murrni keinginannya dan tidak ada yang memaksanya untuk menikahi Haechan.

POSESIF | MARKHYUCK FIC [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang