ELISA meremas tali paper bag yang ada di tangannya. Entah mengapa dia tiba-tiba gugup begitu sampai di rumah sakit yang diberitahu oleh Andin tentang keberadaan Frans. Di menatap ragu bawaannya itu sembari mematung di sana hingga beberapa menit. Setelah berdiam diri cukup lama, Elisa kembali melangkah memasuki rumah sakit itu dengan percaya diri. Dia tidak akan membiarkan rasa gugup mengalahkan rasa percaya diri yang selalu menjadi andalannya.
Seperti biasanya, Elisa selalu saja dihujani tatapan dan bisikan kagum dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Dia sudah tidak risih dengan tatapan lapar yang ditujukan pria dengan pikiran mesum di sana karena sebagai mantan pramugari, dia sudah bosan menghadapi penumpang dyang bermacam-macam membuatnya kebal dengan berbagai macam pria di dunia ini.
Sembari mencari kamar bernomor 56 sesuai dengan instruksi dari Andin, Elisa sesekali mengedar pandangannya seraya bersenandung pelan. Tidak tahu apa alasannya hingga mood-nya sangat baik saat ini. Cukup lama berkeliling untuk menemukan kamar itu, Elisa akhirnya sampai di kamar yang dimaksud. Dia berdiri di hadapan pintu dengan nama pasien Era Gisella--yang mungkin adalah nama mama Frans.
Elisa mengetuk pelan pintu yang ada di depannya lalu membukanya perlahan saat tidak mendengar suaara dari dalam sana. Ia masuk ke dalam ruangan itu dan matanya langsung tertuju pada seorang wanita yang terbaring tidak sadarkan diri di atas ranjang. Seluruh tubuh wanita itu dipenuhi alat-alat medis yang Elisa tidak tahu apa itu. Sembari melangkah, ia mengedar pandangannya mencari keberadaan Frans. Dia pikir pria itu akan berada di sana karena tujuan kedatangannya hanyalah untuk memberi paper bag itu kepada Frans.
Dia pun meletakkan paper bag itu di atas meja lalu mendekat pada ranjang di kamar itu. Dia menatap wanita yang dia yakini adalah mama Frans itu lekat. Tanpa sadar senyum tipis terbentuk di wajah cantik Elisa. Dia bisa merasakan kedamaian di dalam di tidur wanita yang tidak ia ketahui apa sebenarnya penyakitnya. Jika dilihat-lihat lagi, wanita itu sangat mirip dengan Frans. Baik dari bentuk hidung, mata, hingga rahangnya yang cukup tirus.
"Elisa?"
Spontan Elisa menoleh saat mendengar namanya disebut seseorang dan ternyata itu Frans yang terlihat agak berbeda dari biasanya yang dia lihat. Pria itu terlihat berantakan dengan rambut acak-acakan dan wajah yang terlihat kusam ditambah kantong mata yang terlihat jelas di sana. Tampaknya pria itu mengalami masa sulit semalaman.
"Ah, Frans," ucap Elisa gugup dan sedikit canggung.
"Kenapa kau kemari?" tanya Frans santai seraya mengambil vas bunga kosong di kamar itu lalu mengisinya dengan air kemudian meletakkan beberapa jenis bunga di sana.
"Oh, kak Andin minta aku antar ini, kebetulan lewat dari sini juga," ucap Elisa menunjuk paper bag yang tadi dia bawa. Ia berbohong tentang dia lewat di sana padahal dia datang ke sana untuk mengantar barang Frans dan sekalian untuk... melihat Frans. Jangan berpikir yang lain, sungguh aneh rasanya jika tidak melihat wajah dingin dan jutek Frans di kantor untuk sehari saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Romance[SEQUEL OF LOVELY HUSBAND] Bagi seorang Elisa Sherlyn Hardikusuma, tak akan lagi dia percaya akan janji. Sebab janji itu hanya akan menimbulkan luka tanpa obat saat yang berjanji tidak menepati janjinya lalu pergi dengan janji yang hanya akan mengga...