DM || Bagian 31

15.7K 1.8K 160
                                    

"Saya minta maaf."

Pak Saleh terduduk. Pria itu mengusap darah yang membanjiri mulutnya sebelum menatap nanar jasad Abas yang tergeletak. Pria itu menatap sendu. Penuh penyesalan. Terlambat. Pak Saleh kira, dirinya bisa menyelamatkan semua orang hari ini. Perjanjian terhapus dan tidak akan ada nyawa yang menghilang.

Tapi nyatanya, tanah lapang ini menjadi saksi orang - orang yang saling membantai satu sama lain.

Pak Saleh berjalan tertatih. Dia bersimpuh di depan Abas yang terpejam rapat. Tubuhnya dingin dan nampak pucat meskipun bercak darah nyaris mendominasi warna. "Saya sungguh menyesal tidak bisa menghentikan Rasim untuk berbuat nekat. Saya benar - benar ikut berduka atas kematian Abas. Saya sungguh minta maaf. Abas pemuda yang sangat baik. Saya sungguh menyesal dan menyayangkan kepergiannya."

Isak tangis dan rintik hujan menjadi jawaban dari segala ucapan Pak Saleh.

Tidak ada yang mau menjawab. Semua enggan. Kematian Abas rasanya menjadi pukulan terdalam. Berjanji untuk keluar bersama yang nyatanya Abas dulu yang pertama meninggalkan mereka.

'Kraak!'

Semua orang yang sedang berkabung itu menoleh. Menatap pias bayangan hitam yang perlahan mulai menjelma menjadi sosok bertanduk besar. Menggeram marah. Iblis itu menunjukkan wujud aslinya.

"Kalian pergi!"

Pak Saleh tiba - tiba menggertak. Dia menarik paksa lengan Yuta dan Kamal untuk berdiri. Setelahnya, Pak Saleh turut memaksa Isabel dan Riri yang masih menunduk dalam tangisnya untuk bergerak. "Iblis itu kembali untuk menuntut balas. Semua karena saya masih hidup. Saya masih mengunci kalian. Sekarang kalian cepat pergi! Lari!"

Yuta mengangkat wajahnya. Matanya nampak sembab dan memerah. "Tapi kemana kita harus pergi, Pak?"

"Kalian ingat apa yang saya bilang di malam saya dan Rasim mempergoki kalian di sini waktu itu?" Pak Saleh nampak terburu. Pria itu merentangkan tangannya. Menghalau energi negatif yang hendak menyerang Isabel dan Riri. Membiarkan roh hitam itu terserap ke dalam tubuhnya.

"Malam itu?" Kamal mencoba mengingat - ingat. "Perhatikan tandanya?"

"Perhatikan tandanya! Semua tanda yang sudah saya buat di sekeliling hutan untuk menuntun kalian keluar! Temukan tandanya!" Pak Saleh memekik. Dia berjalan mundur untuk mengambil kapak tajam yang tergeletak begitu saja di tanah. "Cepat lari! Pergi sekarang! Pergi atau kalian akan mati!"

Yuta dan Kamal serempak mengganguk. Kedua pemuda itu segera menarik Isabel dan Riri untuk menjauh. Memicing ketika merasakan hawa tak nyaman dari iblis hitam yang kini berperang dengan Pak Saleh.

"Tapi Abas? Abas! Kita enggak bisa ninggalin Abas! Kita udah janji untuk keluar bareng!" Riri histeris. Dia mencoba menggengam lengan Abas yang terkulai lemas.

"Sadar, Ri!" Kamal berteriak kencang. Pemuda itu menggoyang kencang bahu Riri. Memaksa gadis itu untuk tersadar. "Abas udah mati! Sampai kapan kamu mau kayak gini, hah?! Abas berusaha keras supaya kamu bisa keluar dari desa. Dan sekarang, jangan sia - siain usaha dia!"

"Kita enggak punya banyak waktu!" Yuta berbalik. Dia memapah Isabel untuk berlari. "Cepet lari!"

Tak menunggu respon lagi, Kamal berdecak kesal. Dia menarik paksa lengan Riri untuk bersandar di punggungnya. Menggendongnya. Begini lebih baik daripada menunggu gadis itu melangkahkan kaki.

"Kita nggak bisa ninggalin Abas! Abas! Kita harus bawa Abas pergi juga!"

Kamal hanya bisa diam. Dia tau benar perasaan Riri sekarang. Hancur. Amat sangat hancur.

Desa Mati [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang