Say, Good Bye!

79 6 6
                                    

Aku sudah meraih kelulusan Sekolah Menengah Akhir saat minggu lalu. Dan kini sudah memiliki perangkat komunikasi berupa ponsel layar sentuh. Aku juga sudah menerima emali milik Amira dari Cika-teman lamaku di Batam. Tapi aku... tidak berani menghubunginya. Aku takut dia akan marah. Tentu marah besar! Aku tidak berbicara apapun tentang perpindahan. Dan tiba-tiba hilang begitu saja. Jika aku yang berada diposisinya, tentu aku juga akan marah besar pada diriku yang sekarang ini.

Kehidupan sekolahku di Sleman, Yogyakarta tidak se-tenang saat aku sekolah bertahun-tahun di Kota Batam. Menjadi murid baru yang menyingkirkan seluruh peringkat dan upaya murid lama, membuat beberapa orang yang berpengaruh, memiliki tatapan benci yang begitu mendalam padaku. Ada dua golongan yang terbagi menurut kedatanganku. Pertama, seperti biasa. Adalah golongan orang-orang yang selalu mengatakan bahwa dirinya iri melihatku yang katanya 'Sempurna' ini. Selalu membesar-besarkan apapun yang kulakukan. Tanpa mengetahui yang sesungguhnya.

Dan kini, ada golongan yang kedua. Yaitu golongan orang-orang yang pada awalnya berada pada peringkat unggul. Merupakan seorang juara. Menjadi teladan, dan juga, mereka sangat terpandang. Namun 'Katanya' aku mengesampingkan seluruh jerih payah mereka. Maka aku semakin merasakan pahitnya kehidupan. Mendapat perlakuan buruk dan hina dibalik tabir penglihatan semua orang. Aku ditindak dengan kekerasan oleh golongan orang kedua ini.

Tapi aku harus tetap kuat. Walau ada golongan pertama, tapi tidak ada sosok yang seperti Amira. Maka aku harus lebih kuat menanggapi dunia yang begitu kejam padaku ini. Karena, tolak pelindungku yang sebelumnya. Telah pergi jauh. Dan tanpa sepengetahuan yang lain. Aku hanya menampilkan senyum simpul dibalik sayatan pedih dalam hatiku.

Tidak peduli, seberapa besar usaha orang-orang untuk memanjat ketinggian tebing kokohku. Tidak peduli, seberapa besar usaha orang-orang untuk menghancurkan perisai baja kuat milikku. Tidak peduli, seberapa sering mereka mengucapkan kata-kata kasar dan rendah pada diriku. Aku tidak akan takut. Aku tidak akan ciut. Dunia yang keras ini mengajarkanku, bahwa aku harus tetap kuat. Bahwa aku harus bisa terus berpikir sehat. Dan... jangan pernah mudah percaya pada apapun dan siapapun. Karena kini, aku merasa lebih baik aku memendam seluruh masalahku. Lebih baik aku bungkam pada dunia. Daripada jika dunia tahu, tapi membalasnya dengan hal yang lebih buruk. Maka, cukuplah hal buruk yang seperti ini saja. Aku yakin, aku akan kuat.

"Hawa nggak kuat..."

Aku menitikkan buliran air mata ditengah riuhnya suara hujan di luar. Aku lagi-lagi hanya bisa menangis pelan. Hanya saja, untuk akhir-akhir waktu ini lebih jarang melakukannya jika dibandingkan dengan saat aku masih Sekolah Menengah Pertama.

"Kamu memang... memang orang paling BODOH di dunia ini, Hawa! Apa kamu pikir... diam seribu bahasa bisa bikin kamu makin tenang dan baik-baik aja, hah?!" aku menggerutu kesal pada diriku sendiri. Menghina diriku sendiri. Bahkan aku juga merasa jijik pada diriku sendiri.

Lebih baik aku mati saja. Jika memang tidak ada tujuan atas lahirnya diriku, lantas kenapa aku terlahir di dunia?! Aku... rasanya ingin mati saja.

****

Kini, sudah beberapa hari berlalu, setelah kejadian aku menangis di malam hari. Saat itu, dalam keadaan hujan, di Kab. Sleman, Yogyakarta, tepat di cafe kecil. Dengan memendam suara dan menggerutu kesal dalam hati. Bahkan menghina diri sendiri dan bersumpah-sumpah ingin mati saja. Aku hanya benar-benar sedang 'Gila' saja-saat itu.

Aku tiba-tiba terperanjat kaget saat tahu kabar burung dari Cika tadi-bahwa Amira mendapatkan kuliah di Jakarta. Ia lulus saat daftar di sana dan sudah lama berangkat ke Jakarta. Aku bingung. Antara aku sedang senang, takut, dan juga entahlah... aku senang karena aku dan Amira satu pulau. Akan lebih mudah jika ingin bertemu. Aku bingung harus bagaimana setelah tahu kabarnya. Haruskah aku pura-pura tidak tahu. Atau aku harus datang. Dan aku takut. Jika aku menemuinya, apa Amira akan memaafkanku?

Iringi Aku HIJRAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang