[1 : A Day Before]

1.3K 154 329
                                    

|| Levanter ||

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|| Levanter ||

|| Chapter 1 : A Day Before ||

. . .

[Mulai chapter ini, tolong diperhatikan baik-baik latar waktu dan sudut pandang yang aku gunakan, ya.]

.

.

.

"changbin, katakan padaku, ini bukan ulahmu, bukan?"

aku menolehkan kepalaku dan mendapati jeongyeon, kakak perempuanku yang berjalan menuruni tangga dengan langkah tergesa-gesa, masih dengan baju tidur abu-abunya serta rambut yang acak-acakan.

"apa?" aku balik bertanya sambil terus menyuap sereal ke dalam mulut.

tanpa permisi, ia menggeser layar hologram yang berada di depan kami hingga berganti menjadi channel yang menampilkan cuplikan suatu berita terkini pagi itu.

"seorang siswi tingkat akhir berinisial yn yang berasal dari aurora high school ditemukan tewas setelah terjatuh dari lantai paling atas sebuah bar di kawasan xx. salah seorang pelayan bar tersebut mengaku sempat melihat siswi tersebut menangis dengan begitu histeris sebelum—"

pip

aku menjentikkan jari dan layar hologram itu dengan cepat menghilang. menyisakan aku yang masih menutup mulut, sesekali mengunyah sarapanku, dan jeongyeon yang mengacak rambutnya frustasi sembari menghembuskan nafasnya kasar.

"changbin, sudah kuperingatkan, bukan," ujarnya, memijat pelipisnya sebentar, menuangkan susu ke dalam gelas, lalu duduk di hadapanku.

"bukan aku yang membunuhnya." aku menjawab pelan, namun aku yakin dia masih dapat mendengar suaraku dengan jelas.

"ya, tapi kau mengundang memori buruknya kembali hingga dia berhalusinasi dan melompat dari atas bar itu, bukan?"

"well, dengar, ya, nuna. aku hanya mempelajari beberapa hal dari ayah."

"dan mempraktikkannya kembali apa-apa yang selama ini pernah dia lakukan kepada ibu."

jeongyeon membulatkan matanya, "a-apa?!"

"kau tahu sendiri, bukan, aku paling tidak suka jika ada orang lain yang berusaha mencari tahu tentang kehidupan pribadiku."

aku menarik kedua bibirku, membentuk sebuah seringai, "dan dia telah memilih akhir hidupnya sendiri dengan membuntutiku ketika aku berganti baju di ruang olahraga."

"dan tahukah kau apa bagian terburuknya? si keparat itu berhasil mengambil foto bekas lukaku dan menyebarluaskan berita tidak benar di mading sekolah."

[1] levanter. | hiatus.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang