[5 : Slice of Memory]

596 97 196
                                    

[Jangan lupa bacanya sambil dengerin lagu yang udah aku cantumin di atas, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Jangan lupa bacanya sambil dengerin lagu yang udah aku cantumin di atas, ya.
Use an earphone to get a better feeling tho.]

. . .

|| Levanter ||

. . .

|| Chapter 5 : Slice of Memory ||

. . .

aku bisa rasakan peluh yang membanjiri pelipisku ketika ingatanku ditarik kembali untuk mengulang kejadian paling pilu dalam hidupku.

benar, ketika kami semua kehilangan sosok wooyoung, adik lelakiku yang hanya berselisih setahun di bawahku. sosoknya yang terbuka dan ceria sangat bertolak belakang denganku yang cenderung tertutup dan tidak suka diusik. meski kami berdua sering diibaratkan seperti kutub utara dan selatan, namun hanya dialah yang bisa aku sebut sebagai teman bermain, juga tempat aku membagikan keluh kesah tentang beraneka macam hal yang datang silih berganti dalam hidupku.

nyatanya, sekeras apapun aku berusaha ikhlas menerima takdir semesta, luka itu masih tetap setia dan bahkan rasa perihnya juga masih sangat kentara.

ah, hari itu, kami sekeluarga tengah dalam perjalanan pulang setelah pergi berlibur ke suatu pulau dengan pesawat pribadi ayah. canda dan tawa tak juga luput untuk sempurnakan momen langka kami saat itu. jeongyeon dan aku juga bersepakat untuk mencoba memulai membuka diri kepada ayah dan ibu, perihal minat kami berdua yang melenceng dengan kehendak ayah.

wooyoung yang saat itu duduk persis di sampingku memegang tanganku, mencoba memberitahuku bahwa semuanya akan berjalan baik-baik saja. aku tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangan kepada jeongyeon yang duduk di seberangku, yang wajahnya nampak pucat, dia sangat gugup. kami berdua lalu memberikan beberapa kata-kata penyemangat tanpa suara untuknya, hingga ia akhirnya angkat bicara.

"bu, yah, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan,"

ibu menelan steaknya sebentar, membersihkan remah-remah di sekitar mulutnya dengan sapu tangan sebelum merespon, "oh, ya? apa itu, sayang?"

oh, suara ibu sangat manis seperti vanilla dan juga lembut sekali, aku bisa rasakan diriku juga ikut menghangat; saat melihat senyum kecil terbit di wajah jeongyeon, menggantikan kegugupannya yang tadi sempat singgah.

"setahun belakangan ini aku telah mengikuti kelas merancang busana secara online. aku minta maaf sebab tidak meminta izin terlebih dahulu kepada kalian."

ibu diam di tempat, tapi aku yakin ia pasti tidak akan marah terhadap jeongyeon. sebab ibu adalah sosok malaikat yang begitu perhatian dan pengertian kepada kami bertiga, buah hatinya. selama ini, ibu tidak pernah bersikap kasar kepada kami.

[1] levanter. | hiatus.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang