Ketika cinta terhalang jarak dan waktu...
Betapa sakitnya menahan pilu...
Sungguh hati ini merindu...
Entah kapan bisa bertemu...
Kasih...betapa kumencintaimu....
1. Rindu
Menikmati pagi diatas kasur dengan iringan lagu dibalur kesejukan angin dari ac 1 PK dalam ruangan wangi kopi kesukaanku adalah kebiasaan yang menyenangkan. Semakin disempurnakan dengan tanggal merah yang artinya aku bisa menikmatinya dengan leluasa tanpa takut dengan waktu yang berdetak untuk menyuruhku segera bangkit dan berlalu dari kemalasanku menuju gerbang sekolah. "riiiin....." suara mami terdengar lebih kencang dari terompet tahun baru dan membuyarkan lamunanku yang sedari tadi entah melambung kemana. Sialnya, ini yang kedua kalinya panggilannya ditujukan padaku anak ragil yang terkenal manja dan sedikit susah diatur dan artinya aku harus segera bergegas jika tak ingin mendapat jeweran ditelingaku.
"Iya mi...sabaaaar" sambil beranjak dari kasur bergegas kutemui mami yang sedang sibuk didapur. Begitu bayanganku tampak mami langsung menyodorkan kangkung yang masih terbungkus dalam plastik dan itu artinya aku harus membantunya meski sekedar memotong-motong sayuran. "Sudah jam berapa rin...., bantu mami didapur dong sayang. Anak gadis klo jam 8 masih dikasur ga baik. Nanti rejekimu lari susah dapat jodoh loh. Mau kamu jadi perawan tua?" Celoteh mami sambil menggoreng udang kesukaanku. Sambil mengambil wadah untuk sayur kangkung yang akan kupotong sekaligus mulut ikut mengunyah udang goreng tepung kesukaanku yang ada dimeja makan. Dan lirikan mata mami seperti biasa sambil kembali melanjutkan celotehannya"nanti kamu kenyang ga makan nasi kalo udangnya di ganyangin terus".
Sambil tetap mengunyah udang kuyakinkan mami klo udang yang kumakan hanya sedikit hihihi tawaku kecil. "dikit aja mi udangnya kuincip..." Gelengan kepala mami seakan tak percaya dengan jawabanku. Kulanjutkan kembali tugasku untuk memotong-motong kangkung kesukaanku dan papa. Hanya saja satu yang tidak kusuka, dan benar saja, "auuuuuw..." teriakku kencang. Mami yang terkaget melotot memandangku. "kenapa rin? Sukanya bikin mami kaget aja". "Ituuuuu miiii....", sambil kutunjuk di sayur kangkung yang ada didepanku. "aaaapaaa....?" dengan suara kesal mami minta penjelasanku. "ituuuu naaah....." kutunjuk kearah sayuran yang ada dibawah lantai sambil aku berdiri menjauh dari sayur kangkung yang tinggal separohnya saja belum terpotong. Mami mendekat dan mengambil tissue untuk mengambil sesuatu diantara sayuran kangkung itu. Hiiiiii....bergidik aku melihatnya. Ketakutanku adalah melihat binatang-binatang melata diantaranya yang tadi baru saja kulihat mirip cacing kecil tapi seperti lintah...hiiii lebih menyeramkan dari zombie di serial Walking Dead, tak usahlah aku bayangkan rupanya, karna akan semakin merontokkan tulang-tulang sendiku dan membuatku tak kuat menyanggah tubuh langsingku.
Dan sesuatu tadi yang kutakutkan menjadi alasanku untuk menghindari pekerjaan membantu mami yang paling tidak kusukai. Sambil mengomel kembali mami akhirnya melepaskanku dari hiruk pikuk dapur yang membosankan. Aku hanya suka hasil akhirnya saja dari bagian rumah yang bernama dapur yaitu masakan lezat mamiku tersayang hahaha. Dengan penuh tawa kemenangan kulanjutkan kembali kegiatan rutinku yang tadi sempat terganggu yaitu bermalas-malasan dikasur sambil buka buka ponselku. Tung teng...bunyi notifikasi charming bell wa kubaca. "riiin....where ar u gaess....?" Wa dari sahabatku Nana. Teman dan sahabatku sejak SMP dan sekarang sama-sama melanjutkan di SMA yang sama. SMA favorit ternama di kota kami. "Masih baring non...napa?" jawabanku. "Yuk nonton basket...ada tournament basket tuh di Atrium..ada kak Rey nah main basket..ga mo lewtin pacarku lg tanding...yuuuuk" rayunya. "okokok baweeel...tak siap2 mandi" kuiyakan ajakannya. Dan kutinggalkan kembali ponselku dikasur tanpa melihat wa dari Nana lagi.
Setelah mandi langsung kulanjutkan makan pagi dan pamitan dengan mami kalo aku ingin menonton tournamen basket. Bergegas kunaiki supra x merahku dan melaju menuju rumah Nana. Setelah sampe sana kuliat raut wajah bahagia nana sahabatku yang sudah tidak sabar melihat idolanya Kak Rey kakak kelas kami yang ikut bermain disana. Melewati kerumunan massa yang sebagian besar adalah remaja seumuranku adalah keasyikan sendiri bagi kami karna bisa sekaligus tebar pesona kali-kali ada cowok ganteng naksir kita hahaha. Satu jam berada disana sebenarnya kurang kunikmati karna sejujurnya aku kurang suka terlalu lama dengan hiruk pikuk keramaian karena memang aku mudah bosan, tapi demi sahabatku ini aku kucoba sedikit menikmati suasana disana.
"Na...tak kekamar kecil ya..beser nah", kusenggol Nana yang tak henti-hentinya menyaksikan pertandingan basket persahabatan yang salah satunya bertanding dengan sma kami. "Yo...sanalah daripada ngompol disini, ga temenku banget tuh", katanya. Bergegas aku mencari kamar kecil ditempat yang penuh dengan remaja seumuranku. Dan tanpa sengaja aku menabrak seseorang yang kuliat tinggi besar. "Emmm...maaf yaa ga sengaja" ucapku, "fine...", jawabannya cuek banget sih, kalah-kalah aku yang terkenal cuek. Kulanjutkan kembali ke tempat dudukku selesai dari toilet yang ga kusanggup berlama-lama disana dengan suguhan wanginya yang sedikit membuat perutku teraduk menangis.
Dan pertandingan kembali dimulai, Nana sedari tadi heboh teriak-teriak dengan semangat empat limanya menyaksikan idolanya sedang bertanding dilapangan yang bernama Kak Rey. Norak banget sahabatku satu nih batinku. Sambil dia menunjuk-nunjuk sosok pria yang tadi kutabrak. "Kak Rey riiiin....keeeren...coba dia jadi pacarku....pokoknya semua yang kuminta kuturuti" katanya. Aku hanya tertawa melihat ulah lucunya tadi. Kuperhatikan sosok cowok tadi yang kutabrak, putih tinggi cakep dan entahlah tiba-tiba akupun seperti melihat sosok pangeran berkuda. Ah sudahlah, batinku menyudahi pikiranku tentang Kak Rey. Aku yang terkenal tomboy kok jadi ikut-ikutan lebay macam Nana batinku kembali.
Next Part 2
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepenggal Rindu
RomanceSebuah kerinduan panjang tak bertepi, dalam cinta yang diam, terhalang oleh jarak dan waktu...akankah dipertemukan dalam elegi cinta yang diharapkan. Cinta dalam balutan keimanan, cinta yang dihalalkan... tanpa adanya ketakutan dalam sebuah dilema.