Pukul 10.00 wita, dan mami kembali mengingatkanku untuk mengecek semua barang-barang bawaanku kembali. Mami selalu kuatir dengan anak manjanya yang akan menimba ilmu di kota besar sendiri bersama Nana sahabatnya yang sama-sama diterima dikampus besar disurabaya dengan jurusan yang sama. Nana sudah memiliki pacar di kota tempat tinggal kami dan sudah lama dia tidak lagi mengidolakan kak Rey. Dia bercerita padaku ketemu dengan Kak Rey saat ada even olahraga dan Kak Rey meminta no waku.
Tiba dibandara, setelah check in, kusuruh Papa dan Mami meninggalkan bandara. Kuyakinkan bahwa kami harus belajar mandiri dan akan baik-baik saja selama disana. Setelah beberapa waktu Papa dan Mami kembali kerumah, kami bergegas menuju ruang tunggu, dan pandanganku tertuju pada sosok tampan didepanku yang tak lain adalah Kak Rey, orang yang selalu kucoba hapuskan dari hatiku. Pangeran tampan berkuda yang hanya layak bersanding dengan putri chantik. Pastinya bukan aku, wanita biasa yang teman-teman bilang aku manis dan menarik, tapi tidak pernah kupercayai. Hanya gurauan untuk menyenangkanku saja pikirku.
"Assalamu'alaikum ukhty..", sapa Kak Rey, kuberanikan diri memandangnya meski jantung ini terasa tak karuan, tapi aku mampu menutupi semua isi hatiku dengan jawaban tenang seakan mencoba menenangkan hati yang sedang berada di negeri awan. "wa'alaikum salam Kak Rey, sudah dari tadi?' tanyaku lagi. "Setengah jaman sudah, sekalian janjian dengan teman kampus yang sama-sama penerbangannya", katanya lagi. Obrolan kami berlanjut seputar dimana nanti aku tinggal selama kuliah disana dan pertanyaanku seputar kondisi kota yang nanti aku tinggali selama disana. Obrolan yang menyenangkan sehingga melupakan bahwa kami berdua adalah orang asing yang harus ada batasan interaksi. Tapi syetan telah memperdaya hati ini, sehingga diskusi makin panjang dan obrolan seakan tidak pernah habis. Dan aku menikmatinya, hatiku berbunga, hatiku bahagia, aku lupa kalo dia ikhwan yang harusnya menundukkan pandangan kepada wanita saat bertemu. Tapi hati ini begitu rindu, begitu terperdaya dengan suasana nyaman dan hangatnya tatapannya saat mata kami beradu dalam perbincangan panjang kehidupan kami.
Suara panggilan penumpang untuk penerbangan yang akan membawa kami ke Surabaya akhirnya menjadi sirine untuk mengakhiri perbincangan kami. Akhirnya kami berjalan menyusuri koridor menuju pesawat yang akan dinaiki. Dan kami berjalan beriringan, entah aku merasa seperti sedang berjalan dengan kekasihku. Kekasih yang selama ini kurindu, yang terpisahkan oleh jarak dan waktu. Dan pertemuan ini seakan ingin kuluapkan semua kerinduanku, pada pria yang tidak ada ikatan apa-apa denganku. Pria pujaan hatiku, yang entah sekedar mampir dihatinya atau hanya menjadi angin lalu. Karna aku adalah wanita bias yang hanya berharap rindu dan cinta darinya, sosok pangeran berkuda.
"Loh, anti duduk disitu?" kata kak Rey yang menyusul duduk disampingku. Ya Allah, ujian keimananku. Aku duduk tepat disamping jendela pesawat dan dia berada disampingku. Aku bingung antara bahagia atau takut. "iya Kak Rey", dengan senyuman manisku kembali kami bertatapan dan ada getar-getar cinta dihatiku yang kembali bersemi setelah sekian waktu kutepiskan jauh dari hidupku. Deggg, berdesir jantungku saat tanpa sengaja saat ia duduk lengannya mengenai bahuku, ada gejolak dihatiku. Dengan sedikit grogi agak bergeser kesamping agar tidak bersentuhan kembali dengannya. Kembali aku beristighfar, aku masih sadar bahwa harus ada hijab diantara kita. Lama kami saling terdiam, hingga Kak Rey memulai mengajakku bicara. "ukhty, afwan..."katanya, "kenapa kak", tanyaku. "Sebenarnya sudah lama ane pingin ketemu", katanya kembali. "emmm..." aku hanya bergumam, dan menunggu ia melanjutkan kata-katanya. "Nanti ada saatnya ada yang mau ane omongkan". Dan kembali kami hening karna saat itu kantukku mulai tak tertahan dan tanpa sadar aku tertidur dengan posisis kepala menyamping di pundak kanannya.
Tersadar setelah aku terbangun mendapati diriku yang tertidur dipundaknya serta merta aku meminta maaf dan membetulkan kembali posisi duduk dan kerudungku yang sedikit berhamburan. Kak Rey hanya tersenyum, dan jantungku makin berdebar kencang. Aku malu dengan yang baru saja terjadi, tapi aku rindu untuk mengulanginya lagi. Dan aku ingin lebih jauh lagi memeluknya erat sepanjang waktu dan tidak ingin melepaskan selamanya. Entahlah kenapa muncul pikiran nakal seperti ini. Kembali aku beristighfar tak pantasnya seorang muslimah berpikir kotor seperti ini. Rindu, ingat....dia bukan suamimu...
Next Part 8
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepenggal Rindu
RomanceSebuah kerinduan panjang tak bertepi, dalam cinta yang diam, terhalang oleh jarak dan waktu...akankah dipertemukan dalam elegi cinta yang diharapkan. Cinta dalam balutan keimanan, cinta yang dihalalkan... tanpa adanya ketakutan dalam sebuah dilema.