Calvin - Limit

85 16 0
                                    

Suara berisik ringtone hp membangunkanku dari tidur siang, atau sore, karena aku baru bisa terlelap saat adzan ashar dari masjid komplek terdengar. Tulisan Mama is calling... terpampang berkedip sesekali di layar. Masih dengan setengah sadar aku mengangkatnya, mama sama papa keluar dek, di dapur udah ada makanan, jangan lupa bangunin abang buka puasa sebentar lagi ya. Aku hanya membalas iya tiap mama selesai berbicara. Kemudian telpon ditutup.

Beranjak dari kasur, aku terduduk kembali. Hari pertama sialan, perutku kram seharian sejak subuh. Syukur sekarang sudah liburan, setidaknya aku bisa rebahan dengan tenang untuk berdamai dengan tamu bulanan ini.

Setelah kramnya sedikit hilang, aku keluar menuju kamar Calvin disebelah, melaksanakan perintah mama. Sampai di kamar Calvin, dia tidak terlihat ada disana. Ranjangnya masih berantakan, sepertinya dia sudah bangun tanpa perlu repot aku tarik seperti biasanya. Akhirnya aku kembali ke kamar untuk mandi.

Sejujurnya, moodku tidak bagus sejak pagi. Selain memang karena haid, sebenarnya semua nilai semester ini baru saja keluar. Hasilnya benar-benar mengecewakan. Esa, pacarku, bahkan terkejut saat aku ceritakan ada dua matakuliahku yang mendapat nilai C.

Sebenarnya aku malu menceritakan itu padanya, hanya saja karena kami tidak pernah menyembunyikan apa-apa satu sama lain, terlebih selama semester ini kami berbagi kelas yang sama di beberapa matakuliah yang tentunya dia banyak sekali membantuku, aku tau dia kecewa. Hey, apa kata fans Mahesa diluar sana kalau tau pacar idola kampus mereka tidak selevel?

Bagian termenyakitkan sebenarnya adalah saat dia jadi menyalahkan dirinya sendiri, menduga-duga kalau hubungan kami membawa pengaruh buruk pada akademikku. Aku sakit hati.

"Calista lo tidur ya di dalem?" suara Calvin membuyarkan lamunanku. "Ta, lo ga pingsan kan?" pintu kamar mandi digedor kencang. Aku buru-buru menggulung rambut dengan handuk sambil membalas teriakannya mengatakan aku baik-baik saja lalu keluar kamar mandi.

Calvin dengan wajah sedikit panik yang masih mengkilat karena keringat jadi pemandangan pertamaku. Sepertinya dia baru selesai nge-gym di bawah. Ada ruang khusus dekat kolam renang yang diberikan Papa untuknya dua tahun lalu. Pantas saja dia tidak ada saat aku ke kamarnya tadi, "Lo lagian ngapain sih di kamar gue bang, kamar mandi lo rusak ya?"

Calvin mendengus lalu beranjak keluar kamar, "Kalo udah ganti baju langsung ke dapur, makan" lalu dia hilang di balik pintu. Aku hanya mengiyakan. Setelah mengganti baju, dengan handuk masih melilit di kepala aku turun ke dapur. Calvin sudah terlihat mengunyah lebih dulu. Yah, aku juga tidak berharap dia akan menungguku turun sih, dia kan bukan Esa.

Aku mengambil tempat di seberang Calvin lalu mulai makan. Rumah terasa jadi benar-benar sepi saat meja makan hanya ada kami berdua. Sesekali kunyahanku terhenti, sedikit meringis lalu mencengkram perutku yang mulai kram lagi. Pada akhirnya, aku tidak sanggup menghabiskan makan malam.

"Habisin makanan lo Ta" kata Calvin yang sudah selesai makan.

"Gak mau, gue gak mood makan" ku geser pelan piringku yang masih menyisakan setengah porsi nasi goreng.

"Lo tuh udah seharian gak puasa tapi tetep ga makan. Makan sekarang" paksa Calvin lalu mendorong kembali piringku.

"Gue gak mau makan lagi Calvin", sepertinya aku mendorong piring terlalu kencang, beberapa butir nasi berhambur di atas meja. Tidak peduli, aku langsung naik ke kamarku. Calvin terlihat marah sebelum aku pergi. Tapi aku tidak peduli.

Sekitar dua puluh menit kemudian, setelah aku berguling-guling dan merubah posisi sana sini di kasur hingga bedcover tidak berbentuk demi mengurangi kram ini, Calvin tiba-tiba muncul dengan susah payah membuka pintu. Kedua tangannya penuh, satu membawa botol kaca yang berisi air dan satunya membawa piring nasi goreng yang tadi belum kuhabiskan.

Secarik Kisah Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang