✉ 16 || Riga Nara Neonatha

1.6K 288 10
                                    

Jujur saja, aku bingung dengan semua ini. Sebenarnya, Raja dan Ratu itu terlibat atau tidak dalam masalah ini. Siapa pula empat orang berpakaian serba hitam itu?

Argh, semakin dipikirkan, aku semakin merasa pusing. Sudahlah, aku harus mengistirahatkan otakku dulu.

Baru akan memejamkan mata, sebuah notifikasi masuk ke ponselku. Aku mengeceknya, barangkali penting. Tapi ternyata, pengirim pesan tadi adalah Fany. Ia mengajakku ketemuan besok saat jam istirahat. Katanya, dia mau belajar bermain peran denganku. Huh, tapi aku tidak antusias. Mending kubalas bahwa aku tidak bisa karena ada urusan. Semoga saja dia tidak memaksakan kehendak.

Aku sudah membulatkan tekad untuk mencari tahu akses masuk ke ruangan rahasia Raja dan Ratu. Kalau dipikir-pikir lagi, keempat orang yang berpakaian serba hitam tadi, sepertinya mereka juga adalah Raja dan Ratu sekolah ini. Pokoknya, besok siang, aku harus menemukan titik terang dari permasalahan ini.

o0o

Aku membuka mataku perlahan saat alarm ponselku terdengar meraung-raung. Aku segera turun dari tempat tidur dan lari ke kamar mandi. Aku sudah tidak sabar untuk pergi ke sekolah. Bukannya aku antusias mengikuti MOS, tapi aku antusias untuk mengungkap keanehan yang ada di sekolah baruku.

Aku keluar dari kamar dan menuju ruang makan. Ingatkan, aku harus tetap sarapan walau hanya minum susu dan makan sepotong roti. Pak Tua mengamatiku yang tampak terburu-buru. Dia sepertinya penasaran kenapa aku bisa begini bersemangat pergi ke sekolah. Padahal dulu-dulu, aku selalu mencari-cari alasan untuk bisa diizinkan tidak datang ke sekolah.

Aku menenggak habis susu yang tinggal setengah gelas itu. Lalu aku meraih tasku dan berpamitan pada Pak Tua. Pak Gunawan telah berdiri di samping mobilku, siap mengantarkanku ke sekolah.

"Mau diantar apa jalan kaki, Den?" tanya Pak Gunawan. Entah karena aku agak sensian atau bagaimana, aku merasa Pak Gunawan tengah meledekku.

"Dianter," jawabku singkat sembari membuka pintu mobil.

Selama di perjalanan aku pura-pura sibuk dengan ponselku. Padahal aku masih berpikir bagaimana caranya aku bisa membeli kendaraan bernama motor. Aku kan harus pergi ke sana kemari. Kurasa, tidak efektif jika Pak Gun harus terus mengantarkanku.

"Pak, nanti sore pulang sekolah kita mampir ke tempat showroom motor ya."

"Lho, Den Riga mau beli motor? Nanti dimarahin Den Joshua."

"Makanya, Pak Gun jangan bilang-bilang ke Joshua."

"Saya sih nggak akan bilang-bilang, Den. Tapi Pak Tua yang akan memberitahu Den Joshua. Itu sudah pasti," ujar Pak Gun sembari menepikan mobil.

Aku melirik ke sekitar, berusaha mencari tahu alasan Pak Gun menepikan mobil.

"Den, itu di depan ada temannya Den Riga. Pak Gun kasih tumpangan ya," ucap Pak Gun.

Aku hanya mengangguk-angguk. Pak Gun segera mengemudi sejajar dengan cewek itu.

"Mbak Vienna, ayo naik." Pak Gun menawarkan tumpangan pada Vienna.

Vienna tampak terdiam. Ia seperti mencoba mengingat-ingat sesuatu. Kurasa, dia berusaha mengingat-ingat siapa Pak Gun.

Tapi Pak Gun segera turun dari mobil. Ia mengarahkan Vienna untuk masuk ke mobil sesegera mungkin. Cewek itu terlihat ragu, tapi tetap berjalan mendekati mobil.

"Hallo, Vien," sapaku begitu dia memasuki mobilku.

Cewek itu mengulas senyum singkat, "Iya, Riga."

Setelah Vienna duduk, Pak Gun langsung tancap gas.

Aku sendiri hanya terdiam, sibuk melihat-lihat jenis motor keren yang ada di internet. Kurasa, nanti aku akan membeli salah satunya. Aku pernah belajar mengendarai motor menggunakan motor milik pak satpam yang bekerja di rumahku. Jujur saja, aku lebih mahir mengendarai motor daripada mengendarai mobil. Aku tidak pernah mengalami insiden berbahaya ketika membawa motor. Tapi aku pernah menabrak pagar rumahku saat berusaha memasukkan mobil ke halaman rumah. Sejak saat itu, Joshua melarangku untuk mengendarai kendaraan apa pun itu.

PEMILIHAN RAJA & RATU SEKOLAH (BAGIAN 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang