“The basic unit of any society is the home. When the home begins to break, the society is on the way to disintegration.”
– Billy Graham
***
Jef harusnya tidak perlu kaget ketika Jeka berkunjung ke rumahnya larut malam begini. Tapi Jef merasa perlu kaget dengan penampilan Jeka yang persis korban tawuran.
Wajahnya dipenuhi lebam di mana-mana.
"Wajah lo kenapa jelek gitu dah?"
"Diem lo." Jeka menjawab sinis sambil meletakkan tas ranselnya di pojok kamar Jef.
Jef baru sadar bahwa Jeka membawa tas ransel besar.
"Eh, bentar bentar. Lo minggat dari rumah?" tanyanya setelah menyadari situasi Jeka saat ini.
Dengan lesu Jeka duduk di atas kasur Jef. "Malam ini gue nginep di sini ya? Gue janji, besok udah dapet kos-kosan."
Jef ingin sekali menggoblok-goblokkan Jeka seperti biasa, tapi melihat kondisinya yang sangat kasihan ini Jef justru menepuk-nepuk bahu Jeka.
"Sans, bro. Rumah gue terbuka untuk lo kapan aja."
Jeka dan Jef sama-sama terlahir di keluarga yang kaya raya. Kedua orang tua mereka sama-sama mempunyai perusahaan besar. Keduanya juga jarang bertemu orang tua masing-masing dikarenakan orang tua mereka sibuk.
Tapi keluarga mereka sangatlah berbeda.
Meskipun orang tua Jef sibuk, mereka sangat memanjakan Jef dengan uang. Ketika ada waktu pun mereka selalu menyempatkan untuk berkumpul dan menyempatkan diri untuk memperhatikan Jef.
Berbeda sekali dengan keluarga Jeka. Jeka memang tidak pernah kekurangan uang. Tapi sejak kecil ia tidak pernah merasakan kasih sayang. Ditambah lagi orang tuanya bercerai ketika Jeka masih kecil.
Jeka ikut sang Papa, kakak laki-lakinya tinggal di luar negeri bersama kakek mereka. Sedangkan sang Mama menikah lagi setelah beberapa bulan bercerai, sudah tidak peduli lagi dengan anak-anaknya.
Papanya sangat sibuk, Jeka di rumah hanya bersama beberapa pembantu dan sopir yang siap mengantarnya kemana saja.
Seperti cerita anak-anak broken home pada umumnya, Jeka tumbuh menjadi anak pemberontak yang hobi membuat masalah. Papanya pun tak jarang memarahi Jeka, bahkan sampai main tangan.
Puncaknya adalah sore tadi. Ketika papanya pulang dengan dipenuhi emosi karena mendapat surat peringatan dari sekolah Jeka. Baru sebulan masuk SMA tapi Jeka sudah mendapat surat peringatan.
Jeka ditampar dan dipukuli habis-habisan, Papanya sampai menggunakan sabuk untuk memukuli tubuh Jeka.
"Lo nggak punya pisau, Jef? Pen mati aja gue," kata Jeka di akhir ceritanya.
"Jangan dong, entar gue nggak punya temen yang gobloknya mendarah daging kayak lo."
Jeka tertawa kecil. "Kampret lo."
Besoknya setelah pulang sekolah Jeka ditemani Jef, Angga, dan Yogi mencari kos-kosan untuk tempat tinggal Jeka.
Awan tidak bisa ikut karena ada bimbingan belajar, sedangkan Dhika disuruh mamanya cepat-cepat pulang karena mau diajak arisan.
Malamnya Jeka langsung tinggal di sana. Di setiap kamar sudah disediakan perabotan seperti kasur lantai, lemari, meja, dan kipas angin. Jadi Jeka tinggal menempatinya.
Jeka bersyukur transferan bulanannya masih jalan sehingga ia masih bisa hidup normal, tidak perlu tiba-tiba jadi orang miskin.
"Gue nginep di kosan lo ye? Rumah gue sepi nih." Kalimat andalan Jef yang hampir setiap hari ia ucapkan.
"Numpang belajar di kosan lo, adik gue ganggu mulu." Kalau ini Dhika, yang setiap ada PR selalu lari ke kosan Jeka.
Setiap Dhika ke kosan Jeka, Yogi pasti ikut karena cuma Yogi yang mau bantuin Dhika ngerjain PR.
"Udah makan belum? Gue lagi keluar nih, siapa tahu lo nitip makan." Meski jarang main ke kosan, tapi setiap main Awan pasti bawa sesuatu. Entah itu makanan atau sekedar jajanan minimarket.
Jeka bersyukur banget sih punya teman yang baiknya kebangetan seperti Awan. Beda lagi kalau Angga.
"Males gue ke kosan lo. Berantakan banget, ujung-ujungnya juga gue yang rapiin."
Angga memang tidak bisa melihat kamar yang berantakan, rasanya pengen banget rapi-rapi. Tapi ya capek juga kalau setiap main ke kosan Jeka dia yang merapikan semuanya.
Meskipun hidup sendiri, Jeka merasa hari-harinya lebih indah daripada sebelumnya. Andai saja Jeka masih tinggal di rumah besar itu, mungkin teman-temannya tidak akan sesering ini mengunjunginya.
Mungkin tempat seperti ini yang layak disebut tempat tinggal. Tempat dimana setiap orang bisa menikmati hidupnya, bukan hanya sekedar tinggal dan menjalani hidup dengan sia-sia.
***
Masef's Note:Untuk cerita ini setiap part-nya bakalan pendek-pendek kayak gini. Jadi cuma menceritakan satu scene kejadian.
Aku nggak berharap banyak pada cerita ini, tapi aku berharap kalian suka dan bisa menikmatinya.
Tetap bahagia semuanya, luv u!
s a m p a i b a b a y !
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Home || 97'L
FanfictionTempat bagi mereka yang mencari pelarian dan jati diri. Disclaimer: cerita ini hanya sekedar snack time, bisa dibilang seperti slice of life. Updatenya juga nggak tentu.