awal pencarian dan mengikhlaskan

8 4 0
                                    

Jakarta 20 november 2017

Sudah tiga tahun semenjak kehilangan orang itu aku menjadi begitu sangat terpukul. Kejadian-kejadian yang tidak disangka sangka perlahan menghampiri. Dimulai dari Bang Raka yang memilih pergi ke kota impiannya yaitu Jogja lalu meninggalkan aku dengan segala kesepian yang melanda. Dan Ayah yang ternyata harus pergi dengan cinta di masa lalunya. Semuanya begitu cepat terjadi, bagaikan hembusan angin yang kecil namun dapat masuk dan menusuk jantungku.  Tidak ada lagi kata-kata Arra yang selalu membuatku marah seperti:

Key, kenapa kamu terlahir begitu jelek, pendek kecil seperti ini?

Duh Key, Ada apa denganmu? Kenapa kamu selalu diam dan memasang muka datarmu ketika aku sedang membicarakan penampilanmu

Key apa kamu tau kisah raja arthur?

Key? Apakah kamu mau mati bersama denganku?

Hei key? Kamu menyukaiku kan?

Yang terakhir itu adalah pertanyaan yang selalu dia katakan dan selalu membuatku marah. Sampai sampai aku hampir membuat wajah tampan dan badan tingginya itu tersungkur dihadapanku karena kupukuli.

Kini aku dan bunda memutuskan pergi dari kota tempat tinggalku, meninggalkan semua kenangan yang benar-benar harus kuhapus dan kukubur atau ku buang saja ke tempat yang tidak ada satu orangpun yang dapat menemuinya. Ini berat untukku harus meninggalkan kota dimana aku mendirikan sebuah rumah nyaman namun ternyata rumah itu sekejap hancur. Segala harapan, kenangan kini harus kutinggalkan. Masa-masa indah saat  aku bermain dengannya kini terpaksa harus kulupakan. Kenangan bersama ayah yang selalu membuatku tersakiti setiap mengingatnya. Tidak ada lagi rumah, tidak ada lagi keluarga bahkan teman. Kini aku dipaksa semesta untuk lebih menyayangi diriku sendiri.

Aku bisa dibilang anak baru di sekolah ini. Bunda terlambat mendaftarkanku ke SMP karena alasan sibuk. Beruntungnya ada temanku yang juga sekolah di tempat yang sama, jadi aku tidak harus repot berkenalan dengan orang asing lagi.

"Hai? Lo temennya Aura ya?"

"Kamu nanya aku?" Ucapku yang melihat-lihat orang di sekitar dan memang tidak ada siapa-siapa saat ini. Hanya ada aku yang sedang duduk sendiri di depan kelasku.

Dia berdiri di depan pintu kelas yang bersebelahan dengan kelasku. Dia bersandar pada pintu di depan kelasnya melihat kearahku.

"Lagi ngomong sama angin" ucapnya seraya melihat pepohonan rindang yang berada di depan kelasnya.

Aku dibuat malu. Aku meruntuki diriku sendiri yang terlalu percaya diri ini.

"Maaf, saya kira kamu sedang berbicara kepada saya"

"Boleh aku mengenal kamu?" Ucapnya menatapku dengan lekat.

"Sekarang kamu sedang berbicara dengan siapa?" Tanyaku yang tidak ingin lagi dibuat malu oleh diriku sendiri.

"Berbicara dengan wanita didepanku"

"Siapa? Aku?"

"Lalu siapa lagi selain kamu disini?"

"Saya kira kamu punya indra keenam, mungkin"

Dan dia menghampiriku. Duduk disampingku lalu menatap kedepan yang hanya berisika poho kecil yang lebat dengan daun.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi" ucapnya, yang tetap menghadap ke depan.

"Pertanyaan yang mana?"

"Kamu temannya Aura? Lalu apa aku boleh mengenal kamu?"

"Bukannya kamu tadi berbicara dengan angin?"

Remove Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang