Pulanglah

9 4 2
                                    

Itu benar, takdir tidak akan membuatku larut dari kebahagiaan. Akan ada saatnya aku harus kembali membenci diriku sendiri, seharusnya aku tahu kalau ini benar akan terjadi. Sesuatu yang benar-benar akan membuatku tak lagi membiarkan separuh hatiku kubiarkan lagi berkelana.

Kini aku mengetahui kenyataan bahwa sebenarnya yang dicintai firthan itu bukanlah aku, melainkan Aura. Bukan salahnya karena melibatkanku dalam cerita pedih yang berkepanjangan ini. Ini salahku yang terlalu memberi hati pada seseorang yang sebenatnya tidak pernah memberikan sedikitpun hatinya padaku.

Aku melihat Firthan dan Aura duduk berdampingan di taman sekolah. Ada begitu banyak rasa sesak bahwa kenyataanya yang dipilihnya adalah Aura, bukanlah aku. Seharusnya aku tau kalau awal dari pertemuan itu adalah ujung dari kisah piluku ini. Semesta, Haruskah kusalahkan diriku sendiri ini karena terlalu bodoh membiarkan hatiku dihancurkan tak berdaya. Bolehkah kusebut ini lebih menyedihkan dibandingkan dengan melihat gadis kecil menangis yang kehilangan balonnya? Bahwa jika ingin kukatakan pada dunia, ingin sekali sekarang aku berteriak, menangis, bersimpuh agar tidak pernah kembali lagi pada hal yang seharusnya kusadari dari awal

Tidak ada kata ataupun sepucuk surat perpisahan darinya. Aku sengaja memblokir dan menghapus kontaknya dari handphondku. Hubunganku kini dengan Aura semakin renggang. Aku enggan lagi duduk bersebelahan dengannya. Dia sudah beberapa kali membuju dan merayuku ada apa sebenarnya dengan diriku, tapi malas rasanya jika harus mengingat kembali kejadian yang seharusnya tidak sama sekali kulihat. Lalu bahkan laki-laki menyebalkan itu tidak sama sekali mendatangiku dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi yasudah, tidak dijelaskan pun akan tetap tidak jelas, adanya hanya begitu. Yang kuinginkan sekarang adalah untuk tidak lagi bertemu dengan mereka ataupun orang lain yang seperti mereka itu.

★★★

Kini aku duduk bersama puri, seperti yang kemarin kukatakan bahwa aku malas jika harus duduk dengan orang itu lagi. Puri mendatangiku dan menanyakan ada apa sebenarnya aku dengan Aura.

"Kamu kenapa key dengan aura?"

"Ngga ada apa-apa"

"Manusia seperti kamu mana bisa membohongiku"

"Itu ngga penting Puri"

"Yasudah. tapi kamu mau tau tidak?"

"Apa?"

Puri diam sambil menyeruput Es yang dibelinya. Dia sengaja membuatku geram dan marah padanya. Sepertinya semua orang senang sekali membuatku marah

"Jangan buatku menunggu Puri"

"Aura"

"Kenapa sama dia?"

"Sahabatnya sendiri masa tidak tau"

"Ngga lagi"

"Yasudah nih ya aku jelaskan. Jadi menurut gosip yang beredar Aura itu dikejar-kejar oleh murid kelas A yang nakal itu, namanya aku lupa. Nah terus Aura itu menolak terus, lalu baru sekarang dia terima cintanya si cowo itu"

"Cowonya namanya siapa Ri?"

"Depan F ada R nya gitu namanya"

"Firthan?"

"Kayaknya seperti itu"

Jadi ternyata dari pertama masuk sekolah firthan suka sama Aura? Lalu ternyata Aura sudah kenal Firthan sejak dia belum berkenalan denganku.

***

Kini sekolahku baru di Semester 1 bulan ke 3. Yang ada di fikiranku sekarang hanyalah belajar dan belajar. Tadinya aku berniat untuk kembali lagi ke Bogor menemui teman-teman lain yang kutinggalkan. Terasa sangat lama sekali aku meninggalkan mereka. Ingin rasanya kembali kecil dan bermain. Tidak seperti orang dewasa, bermain cinta. Oh itu menyeramkan. Aku sempat terpukul sekali saat semua kenyataan akhirnya menghampiriku perlahan. Satu minggu mengurung di kamar dan hanya makan cake itu mungkin sudah cukup untuk menyembuhkan radang hati yang tak tergores ini.

Remove Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang