the day.

7.6K 829 192
                                    

Drrrttt

Drttt

Jeno mengalihkan pandangannya ke handphone yang berada tepat disebelah lengannya. Sudah jam dua belas malam, namun ternyata seseorang masih menghubunginya. Tangannya bergerak untuk menaruh gelas sloki nya, yah memang malam ini Jeno menghabiskan waktunya dengan beer dan rokok karena rasa gelisah terus menghampirinya hingga membuatnya tidak bisa tidur.

Drrttt

Drrrtt

Jeno langsung meraih handphone nya tersebut, dia melihat nomor ibu Jaemin tengah memanggilnya. Dengan pasti Jeno menggeser ikon telepon berwarna hijau dilayarnya lalu mendekatkan handphonenya ke telinga.

"halo, bi?"

"J-Jeno.."

"kenapa, bi? Ada masalah?"

"anak ku, Jae-Jaemin ku, Nana, dia sudah pergi"

Degg

Jantung Jeno terasa berhenti saat itu juga. Dalam kegelapan dengan cahaya rembulan yang masuk dari jendela, matanya menatap kosong ke arah televisinya yang tidak menyala— menampilkan refleksi dirinya yang terlihat menyedihkan. Perlahan, satu persatu air matanya jatuh begitu saja.

"Jeno? Kau masih disana, nak? Hiks—"

"Nana pergi ditengah tidurnya, Jen. Dia tidak akan merasakan sakit lagi"

"bi—"

"bibi tahu kalau Nana tidak menceritakannya padamu, Nana mengidap kanker paru paru sejak empat tahun yang lalu nak"

"dengarkan bibi, tenangkan lah dirimu terlebih dulu, Jen. Setelah itu baru pulang kemari ya? Menyetirlah dengan hati hati, Nana masih menunggu mu disini"

Tutt

Tuutt

Tangan Jeno terjatuh lemas, handphone nya pun ikut terjatuh seketika. Jantungnya terasa diremat kuat oleh kenyataan— dadanya menyesak ketika mendengar kabar itu.

"kau hanya izin pulang ke rumah orang tua mu, Na. Bukan ke pangkuan tuhan" lirih Jeno, air matanya tidak berhenti mengalir.

"kembali, Na. Aku menunggumu"

















Jeno melangkahkan kakinya gontai setelah memarkirkan mobilnya secara sembarangan tepat didepan rumah kekasihnya. Kedua orang tua Jeno segera menghampiri anak sulung mereka itu, keduanya merasa terluka karena melihat keadaan sang putra yang terlihat kacau.

"Jen.." panggil sang ibu, lalu beliau merengkuh putranya untuk memberikannya semangat. Sang ibu menangkup kedua pipi Jeno dan menatapnya dengan sendu, Jeno membalas tatapan ibu nya dengan sendu disertai senyuman tipis.

"aku baik bu, aku akan menemani Nana" ucap Jeno lalu kedua tangannya bergerak untuk melepaskan tangan sang ibu.

Jeno menegakkan badannya lalu mengulas senyuman terbaiknya seperti dulu, saat dia mengajak Jaemin untuk pergi kencan pertama kalinya. Kakinya melangkah ragu memasuki kawasan rumah Jaemin yang terlihat dipenuhi oleh keluarga dan kerabatnya, Jeno mengabaikan beberapa saudara Jaemin yang dia kenal. Mereka semua menangis, menangisi kepergian kekasihnya.

Kaki Jeno hampir saja melemas ketika melihat sebuah peti yang berada di tengah tengah ruang tamu dari ambang pintu masuk rumah Jaemin. Taeyong— kakak Jaemin, menghampirinya lalu memberikan tepukan pelan dipundaknya.

Our TimesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang