2. Way

259 47 3
                                    

Aloha.
Apa kabar Buciners? Adakah yang rindu? Maaf ya lama update, Acha sakit. Hiks.

Nah hari ini Acha update. Btw mau berapa kali seminggu ini? 1 kali? 2 kali? 3 kali? Atau 10 kali? Wkwkwkwk jangan deh, kasihanilah Acha. Hehehe.

Selamat membaca ya, jangan lupa vote dan komen. Ramaikan juga cerita Naughty wife dan My f*cking daddy yaa.

Saranghae yerobun!!!

-----

Park Jimin, pria itu duduk seraya menatap layar laptopnya pagi ini, ditemani oleh secangkir kopi.  Tatapannya begitu serius, alis tebalnya sesekali menukik, mengetik cepat lalu terdengar suara tombol enter ditekan dengan kencang. Meregangkan tubuh lalu meminum kopinya dengan khidmat, tampilannya kini sangat memukau. Tubuh atletisnya berbalut dengan kemeja hitam dengan celana warna senada, menambah sempurna ketampanannya.
Atensinya teralihkan pada pintu yang terbuka, menampilkan Jieun yang telah segar dan berbalut kemeja kebesaran milik Jimin. Senyuman terukir di bibir Jimin, netranya kini dimanjakan oleh hadirnya bidadari cantik yang masih ia tak tahu asal usulnya.

"Kau sudah bangun Nona?" tanya Jimin.

Jieun menoleh dan tersenyum. Kaki jenjangnya melangkah pelan menuju Jimin lalu duduk di samping pria itu.
"Apa tidurmu nyenyak?" tanya Jimin.

"Ya, nyenyak sekali," jawab Jieun seraya tersenyum.

"Jungkook akan datang sebentar lagi. Selagi menunggu, beritahu aku semua tentangmu," kata Jimin menutup laptopnya.

Jieun terdiam, ragu untuk memulai dari mana, namun senyumannya yang selalu manis dan cantik menutupi rasa ragunya itu.
"Aku wanita panggilan yang membutuhkan uang sangat banyak, jadi apa istimewanya diriku?" jawabnya seakan bertanya.

"Aku tak tahu, tapi di mataku, kau tampak memukau," kata Jimin.
"Jika memang kau membutuhkan uang, jadilah wanitaku," lanjutnya, tangannya kini telah berada di paha mulus Jieun yang terekspos. Jujur saja, Jieun ragu dan gugup, perlakuan Jimin membuatnya merasa aneh. Perasaan senang, nyaman, ragu dan gugup ia rasakan dalam waktu bersamaan. Perlakuan Jimin memang terlihat manis, semanis senyumnya yang bisa membuat wanita lain menjerit dan menyerahkan diri dengan pasrah padanya.

"Ekhem, aku datang."

Jungkook datang seraya menenteng dua buah paper bag. Jimin dan Jieun kembali pada posisinya masing-masing, seakan tak terjadi apa-apa. Jungkook duduk di hadapan Jieun dan Jimin, wajahnya terlihat segar dan tampan meski selalu terlihat datar.

"Aku bawakan kau baju, pakailah," ucapnya menyerahkan dua paper bag pada Jieun.

"Terima kasih," ucap Jieun lalu beranjak untuk berganti pakaian.

Suasana hening tiba-tiba, Jimin menatap Jungkook seraya tersenyum.
"Apa kau menyukainya?" tanyanya.

"Apa maksudmu, Hyung?" balas bertanya Jungkook.

"Kau dan Jieun-ssi, apa kau menyukainya?" ulang Jimin dengan lebih rinci.

"Tidak," jawab Jungkook tanpa ekspresi.

"Tapi kau terlihat begitu memperhatikannya, padahal kalian baru bertemu semalam," kata Jimin menyilangkan kakinya seraya bersedekap.

"Aku hanya kasihan padanya. Mungkin hari ini akan aku antarkan pulang," jawab Jungkook lagi.

"Bagaimana? Apa cocok di tubuhku?" tanya Jieun datang dengan tampilan baru yang membuat dua pria itu terpukau.

Balutan dress selutut berwarna biru sangat pas membalut tubuhnya, terlihat cantik dengan rambut yang dibiarkan terurai. Jimin tersenyum melihatnya, berbeda dengan Jungkook. Ia cepat berpaling muka tanpa berekspresi apapun.

"Kau cantik," puji Jimin. Jieun tersenyum senang mendapat pujian tulus dari Jimin, lalu ia duduk di samping Jungkook.

"Jungkook-ah, bagaimana pemampilanku?" tanyanya.

"Bagus," jawab Jungkook tanpa mau menoleh.

"Hmm terima kasih atas gaunnya dan pakaian dalam yang kau belikan," ucap Jieun tanpa malu, tapi sukses membuat telinga Jungkook memerah. Pun dengan Jimin, sebelah alisnya terangkat mendengar Jungkook membelikan semua keperluan yang wanita itu butuhkan.

"Daebak! Kau sangat peka," ucapnya sembari bertepuk tangan.

"Hentikan! Itu Eunha yang memilihkan, aku bilang untuk pacarmu, Hyung!" kata Jungkook terdengar kesal.

Jimin terkekeh, "Baguslah, selera adikmu sangat bagus," ucapnya, tatapannya terus pada wajah Jieun yang cantik. Tatapan memuja dan menginginkan sesuatu.
"Jadi, kalian mau ke mana?" tanyanya setelah lama terdiam.

"Aku akan mengantarkannya pulang," jawab Jungkook dengan cepat.

"Pulang?" gumam Jieun yang membuat atensi dua pria itu menatap padanya.

"Jangan bilang kau tak punya rumah, Noona!" sarkas Jungkook dengan tatapan kesalnya.

Jieun menggeleng membuat Jungkook berdecak, namun berbeda dengan Jimin. Ia tersenyum lebar, memikirkan sesuatu seraya tangannya yang terus bermain dengan dagunya sendiri.
"Jadi bagaimana? Tak mungkin kau bersamaku selamanya," erang Jungkook.

Jieun hanya terdiam, ia bingung untuk menjawab. Jujur jika dikatakan, ia mempunyai rumah tentunya. Tapi misinya kali ini membuat ia terpaksa harus bertahan pada situasi sekarang, ia membutuhkan banyak uang.

"Tenanglah, kau bisa tinggal di sini," kata Jimin dengan senyuman lebar. Senyuman pun terbit di bibir Jieun, ia menatap Jimin penuh harap.

"Kau gila, Hyung! Bagaimana jika Seokjin Hyung tahu?" seru Jungkook tak percaya dengan apa yang diucapkan sang kakak.

"Aku bisa mengurusnya," jawab Jimin.

Jungkook menarik nafasnya, kesal pada wanita itu dan kesal pada dirinya sendiri yang selalu merasa tak tega pada seorang wanita. Ia memijit pelipisnya pelan, lalu kedua matanya menatap Jieun dan Jimin bergantian. Membenarkan tatanan dasinya yang tak sedikitpun kotor atau rusak. Ia berdeham lalu berucap, "Baiklah, sementara kau tinggal di sini, setelah itu akan aku carikan apartemen untukmu." Jungkook bangkit.

"Aku harus kembali ke kantor," ucapnya lagi.

"Arraseo, aku akan menjaganya untukmu," kata Jimin tersenyum pada sang adik yang kini tengah hilang di balik pintu.

Kembali duduk menyilangkan kaki, bersandar pada sofa dengan tangan bersedekap dada. Mata sipitnya menatap Jieun dari atas hingga bawah. Senyuman tak pernah lepas dari bibir tebalnya.

"Jadi ceritakan tentangmu," ucapnya pada Jieun ini kali keduanya bertanya seperti itu.

"Tentangku?" tanya Jieun menunjuk dirinya sendiri, Jimin hanya mengangguk kecil lalu siap menyimak.
"Hmm, sudah aku katakan tadi, tak ada yang istimewa dariku. Aku hanya wanita panggilan dan butuh banyak uang," jawab Jieun masih sama dengan yang tadi.

"Uang untuk apa?" tanya Jimin lagi.

"Kau pasti tahu, wanita banyak kebutuhan. Tas baru, jam tangan bermerek, baju mahal dan makanan yang enak tentunya bergizi. Semua itu tidak cukup uang sedikit," jawab Jieun kini menyilangkan kedua kakinya, menampilkan paha dalam yang mulus membuat Jimin makin menarik bibirnya.

"Well, kau datang pada pria yang tepat," ucapnya bermain kembali dengan dagunya sendiri.
"Aku tak tahu motif Jungkook tetap mempertahankanmu apa, tapi mari bermain, aku bisa memberikan apapun yang kau mau," lanjutnya.

Jieun tersenyum kecil, tentulah wanita cantik sepertinya 0% dari penolakan pria berhidung belang. Tapi ini berbeda. Jimin berbeda dengan pria yang telah ia kencani selama ini, Jimin mempunyai wibawa, karisma dan daya tarik sendiri. Mungkinkah Jieun akan jatuh dalam pesonanya? Tentu tidak. Sangat tidak mungkin.

"Jadi, apa kesepakatannya?" tanya Jieun menatap Jimin dengan intens.

"Beri aku kepuasan, dan kau akan aku manjakan dengan apapun keinginanmu," jawab Jimin.

Senyuman asimetris terbit di bibir merah Jieun. Ia mengangguk-anggukan kepala lalu mengulurkan tangannya hendak berjabat.
"Deal," ucapnya yang langsung dibalas oleh pria bermarga Park itu.

Who Are You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang