Gue Dira Mai Syella anak dari bunda Anjani dan ayah Hendri, cewek bermuka triplek asli orang campuran antara Jawa dan Sunda tak ada yang menarik dalam diri gue bahkan kebiasaan gue pun tak menarik sedikit pun yaitu "tidur" semua orang termasuk orang terdekat, manggil gue "tumor" alias tukang molor. Gak punya keahlian dalam bidang apapun sampai cita- cita aja copy paste tiap ada yang bilang mau jadi dokter pingin, ada yang bicarain penyanyi tertarik, pokoknya hidup gue lurus tanpa belokan sedikitpun.
"Ma ... i cepetan udah sia ... ng" teriakan merdu dari bunda tercinta sudah menggema.
"Iya bunda ...." sahut Mai tak kalah merdu dengan bunda sedangkan di ruang makan kakak beserta adik cuman geleng kepala langsung lanjut makan tanpa berkomentar sedikit pun.
Satu persatu mereka mulai pamit adik Mila ke SMP favorit ternama tempat berkumpulnya spesies orang berotak cerdas, abang Ali plus ayah gue berangkat ke Universitas ternama di Indonesia kakak sebagai mahasiswa kedokteran, ayah dosen akuntansi. Yups ayah gue adalah seorang dosen dan CEO dari perusahaan jasa yang beliau dirikan sekaligus seorang ayah yang kebijaksanaannya tidak perlu dipertanyakan. Bunda gue guru di sebuah yayasan yang beliau dirikan sendiri.
Sekarang kalian udah tau kan betapa unch otak mereka, sedangkan gue nyangkut di sekolah swasta. Sekolah biasa aja, masuk pun tanpa ada tes tinggal daftar udah deh langsung terima.
"Ma ... i ya ampun kamu itu manusia atau siput sih lama amat, kalo kamu gak cepet turun bunda bakar Novel kamu"
Woooh secepat kilat gue lari terus loncat dari lantai 2 tanpa tangga langsung mencium pipi bunda tercinta.
"Pagi bunda....." sapaan gue udah kyak angin berlalu gitu aja.
"Bunda udah mau berangkat ke sekolah itu makanan ada di meja bunda pergi duluan, jangan lupa kunci rumahnya." ucapnya dengan sibuk memasukkan beberapa dokumen ke dalam tas, lalu ngajak gue berjabat tangan cium jidat dan pergi begitu saja.
"Iya bun hati-hati dijalan," tanpa menoleh bunda melambaikan tangan dan ditelan pintu depan.
Yaah sarapan sendirian itu rutinitas sehari-hari, terlihat segelas susu cokelat beserta setumpuk roti bakar dengan selai cokelat berada diantara keduanya. Gue ambil kotak makan dan botol minum dari rak, mengemasi makanan tersebut lalu memasukkan nya kedalam tas.
Sepasang sepatu olahraga berwarna putih sudah menutupi kaki melengkapi baju olahraga yang dipakai Mai saat ini, tak lupa memakai headphone berwarna putih menghiasi lehernya, menyangkutkan tas sekolah di pundak kiri lalu berjalam sambil memasang jam tangan berwarna putih ditangan mungil miliknya.
***
Kini sudah terlihat jelas oleh mata tulisan Madrasah Aliyah Al Furqon setelah satu jam mengarungi jalan berliku, bersama kaki sekuat baja. Dugaan kalian bener Mai lari dari rumah menuju sekolah, yah ini semacam olahraga pagi sebelum berangkat menuju sekolah.
Dengan baju yang basah oleh keringat Mai masuk ke post satpam. " Selamat pagi, Pak!" lambaian tangan, disertai ukiran senyum manis Mai yang mampu membuat satpam bernama Hilman pingin muntah liatnya.
"Pagi, Neng." sambil memeriksa seragam, atribut sekolah, dan isi tas murid yang baru datang satu persatu. Mai masuk kamar mandi sebelah post satpam mandi disana dan mengganti baju olahraga pagi menjadi seragam layaknya siswi Aliyah pada umumnya dengan kacamata berbentuk bulat menghiasi wajahnya.
"Pak ini saya bawa roti sama susu buat sarapan ya, Pak." teriak Mai yang sudah memakai seragam sekolah dari dalam pos satpam seraya mengikat tali sepatu berwarna hitam putih sementara Hilman masih sibuk dengan kegiatan nya.
Mai berjalan melewati gerbang setelah Hilman memeriksa kelengkapan atribut sekolah, memasang headset menyusuri koridor sekolah menuju tempat paling mengerikan di dunia yaitu kelas X IPS 3.
Athafariz Wijaya salah satu spesies cowok tampan pecinta game serta pecandu angka, dengan kepintaran yang patut diacungi jempol, hanya saja kewarasannya perlu dipertimbangkan. Why? Karena dia bersahabat bersama dua cowok tampan, tapi mempunyai kewarasan yang perlu dipertanyakan yaitu Aghna dan Azzam, cowok dengan penuh kejutan. Dia duduk dikursi depan kelas sebari berkutat pada game di smartphone. Sementara para cewek kurang belaian sibuk memandang.
Wajah triplek Mai berjalan santai lewat didepan Atha membuat beberapa pasang mata menatap tajam karena telah merusak pemandangan indah mereka.
Tanpa sepatah kata Mai berjalan memasuki kelas meletakkan tas diatas meja pojok kiri bagian belakang, duduk disana. Mengeluarkan sebuah buku novel karya Roger Crowley berjudul Detik Detik Jatuhnya Konstantinopel Ke Tangan Muslim membaca sekaligus mendalami satu persatu makna rangkaian kata didalamnya, menenggelamkan diri dalam dunia hayalan, hingga buliran air mata menggelinding diwajahnya tanpa sadar seluruh pasang mata kini tertuju padanya.
Sesosok perempuan Sholehah berhijab syar'i kalo gak salah namanya Althafunnisa' cewek berparas cantik, berakhlak baik idaman cowok kebanyakan, namun sayangnya hampir seluruhnya patah hati sebab ditolak olehnya. Dia mendekat meletakkan sekotak tisu beserta tempat sampah disamping kiri Mai.
"Thank you so much" ujar Mai setelah cewek tersebut meletakkan nya.
Selang beberapa menit kemudian terbentuklah karya seni rupa tiga dimensi menjijikkan berupa tumpukan tisu yang sudah bercampur air mata, SRO......T SRO..T SRO........T juga cairan dari hidung.
Jangan lupa vote and comen gaes😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
General Fiction....... *Dear diary* Sendiri itu bukan hukum karma, cobaan, azab, apalagi takdir dari Tuhan melainkan sebuah pilihan yang Mai pilih dari awal kita bertemu. Jika akhirnya kita tidak bersatu, jangan salahkan dirimu atau orang terdekatmu, tapi salahkan...