Hidup itu bukan tempat dimana kita bisa melakukan segala hal, melainkan tempat dimana ribuan rintangan mulai menghadang. Terutama hal yang berhubungan dengan CINTA.
Kriing kriiing kriiiing bel istirahat berbunyi nyaring di telinga, masyarakat sekolah SMA berhamburan keluar memenuhi kebutuhan cacing di perut masing-masing, kecuali gua.
Buku novel sejarah setia berada di depan mata, kacamata masih bertengger di wajah. Alam hayalan sedang gua telusuri dengan seksama, sampai tiga cewek datang menggebrak meja.
BRUK cukup kesal, sebuah ketenangan yang telah gua buat sedemikian rupa dirusak begitu saja, tapi ya sudahlah dari pada ribut berakhir tanpa keuntungan, Mai menaikkan headphone yang berada dilehernya menutupi Indra pendengaran.
Otaknya kini mulai kembali memasuki dunia khayalan tingkat tinggi, di sana dia menyaksikan langsung bagaimana gigihnya orang terdahulu untuk menaklukkan konstantinopel.
"Sialan lo," umpat si cewek, kalo gak salah namanya Tsalitsa, yups cewek cantik yang dulu pernah gua kira lesbi, sebari menarik paksa headphone yang terpasang di telinga.
Mood buat jawab umpatan gua lagi down nih. So, lebih baik diam dan mendengarkan kejelasan dari kelakuan gak jelas tuh cewek.
"Maksud lo apa? Nantangin gua," jelas dia tepat di telinga gua, iuh geli banget dah.
"Gak usah sok cantik deh, muka pas-pasan juga, sok mau deketin Atha sama Azzam," imbuh salah satu antek Tsalitsa yang gua gak tau namanya siapa.
"Hu'uh dasar cewek gak tau diri," lanjut antek yang satunya lagi.
BRAK gebrakan meja mengagetkan mereka 3.O.wkwk (TRIO WEKWEK). Julukan baru gua buat khusus untuk mereka bertiga yang banyak bicara layaknya bebek.
Acara kaget mereka tak berlangsung lama, kini tangan mungil milik Tsalitsa tertengger di wajah gua, mencengkeram rahang gua dengan keras. "Gua bilang jauhi Atha ya jauhi, bukannya malah satu meja," geram Tsalitsa tatapannya seakan-akan ingin segera menerkam mangsanya.
Antek-anteknya juga gak kalah kesal ama gua, cowok idamannya Azzam terdengar sedang dekat dengan gua. Hade..h dapat azab dari mana gua ketemu orang macam mereka. Punya dosa apa gua dulu, sampai dibully mereka cuma gara-gara Atha cowok ngeselin, dan Azzam cowok cerewet yang entah sejak kapan bisa buat gua merinding walau sekedar ngedenger namanya.
DUG kepala gua berasa bola dilempar gitu aja mencium meja rasanya sakit lagi, awalnya gua emang gak keberatan mereka bully, cuma cairan merah mengalir di pelipis gua lalu menetes dan itu ulah mereka.
BUGH satu kepalan tangan mendarat mulus di pipi Tsalitsa, cairan merah mengalir dari sudut bibirnya, "diem, jangan pernah ganggu hidup gua kalo lo gak mau abis di tangan gua." bisik gua tepat ditelinga tuh cewek.
"Mai!" panggil seseorang dari pintu yang ternyata Azzam berserta Atha disamping kirinya.
Dengan cepat gua menarik ikatan rambut untuk menutupi luka, "Lo cewek atau monster sih, kasar amat," suara Azzam itu maksudnya? Azzam ngira gua bully si cewek centil gitu.
Beneran, gila si Azzam memapah cewek CENTIL keluar diikuti anteknya begitu juga Atha, gua gak nyangka pada pemikiran Azzam dan Atha. Gua bully tuh cewek? ya kali, gua nge-bully kurang kerjaan banget dah.
"Gede juga nyali lo," suara khas milik Atha terdengar tepat ditelinga, dengan bibir yang mulai terangkat menjadi senyuman langka, hembusan napasnya jelas terasa.
"Maksud?" ini pertanyaan aneh, sumpah. Biarinlah toh gua bingung mau nanya gimana.
"Satu lawan tiga" tukas Atha senyumannya membuat kesan cute, matanya menyipit layaknya bulan sabit, jujur dari nabi Adam lahir sampai sekarang gua baru liat tuh senyuman seindah itu.
"Cute" gumam gua lirih.
"What?" seru Atha dan nyebelinnya dia masih masang tuh muka cute.
Gak perlu di responlah orang kek gitu bisa gila gua, mendingan pergi nyari makan kebetulan perut gua tiba-tiba laper abis liat muka cute dia.
***
Atha
Mie ayam tanpa saos dengan lautan kecap dan segudang sambel menemani cewek berambut hitam pekat yang sedang membaca buku ditengah ratusan manusia di kantin, dia orang pertama yang sukses buat gua emosi, malu, dan merasa bersalah. Dia adalah Mai. spesies yang memperkenalkan diriku dengan segala hal baru.
Kesan pertama liat dia gua jijik, pingin cepat menggal kepala wajah datar yang dengan watadosnya dia buat karya seni rupa berupa tumpukan tisyu yang ugh.
Kesan kedua gua liat dia malu, dengan mudah dia memaafkan Azzam dan berteman walau sebelumnya ketenangan dalam hidupnya hampir dihancurkan, oleh kenyataan bahwa kini dia tidak bisa memakai headset lagi.
Ketiga gua merasa bersalah udah mengganggu dia dari awal pertemuan kita sampai sekarang kasus pembullyan yang dilatarbelakangi Tsalitsa pun karena gua.
Deketin kali ya, muka dia kerung banget mikirin apaan, "Mau minum?" sebotol jus jeruk gua ditarik dalam hitungan detik dan kandas dengan sekali minum, gila ni cewek atau gentong.
"Huhuhu sshhh huaaa kok akhirnya gini hiks hiks" kepedesan, atau nangis karena buku gua gak tau yang pasti air matanya keluar gitu aja, ajiibbb gua nyesel kesini.
"Why?" tanya gua setelah mendapat tatapan aneh dari sekian banyak orang berlalu lalang, mungkin saat ini gua dikira cowok bejat yang udah buat tu cewek nangis kejer.
"Why?" tanya sekali lagi gak ada salahnya kan. Untung kali ini gua dapat respon meskipun aneh. Tangan mungil Mai menyodorkan buku tulis, lalu melingkari angka 40.560.000 rupiah.
"Hiks gua udah hiks ngerjain delapan kali hiks tapi hasilnya hiks sama salah gak ada dipilihan gandanya huaa" tunggu, gua gak salah denger, nih Mai nangis sebab jawabannya gak ketemu, aduh beneran gua harus bawa Mai periksa kejiwaan sebelum yang lain ketularan.
Gua liat di buku tertulis beberapa angka didalam kotak yang disebut Neraca Saldo oleh para Akuntan, yah dia lagi mikirin angka dalam buku Akuntansi gua kira mikirin apa, ternyata cuma beginian.
"Liat, ketika gaji 3.900.000 belum dibayar, maka itu menjadi beban si pemilik perusahaan yang berarti duit itu belum dikeluarkan melainkan masih masuk dikita." Mai masih memperhatikan sampai lima menit berlalu, dia bersuara, "jadi, gaji yang belum dibayar itu beban gaji yang masuk kedalam debit," gumamnya mulai paham.
"Betul" ucap gua menyetujui ucapannya, sekarang wajahnya mulai berubah kering kembali, kemudian setelah sekitar 4 menit dia tersenyum.
"Dapet?" tanya gua setelah melihat raut wajahnya berubah berseri. Tanpa ragu Mai mengangguk sambil tersenyum tatapannya setia pada bukunya.
"Thanks" ucapnya kini tatapannya melihat lurus menembus bola mataku.
"Sama-sama"
"Mau gua traktir?" usul Mai.
"Gak" jawab dengan berlalu gitu aja.
Bukan apa-apa tapi masak gua ditraktir cewek gara-gara ngebantuin ngerjain akuntansi, emang gua cowok apaan.
"Bro, mau kemana?" tanya Aghna dan Azzam berbarengan.
"Lapangan,"
"Ikut" dah kayak anak ama bapak aja mereka nempel gua Mulu, untung temen.
"Eh lo ngapain aja tadi ama si Mai?" tukas Aghna di tengah acara makan. Yap gua lagi makan di lapangan ama dua curut sahabat gua.
KHUK KHUK spontan gua heran kenapa Azzam yang batuk padahal gua yang diintograsi Aghna "lo, kenapa?" tanya gua tak tahan dengan rasa penasaran yang merajalela.
"lo, ada hubungan apa ama Mai?" setelah batuk Azzam berhenti bukannya jawab, malah balik nanya.
"Temen" balas gua cuek.
"Oh syukur deh," gumam Azzam, raut wajahnya mulai berseri.
"What?? Tunggu, maksud lo ngomong syukur apaan?" sosor Aghna.
.
.
.
"Gua suka Mai"Jangan lupa vote and comen gaes
:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
General Fiction....... *Dear diary* Sendiri itu bukan hukum karma, cobaan, azab, apalagi takdir dari Tuhan melainkan sebuah pilihan yang Mai pilih dari awal kita bertemu. Jika akhirnya kita tidak bersatu, jangan salahkan dirimu atau orang terdekatmu, tapi salahkan...