Lembar Pertama

1.4K 114 9
                                    




*Mei bulan pertama pembelian, minggu pertama belajar mengisi.*


Ingin bilang selamat datang, tapi pada siapa?

Toh satu-sataunya yang akan membuka dan mengisinya hanya aku seorang.

Bicara-bicara tentang satuan waktu. Kalau tidak salah ingat, sudah berlembar-lembar halaman habis untuk hal yang aku sendiri tidak tahu isinya apa. Ya meski memang, jika dibaca ulang seluruhnya, rasa-rasa yang ada pun masih akan sama berulang.

Namun tetap saja, takkan ada kenangan yang bisa diulang. Sebab dunia katanya bergerak maju, bukan mundur.

Hhhh.

Satu lagi, kuhadiahkan diriku dengan jurnal yang katanya harus diisi di setiap waktu. Tapi percayalah, ini akan kosong di sela-sela. Ya manusia, rajin di awal, melompong di akhir.

Maklumi saja, manusia kan memang penuh omong kosong, bukan?

Dan karena aku juga masih bisa dikategorikan sebagai manusia, maka rasanya omong kosong pun takkan bisa dihindari.

Sejak awal memilih satu dari sekian macam pilihan, aku selalu jatuh cinta pada warna yang gelap. Begitu juga dengan lembaran ini yang berwarna hitam pekat. Kelam, tak mengartikan apa-apa selain gelap.

Bicara lagi tentang jatuh cinta. Aku yang terang-terangan mengaku tak mahir ini, sering sekali menerka-nerka, seperti apa ya rasanya dicintai dengan sepenuh hati? Seperti apa ya rasanya berpasangan dengan seseorang yang punya perasaan serupa, meski kadarnya tak bisa diukur?

Ah tidak-tidak. Mungkin aku yang harus berhenti berpikir demikian.

Karena orang-orang sering bilang, mencintai itu tidak boleh sepenuhnya agar punya kesempatan untuk terluka hanya seperlunya.

Lantas aku bertanya lagi, memang bisa mengatur perasaan seperti itu? Manusia punya kendali sebesar apa atas rasanya sendiri?

Haduh! Aku sudah bak pujangga belum pada pembuka dari jurnal ini?

Yakinlah, kalau esok aku membacanya ulang, bisa jadi aku akan tertawa geli karenanya. Tapi sudahlah, tak yakin juga masih ada hari esok. Tak yakin juga aku punya kesempatan untuk membaca ulang.

Karena.....

Karena sudah malam, ikan seharusnya bobok. Sedang aku katanya titisan dari bintang, maka bukankah seharusnya aku berpijar saja di malam seperti ini?

Magika Putri


*Buku ini sudah punya nama, kalau menemukan, harap dikembalikan. Jangan lancang membaca, apalagi menyimpannya karena sudah candu dengan tulisan.

 Jangan lancang membaca, apalagi menyimpannya karena sudah candu dengan tulisan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MiseryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang