Suatu hal berubah pada Bill. Dia selalu menghabiskan waktunya sendiri lebih dari seminggu semenjak ulang tahunnya. Sabine tidak menemukannya saat jam makan siang, dan bahkan dia tidak berada di apartemennya. Pintu apartemennya selalu dingin dan perapian tidak menyala tiap malam ia melintasinya.
Dia bahkan tidak memiliki waktu untuk bicara mengenai hadiah ulang tahun yang telah Sabine berikan. Jelas nampaknya minggu ini tidak akan ada makan malam bersama. Namun makin lama kondisi ini semakin mengkhawatirkan bagi Sabine.
---
Bill tidak dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya. Pagi itu begitu burung hantu melempar surat dari jendela, hatinya seperti berhenti berdetak. Tubuhnya lemas dan cangkir hangat di tangannya jatuh. Tidak ada yang mampu ia pikirkan selain keadaan ayahnya yang tengah dirawat di St. Mungo's. Dia tahu firasat yang telah ia rasakan beberapa hari belakangan ini bermakna buruk. Saat mabuk di acara ulang tahunnya, Arthur menceritakan terkait ketiga pelahap maut yang berhasil dia tangkap. Arthur tidak menceritakan ini sebelumnya padanya, membuat Bill khawatir dan membicarakan semua yang ia pikirkan pada Sirius dan Kingsley.
Di sisi lain dia tidak memiliki penjelasan mengapa, bagaimana atau siapa yang berani melukai ayahnya, yang jelas dalam surat itu ia harus segera ke Grimmauld, bertemu ibu dan para anggota Order. Dia tidak berniat tinggal di apartemennya untuk saat ini. Begitu jam kerjanya selesai, Bill langsung mengemas barang-barangnya. Membawa semua yang dia perlukan. Entah dia akan menetap di Grimmauld atau di Burrow untuk sementara, yang jelas dia harus ada untuk keluarganya.
Barang-barang yang beterbangan menimbulkan suara gaduh, menarik perhatian Sabine yang baru saja sampai di apartemennya dari Gringotts. Ia mengeluarkan tongkatnya, beranggapan ada seseorang yang sedang merampok tempat Bill.
Pintu ia ketuk, "Bill, kau kah itu? Sedang apa kau di dalam?" Tanyanya penuh waspada.
Suara di balik pintu langsung menghilang, bergantikan suara langkah keras mendekatinya.
Pintu terbuka, menunjukkan seorang lelaki yang terlihat kacau. Raut wajahnya suram dan gelap. Rambutnya berantakan dan masih didalam pakaian kerjanya. Sabine dapat melihat tas besar yang penuh di balik badan Bill.
"Bill? Apa yang terjadi?" Sabine akui dia tidak melihat Bill sepanjang hari, namun dia tidak mengira untuk menemukannya seperti ini.
"Aku akan pergi untuk beberapa hari," Jelasnya berusaha tetap ramah, namun tidak tenang. Tingkah Bill cukup membuat Sabine khawatir.
"Kenapa? Aku tidak mengerti. Ada yang bisa aku bantu?" Sabine terkejut begitu Bill berjalan kedalam apartemennya. Memberikan Sabine penglihatan yang jelas untuk isi apartemen Bill yang berantakan.
"Bill, katakan padaku. Apa yang terjadi?" Sabine memaksa dan Bill mulai kesal.
"Ayahku— ayahku terluka."
Sabine ikut cemas, melangkah mendekati Bill. "Bagaimana bisa?"
Bill sejujurnya muak untuk menjawab pertanyaan yang menghujani dia, namun dia harus tetap memendam itu semua. "Dia terluka, itu saja. Aku harus menjaganya."
Bill memberikan senyuman yang memaksa.
Sabine tidak mengerti, apa yang berusaha Bill sembunyikan. "Kalau begitu dia sekarang di St. Mungo's kan? Sebaiknya kita kesana—"
"Tidak, dia tidak ada di St. Mungo's."
"Kalau begitu dia ada di Burrow? Ayo, aku akan mendampingimu kesana. Kau stress dan tidak bisa berpikir jernih, aku tidak mungkin membiarkanmu pergi dengan kondisi seperti ini."
"Tidak. Sabine dengerlah aku. Kau tidak perlu terlibat dalam hal ini. Kau tidak perlu ke St. Mungos ataupun Burrow. Aku tidak akan ada di sana. Kami tidak akan ada di sana." Suara Bill naik diikuti emosinya.
Sabine heran. Dia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. "Bill! Dengarkan aku—"
Laki-laki itu langsung meraih tasnya, lalu ber-apparate begitu saja meninggalkan Sabine sendirian penuh tanda tanya.
Tidak mengerti apa yang baru saja terjadi, Sabine melihat sekelilingnya. Berusaha menyimpulkan sesuatu yang entah bagaimana ia dapatkan, agar dia tidak cemas memikirkan kondisi Bill saat ini.
Ia melangkah keluar apartemen Bill merasakan sesuatu hilang darinya. Dia tidak pernah melihat Bill dalam keadaan tertekan seperti itu. Dia hanya ingin membantu namun Bill mendorongnya begitu saja.
Masuk kedalam kamar apartemennya, udara dingin bertiup kencang menampar wajahnya. Sabine lupa menutup jendela ruang tamu, sekarang apartemennya seperti lemari pendingin.
Tongkat sihir ia ayunkan, jendela tertutup dan perapian menyala. Mantel ia gantung lalu ia duduk diatas sofa, berusaha menghangatkan dirinya didepan perapian. Kacamata ia lepas lalu meletakkannya diatas meja kopi.
Dia muak mengenakan kacamata itu.
Dia muak bekerja di Gringotts.
Dia muak dengan orang-orang yang mendorongnya dan lagi-lagi meninggalkannya.
Dia muak sendirian.
Dia muak merasa kesepian.
Semenjak seluruh sahabatnya berpencar, dan satu-satunya kehidupan yang ia jalankan hanya bersama goblin, membuatnya dia tidak dapat merasakan apapun. Hatinya mati, dan dirinya tidak pernah beristirahat. Tidak pernah tertidur. Selalu terjaga.
Keberadaan Bill di kehidupannya adalah suatu hal yang sangat berharga. Pada akhirnya dia merasa di dengar dan memiliki seseorang untuk menemaninya tetap terjaga di malam hari untuk makan malam. Melukis bukan lagi satu-satunya hal yang mampu membuatnya waras.
Seminggu menuju natal, Jae dan Tulip belum memberi kabar apapun padanya. Bill pergi meninggalkannya entah berapa lama.
Nampaknya natal kali ini hanya akan lewat begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way I Feel Inside | A William Weasley Fanfiction
FanfictionSabine Luther, seorang penyihir yang sudah menghabiskan hidupnya di Gringotts semenjak lulus dari Hogwarts. Hidupnya yang membosankan berubah begitu bertemu William Weasley. Perlahan rahasia terungkap mengenai dirinya, dan saat ini dia bahkan meragu...