05 | Tetangga Baru

39 5 0
                                    

"Aku cinta sihir." Gumamnya sambil memperhatikan seisi ruangan masuk kedalam koper besarnya. Semua barang menjadi kecil dan melayang diudara, berputar dan menyusun diri mereka dengan rapih satu persatu. Rasa kantuk masih melekat pada dirinya. Sulit dipercaya, Rickbert memberi lembur untuknya di malam sebelum dia pindah rumah tanpanya menyiapkan ramuan loxydot.

Jam menunjukkan pukul 7 dipagi hari dan Sabine sudah siap untuk berangkat. Dalam hatinya bersumpah untuk memiliki rumah di tempat terpencil dengan ladang luas tanpa harus memperdulikan ada muggle disekitarnya.

Ia akhirnya memilih menaiki Knight Bus. Sangat murah dan cepat. Sabine bisa saja ber-apparate ke apartemen barunya, namun itu terlalu beresiko karena dia belum begitu hafal dan mengenal betul tempat itu.

Sebelumnya, Sabine ber-apparate ke kantor pos penyihir untuk mengirim surat pada Jae, Tulip dan Talbolt karena dia tidak memiliki burung hantu untuk mengundang mereka datang ke apartemen barunya. Dia yakin Tuliplah yang paling heboh dengan kabar baik ini.

Ia melangkah keluar Diagon Alley, mengarah ke jalan sepi, lalu mengangkat tongkatnya. Tak lama sebuah bus tinggi berwarna ungu datang. Sebelum konduktor bus, Stan Shunpike mengoceh, Sabine langsung menyerahkan 11 sickles dan melempar koper ketangannya.

"Hector Abbey."

Stan cukup tersinggung dibuatnya, namun dia mengerti. Laki-laki itu mengangguk dan bus langsung tancap gas. Knight Bus bukanlah transportasi yang nyaman, namun ini satu-satunya pilihan. Tak lebih dari 15 menit, mereka sudah sampai di tujuan.

Perutnya mual dan kepalanya pusing.

Sabine bertemu dengan tuan tanah, Tuan Rudolf. Penyihir tua, bungkuk, dan pemarah keturunan Jerman. Dia tidak banyak bicara, hanya mengingatkan untuk membayar uang sewa tepat waktu. Dia sedikit mengingatkannya dengan Tuan Rickbert versi penyihir. Dia tidak tinggal di satu bangunan yang sama dengan Sabine. Tempat tinggalnya berada di seberang jalan, di gedung yang lebih indah dan terawat dibandingnya.

Pintu apartemen ia buka, lalu dengan satu ayunan tongkat sihir isi koper melayang keluar dan menunjukkan wujud asli mereka. Mulai dari sofa, rak buku, kursi, hingga meja makan menjadi hidup dan melayang untuk menata diri mereka di tempat baru ini. Kadang Sabine tidak bisa habis pikir begitu menderitanya hidup menjadi muggle tidak memiliki kekuatan seperti ini. Apakah mereka membawa semua barang mereka dengan tangan mereka sendiri?

Ia masuk dan duduk diatas sofa. Sekarang perhatiannya tertuju pada kardus tua yang keluar paling akhir. Sabine tidak ingat pernah memilikinya. Kardus itu penuh tebu tebal, membuat dadanya sesak.

Rasa penasarannya hilang begitu menemukan tumpukan kanvas tua. Lukisan yang ia buat selama di Hogwarts.

Rambut-rambut di tubuhnya langsung berdiri.

"Aku sudah lama tidak melihat ini." Gumamnya.

Ia mengeluarkan satu persatu. Sedikit geli melihat lukisan-lukisan yang ia buat dulu. Ia melukis Jae, Tulip, Talbolt, Hogsmade, Fang dan Hagrid, patung Gargoyle, centaur, dan bahkan ruang rekreasi Ravenclaw. Dia sangan menyukai tempat itu. Memiliki jendela besar dan tempat duduk yang nyaman. Sangat cocok untuk menghabiskan waktu bersama teman maupun sendirian. Dia lebih menyukai tempat itu ketimbang ruang rekreasi Slytherin. Sudah puluhan kali ia mengatakan pada teman-temannya. Tempat itu terlalu gelap dan membuatnya depresi. Dia tidak habis pikir apa yang dipikirkan Salazar Slytherin saat merancang tempat itu.

Seketika dia sadar bahwa dia harus mengirimkan surat ke Hagrid. Sudah cukup lama dia tidak berhubungan dengannya. Apakah Fang masih hidup? Ia harap keberadaan Dolores Umbrige di Hogwarts tidak mengancam keberadaan mereka.

Sejenak Sabine beristirahat, berbaring diatas karpet tua. Menghirup nafas dan merasakan suasana sejenak. Kembali mengingat kenangan yang telah ia buat.

Aku sangat merindukannya.

The Way I Feel Inside | A William Weasley FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang