Bab 2

455 40 237
                                    

Sebuah Jalan

Ni'mal terbaring lemah di atas tikar jingga bergaris hitam, di dalam sebuah rumah dengan lempeng kayu sebagai dinding. Sekujur tubuhnya, tak mampu untuk di gerakkan. Perban putih, noda, dan bercak darah, membalut seluruh badan atasnya. Mata cokelat terang Ni'mal, sayup terbuka saat suara merdu seruling khas bernada Jawa, mengusir kantuk yang mendera.
Meski begitu, ia hanya mampu mengedipkan mata.

Perih pada kulit dan rasa remuk pada tulang telah tiada, namun sekedar menggerakkan jari saja, ia tak bisa. Aku ... di mana? Pikirnya memandang langit-langit kayu.
Ni'mal, ia terus terdiam. Melewati belasan menit dengan napasnya yang lirih. Sampai sebuah derap langkah, terdengar.

Dari dalam ruangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari dalam ruangan. Sesosok gadis berkulit cokelat, bermata jeli, mendekati Ni'mal, sembari memperhatikan wajah pemuda yang terbaring lemas. Tanpa ragu, ia menempelkan telapak tangan ke dahi Ni'mal. Ia, berujar lirih, “Demamnya sudah turun. Tapi, sepertinya masih belum bisa bergerak.”

“A-aku ... d-di mana?”

“Tunggu sebentar ya, Kak ....” Gadis berjilbab dengan jaket dan rok cokelat, bangkit. Ia melangkah keluar rumah, meninggalkan Ni'mal seorang diri.

Siapa dia? Apa dia yang membawaku kemari? Tu-tunggu! Kakek! Teguh! Dan Makhluk Hitam yang menyerangku! Mencoba, Ni’mal bangkit seraya memikirkan keadaan orang-orang yang ia kenal.

Baru ia berhasil sedikit mengangkat tubuh menggunakan lengan, tubuhnya kembali terjatuh ke tikar. “Arrgh!!!” Ni’mal menjerit kesakitan.

“Wehh, sudah bangun tho?” Pria bertubuh kurus, dengan ikat kepala hitam, berhidung mancung dengan mata yang di celak, melangkah cepat menghampiri Ni’mal bersama gadis tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Wehh, sudah bangun tho?” Pria bertubuh kurus, dengan ikat kepala hitam, berhidung mancung dengan mata yang di celak, melangkah cepat menghampiri Ni’mal bersama gadis tadi. Di tangan kanannya, tergenggam sebuah seruling bambu kuning.

“Di ... di mana ini?” Ni'mal nyengir, masih dengan wajah lemas.

“Kau aman di sini. Tenanglah.” Menoleh ke arah gadis, pria berusia tiga puluh tujuh tahunan itu, memerintah, “Ndok, tolong ambilkan ramuan semalam di lemari. Sama bawakan air dari sumur belakang, ya?”

Kisah Negeri Manunggal (Season 1 - completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang