Cemburu✨

21 5 10
                                    

Rara menatap dirinya di depan cermin, ia mengenakan pakaian putih abu-abu, rambut diikat ekor kuda, sepatu hitam, dengan sedikit polesan make up, tak lupa dengan topi SMA Pusaka menghiasi kepalanya.

Selain untuk memenuhi kewajiban di hari senin, apa lagi kegunaan topi bagi kalian, Para Readers? Untuk menjaga kelembutan rambut? Menjadi kipas saat upacara? Atau— menjaga dari tatapan mata Sang Mantan?

Rara merapikan sedikit make up yang terlalu tebal di wajahnya. Rara tersenyum melihat dirinya di cermin, ia rasa sudah siap untuk awal yang baru di semester 2.

Tuk... Tuk...

Rara menoleh ke arah tangga, ia mendapati sosok cetar Myesha dengan pakaian putih dan hitam.

"Morning Kanjeng Momi-nya Rara," Rara menghampiri Myesha dan memeluknya.

"Morning, juga. Hayu ah, sarapan dulu," ucap Myesha.

Rara segera mengambil tas gendong miliknya, "Yuk, mom."

Mereka bergandengan sambil menuruni anak tangga, senyuman tak henti-henti mengiringi keduanya hingga hening menghampiri.

"Mom, semalem ngapain di kamar Rara?" tanya Rara saat sampai di ruang makan. Myesha mengambil dua potong roti berisi telur dan sayuran untuk Rara.

"Momi cuma mau liat anak cantik momi aja kok," bohong Myesha.

"Terus kenapa nangis?" tanya Rara heran.

"Momi seneng kamu udah remaja," ucapnya lirih. Wajah Myesha yang awalnya senang kini berganti muram. "Momi juga sedih karena kamu mulai lirik-lirik cowo, momi kan gak mau cinta kamu buat momi dibagi."

"Momi lebay deh. Udah ah, gak boleh sedih gitu. Semangat terosss ya, mom." Rara tersenyum menyemangati.

"Iya sayang. Kamu juga semangat belajar nya yahoooooo!" ucap Myesha tak kalah bersemangat. Keduanya tertawa bahagia hingga Pak Saepul datang.

"Non Rara, di depan udah ada Non Tiffani," jelasnya.

"Rara... Rara..." Suara Tiffani terdengar hingga ke dalam rumah.

"Nah, tuh suaranya. Saya permisi ya, Non, Nyonya."

"Silakan," jawab Myesha.

"Yaudah mom, Rara berangkat duluan ya! Momi semangat ngajarnya... Bye!"

"Bye, sayang. Semangat juga ya!"

Muach...

———

Seluruh siswa-siswi SMA Pusaka berhamburan dari tengah lapangan. Segala umpatan keluar dari mulut-mulut siswa yang bosan dengan pengumuman dari Pak Anjas yang itu-itu saja, apalagi kepanjangan pidatonya sama dengan panjangnya jalan kehidupan.

"Anjir, segala pidato lama banget etdah. Udah mah itu-itu doang, gua ampe berasa mau pingsan di pangkuan bidadari," ucap Runako Abqari, siswa yang kerap disapa Nako.

"Lo yang lebay!" sahut Agler Zeroun.

"Woi, lu pada tau ga?" tanya Adrian Raymond.

"Lah, mana gua tau. Emang gua Peti temennya Dora!" ujar Nako.

"Peto, anjir," sahut Agler.

Tlak. Tlak.

Adrian menjitak kedua sohibnya yang ke lewat cerdas. "Bego. Gada otak semua lu. Masa iya temennya Dora si peti sama peto." Nako dan Agler masih mengusap kepalanya yang sakit bekas kekuatan sakti seorang Adrian.

"Lah, terus siapa?" tanya keduanya kompak.

"Monyet!" Kini bukan Adrian yang berbicara. Bahkan Adrian masih mangap-mangap belum mengucapkan sepatah kata pun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ra's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang