Chapter 5

8.1K 611 28
                                    


Bab dua akhirnya selesai. Pagi sekali aku sudah chat si gula jawa dengan bahasa yang aku tata sedemikian rupa halusnya. Biar keliatan si absurd ini bisa ngomong dengan bahasa yang oke juga. Biar tahu kalau anaknya Pak Ganendra ini juga bisa kayak ayahnya yang oke itu.

Ngechat janjian buat bimbingan aja, udah sejam masih belum di balas. Ampun-ampunan deh kalau chat dosen, bawaannya naik darah mulu. Gak si gula jawa, gak bu Gendis tetep aja senengnya bikin aku nunggu.

"Ngapain masih di rumah?" tanya Mas Gara yang ternyata masih di rumah dan belum berangkat ke rumah sakit.

Sekedar informasi ya, guys. Kakakku ini memang seorang dokter. Masih dokter umum sih, intershipnya aja baru selesai beberapa bulan lalu dan sekarang dia praktek di salahsatu rumahsakit swasta di Jakarta. Dia juga lagi mau ambil spesialis katanya, katanya mau ambil spesialis penyakit dalam, mau jadi ahli jantung. Kayaknya biar bisa deteksi jantung si Chana, apa masih cenat cenut gak kalau ketemu dia.

Kakakku ini memang dianugerahi otak encer macam ayah. Sejak kecil prestasinya memang menjulang tinggi. Beberapa kali menjuarai olimpiade matematika, Sains dan lain-lain. Makanya waktu dia memutuskan daftar UI dan ambil kedokteran gak ada yang meragukan kemampuannya, semua yakin bakal tembus dan memang masuk. Segila itu emang kakakku ini. Udah ganteng, otak encer, gak neko-neko lagi. Beruntung banget cewek yang dapet dia. Siapa lagi kalau sahabat absurdku yaitu Chana Arafah.

"Nungguin dosen pembimbing balas chat," kataku sambil menyuapkan jeruk yang sudah aku kupas ke dalam mulut.

"Dosen itu harusnya di telepon, bukan di chat doang. Dia gak mau bales kali, emang kamu siapa minta dibale chat-nya?!" aku mendengus kesal membuat kakakku itu terkekeh.

"Kemana?" tanyanya saat aku berdiri.

"Ngampus duong! Emang situ bisanya komen doang," kataku sambil meninggalkan Mas Gara yang sedang menggigit apelnya.

"Yeee, songong!" katanya. Aku hanya terkikik saja lalu berjalan ke arah pintu keluar. Sebelum naik ke atas motor tak lupa aku memakai dulu jaket, helm dan sarung tangan. Savety Riding guys, eh beneran kan ngomongnya gitu? Maklum darah Jawa sama Sunda mendominasi seorang Betari, jadi susah kalau ngomong bahasa Inggris. Tapi niatku naik ke atas motor aku urungkan saat ponselku bergetar. Senyumanku mengembang saat satu nama terpampang pada notifikasi pop up. Pak Dosen Ganteng balas chatku.

Pak Dosen Ganteng

Walaikumsalam wr.wb

Saya ada ngajar dari pagi

Saya tunggu jam 10 pas sy break ngajar

Me

Baik, pa

Terima kasih

Pak Dosen Ganteng

Sama-sama

Menurutku ya, gaes. Pak Hanan si dosen ganteng ini adalah tipe dosen yang ramah banget. Bukan Cuma ganteng dan jomblo _katanya sih_ tapi dia juga baik. Setiap chat yang aku kirim selalu dia balas. Ya, meskipun durasi balasnya lama. Kadang kapan aku chat bisa balasnya satu atau dua jam kemudian, tapi tetap dia balas dan ramah.

Beda banget tuh sama bu Gendis. Heran sih ih sama dosen satu itu. Udah jutek, kadang balas chat semaunya. Malah Cuma dia baca doang tanpa di balas. Kesel kan? dia gak tahu apa kalau chat kita Cuma dibaca tanpa di bales itu udah kayak cinta bertepuk sebelah tangan. Nyeseknya sampai ubun-ubun. Bener gak sih para jomblo? Pasti bener duong!
***

Betari (Tamat) (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang