“Allahu akbar.. Allahu akbar..”Adzan subuh bergema saat langit masih hitam. Itu adalah adzan subuh pertama, bahkan ayam jago pun masih terlelap di kandangnya.
Aku mengucek mata dan mengerjap sempurna. Masih sangat pagi. Ini sebetulnya belum masuk waktu subuh, masih beberapa saat lagi supaya shalat subuh bisa dilakukan. Tapi aku tau, adzan tadi adalah adzan yang bertujuan membangunkan orang untuk shalat tahajjud atau sahur puasa sunnah.
Kenapa aku tau? Karena aku pernah terkecoh. Saat aku mendengar adzan itu, aku langsung shalat subuh tanpa melihat jam. Lalu aku ditegur ayahku, “kamu shalat tahajjud dua rakaat?” dan kemudian aku baru tau kalau adzan di pagi buta ini tujuannya untuk membangunkan tahajjud :D
Aku langsung bergegas wudhu dan shalat tahajjud. Seusai shalat, aku membaca Al-Qur’an ditemani sayup-sayup suara muadzin tadi bertadarus juga lewat microphone.
Kalian tau, muadzin ini adalah muadzin favoritku di kampung ini. Setiap pagi aku tidak pernah absen terbangun bersamaan dengan sang muadzin mengumandangkan adzan.
Saat ia bertadarus, tak jarang aku hanya mendengarkannya sambil menyimak bacaannya. Kemudian saat ia mengumandangkan iqamah, aku cepat-cepat berdiri pula, melaksanakan shalat subuh. Setelah melaksanakan shalat fajar, tentunya.
Dan begitulah rutinitas hariku dimulai, dengan diawali adzan subuh favoritku.
Aku suka mendengarkan Sang Muadzin mulai melantunkan adzan. Dari takbir pertama hingga tahlil terakhir. Suaranya mendayu, jika mendengarnya hati akan tersentuh.
Di pagi buta seperti ini, suara Sang Muadzin seperti mengalahkan embun dalam kesejukan, dan mengantarkan rasa sendu merasuk ke dalam hati.
Jika sudah mengawali hari dengan kebaikan, insyaAllah hari kita akan berjalan dengan penuh senyum.Thanks to the muadzin, hari-hariku terasa sejuk karena aku dibangunkan shalat tahajjud.
Hari-hariku selalu dipenuhi dengan aktivitas berat, khas seorang pelajar. Dan percayalah, aktivitas melelahkan ini akan terasa gugur lelahnya dengan satu sujud. Dekatkanlah kepalamu kepada bumi, ceritakan keluh kesah kepada Allah, maka hati akan terasa ringan. InsyaAllah.
Kenapa aku bilang begitu? Karena Sang Muadzin yang mengajarkannya padaku, secara tidak langsung.
Oh iya, aku adalah pindahan baru di lingkungan ini. Kira-kira baru sebulan aku menempati rumah baruku ini, dan sejak hari pertama aku sudah dibangunkan oleh Sang Muadzin. Sejak saat itulah Sang Muadzin selalu aku tunggu-tunggu.
Setelah shalat subuh, aku segera bersiap-siap berangkat sekolah. Dan, dimulailah rutinitasku hari ini.
***
Hari kemarin telah berlalu. Hari baru sudah datang, pagi kembali. Aku sudah menunggu Sang Muadzin mengumandangkan adzan.
Namun, ada yang berbeda hari ini. Aku tidak mendengar Sang Muadzin mengumandangkan adzannya. Akhirnya aku terbangun tanpa adzan Sang Muadzin. Aku bertanya-tanya. Namun setelah menunggu lama, Sang Muadzin tetap tidak muncul. Akhirnya ayahku lah yang menjadi muadzin hari ini.
Aku sedikit kecewa. Kemana perginya ia? Kenapa tidak adzan seperti biasa?
Tapi aku berpikir, mungkin bisa jadi ia sakit. Jadi ia berhalangan hadir ke masjid.Kukira, mungkin ia hanya absen satu hari. Tapi ternyata, hari setelahnya suara Sang Muadzin juga tidak terdengar. Begitu juga dengan hari setelahnya lagi. Ia tidak mengumandangkan adzan lagi. Aku galau. Fans kecewa. Hari-hariku jadi berbeda.
Kira-kira ia kemana? Apa ia sakit, ya?
Dan akhirnya dengan berat hati, kupendam perasaan rindu pada Sang Muadzin karena aku malu bertanya kepada ayah. Mungkin esok hari, ia akan kembali. Aku berpositif thingking, mungkin saja Sang Muadzin hanya sakit flu dan besok sudah sembuh. Bahkan aku pun mendoakannya supaya segera sehat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sesa-at
Short StoryCerita-cerita untuk kau baca sesaat. Tapi semoga maknanya membekas selamanya.