Anyelir dan Matahari

89 22 1
                                    


Pernahkah kau melihat bunga anyelir? Bunga yang unik dengan kelopak-kelopak seolah berlapis, berpilin dan membentuk mahkota bunga anggun seperti gaun tuan putri ketika pergi berpesta. Warna-warni cerahnya membuat gaun pesta itu semakin dilirik, menarik hati semua orang yang melihatnya. Satu kata untuk bunga itu: cantik. Semua orang berebut memandangnya.

Begitu pula dengan Anyelir. Gadis itu persis seperti namanya: secantik bunga anyelir. Wajah tirus dengan kulit putih halus tanpa cela, hidung mancung dan alis tebal, serta lesung pipit yang tersembunyi. Semua bagian rupanya sempurna, kecuali fakta bahwa orang jarang mengetahui ia punya lesung pipit, karena ia hampir tak pernah tersenyum.

Semua orang suka padanya. Namun, gadis secantik bunga anyelir yang menarik pandangan setiap orang itu, sebenarnya benci ditatap sedemikian rupa. Ia tak suka orang melihat wajahnya yang cantik sempurna, memujanya seolah ia dewi Yunani yang terlahir kembali. Anyelir tidak suka.

Ia benci pada setiap laki-laki yang mengejarnya karena ia cantik. Benci menatap tumpukan hadiah dan surat yang ia terima setiap ulang tahun. Saat gadis lain berlomba terlihat cantik, ia malah kebalikannya: sebisa mungkin harus terlihat jelek. Agar tak ada lagi laki-laki yang mendekatinya, seperti hari ini.

"Aku sibuk, maaf."

"Ayolah! Aku tau kamu tidak sibuk, apa susahnya makan denganku!" Laki-laki di depannya memaksa, berusaha membujuknya untuk menerima ajakan makan malamnya.

"Maaf, aku ada urusan," Anyelir berusaha menjelaskan, meski takut-takut. Laki-laki itu tak menyerah. Ia adalah laki-laki ternekat yang pernah Anyelir temui.

"Anye, pliss..!" Ia kini menarik tangan Anyelir, membuat gadis itu terkesiap.

"Pergi!" Teriaknya refleks. Laki-laki itu tak kalah terkejut. Belum pernah Anyelir meneriakinya. Selama ini gadis pendiam itu selalu tampak lemah tak berdaya. Melihat lawan bicaranya terdiam, Anyelir memanfaatkan kesempatan. Dilangkahkan kakinya secepat mungkin menjauh.

Badannya masih gemetar akibat disentuh tiba-tiba. Gadis itu membiarkan air matanya luruh, lantas menghapusnya kasar. Kini ia makin benci menjadi cantik; orang-orang hanya menghargaimu karena wajah yang sempurna saja.

Kakinya melangkah asal, entah mengapa mengantarnya menuju sebuah toko kecil di sudut jalan, bertuliskan "Catleya Florist". Begitu masuk, ia merasakan semerbak wangi harum bunga. Rupanya ia masuk ke dalam toko bunga, pilihan yang kemudian disesalinya. Tapi karena terlanjur masuk, ia berniat melihat-lihat.

Lalu matanya jatuh pada bunga di pojokan yang ditata rapi dengan pot besar, bunga yang paling ia benci:

Bunga anyelir.

***

Matahari heran kenapa orang-orang menyukai bunga matahari berwarna cerah di sudut toko bunga milik ibunya. Bunga itu selalu laku, berada di urutan ketiga terlaris setelah bunga mawar dan krisan. Padahal menurutnya, bunga itu membosankan.

Apa yang menarik dari bunga berwarna oranye dengan lingkaran tengah penuh keropeng? Begitu pikirnya, menatap bagian tengah bunga yang kasar, dipenuhi calon biji kuaci. Ia makin tak suka bunga itu, karena Matahari harus mencarikan sinar mentari asli yang hangat untuk bunga itu agar bisa hidup. Sayangnya, bunga yang paling ia benci itu diambil menjadi namanya. Hal yang paling membuatnya kesal setengah mati. Padahal ia suka bunga, namun tak pernah menyukai bunga matahari.

Siang ini, Matahari kembali berkutat di toko bunga milik ibunya. Sepulang dari kuliah, ia bekerja membantu ibunya melayani pelanggan, yang kebanyakan kalau bukan pemilik Event Organizer untuk memesan bunga dalam jumlah besar, ya perempuan dan laki-laki yang sedang kasmaran.

Sesa-atTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang