Sudah Dekat?

19 5 0
                                    

Dwira dan Galang masing - masing sibuk dengan pekerjaannya.

Dwira dengan pekerjaan di klinik, ia memang diutus menuju tempat pemeriksaan yang dekat dengan rumah Galang dan Gilang ini sehingga sekarang ia tinggal dan tidur di tempat Gilang.

Terlebih Dwira tahu bahwa tunangan sepupunya, memiliki riwayat asma, ia jadi harus sangat berhati - hati agar tidak menjadi pembawa virus ke dalam rumah yang menurutnya cukup hangat.

Dwira cukup tidak menyangka beberapa bulan ia meninggalkan rumah ini terakhir kali saat ia memeriksa Galang yang juga rentan sakit karena kelelahan jika terlalu keras, sekarang bangunan yang cukup sepi karena biasanya hanya diisi tiga orang, kecuali saat ini ART-nya tengah pulang, kini cukup seru dan ramai karena adanya Ghina yang aktif melakukan hal - hal remeh temeh tapi berkesan.

Misalnya kemarin ketika Galang dan Gilang sama - sama diam menonton televisi. Dwira hanya lewat sekilas untuk mengambil minum lalu kembali bekerja dengan mempelajari ulang apa yang harus ia tahu mengenai penyakit agar tak lupa.

Ia sih, sudah biasa melihat pasangan adik - kakak ini saling mendiamkan diri. Hal yang berbeda adalah Ghina datang dengan makanan ringan. Ia bilang, sempat membuatnya malam - malam setelah semua orang tertidur.

Mendengar itu, Dwira yakin Galang dan Gilang jadi agak heran kenapa gadis itu sangat semangat melakukan hal yang bisa dengan jalur cepat ia dapatkan hasilnya. Membeli makanan ringan tersebut. Kebiasaan keluarga mereka juga yang ingin instannya saja.

"Nah, gini nih. Enak." Dwira inisiatif duluan mengambil segenggam sus kering mini diisi selai coklat. Dari tadi keduanya diam saja membuat Ghina ikutan heran. Apa salahnya membuat makanan selama gabut.

"Gimana Kak?" Ghina ingin tahu pendapatnya. Ini baru percobaan pertama dirinya membuat sus kering.

"Wih. Enak juga. Gue bawa setoples ya buat nemenin belajar." Ghina mengangguk. Dengan riang memberikan sesuai permintaan Dwira.

"Semangat Kak belajarnya."

Ini lah yang membuat suasana jadi berbeda. Ghina ramah sekali.

"Oke. Makasih." Ia menyuap kembali satu kue keringnya. "Lo juga semangat bikin ginian lagi. Entar gue abisin deh kalo bocah dua ini kagak mau."

Galang menatap tajam sepupunya. Enak saja. Dia juga mau. Cuma agak heran saja Ghina jadi sangat aktif setelah sakit.

"Sayang, apa lo beneran hamil?" Ghina menabok Galang. Apaan coba tiba-tiba nanya hal yang sudah pasti enggak mungkin.

"Yakali."

Sedangkan orang termuda di sana meraih toples lainnya mencoba popcorn karamel. Cukup enak menurutnya. Cocok untuk cemilan menonton.

Total ada empat toples dengan makanan berbeda. Jumlahnya juga banyak memenuhi kapasitas tempatnya.

"Tuh makan ya. Aku mau nonton Polaroid." Ghina mengambil laptopnya yang memang ia simpan di bawah meja ruang menonton.

Ghina sangat menyukai film horor sepertinya. Galang sampai hafal apa film yang membuat sang tunangan sempat insomnia dua hari. Gilang juga jadi ikut-ikutan menyukai film yang penuh aura seram tersebut.

Katanya ada nuansa tersendiri. Greget.

Palamu greget. Yang ada habis itu satu rumah tidak bisa memejamkan mata.

***

Galang sebagai manajer operasional harus tetap mengawasi jalannya produksi. Apalagi di tengah pandemik harus membuatnya menyemangati para karyawan agar tidak tertekan.

Ia sangat sibuk sekarang. Entah akan sesibuk apa kala ia menjadi pemilik dari perusahaan obat luar setelah ayahnya lengser dan saat Galang sudah menikahi Ghina.

Galang akan sering lupa segala hal. Termasuk penyakit lamanya akan kembali. Dehidrasi.

"Baik. Kerja bagus semuanya. Jangan lupa beristirahat dan jaga kebersihannya. Rentan banget, loh." Seperti biasa Galang memberi petuah pada bawahannya.

Pabrik tempat dimana ia bekerja sudah memperketat pemeriksaan suhu tubuh, serta kebersihannya. Juga diharap para pekerja tidak terlalu dekat satu sama lain. Tetap melakukan phisical distancing.

"Oke. Pak."

"Siap, Mas. Saya duluan"

"Baik. Terima kasih Pak Manajer."

Semua sapaan masuk ke telinganya. Galang sudah lama bekerja di sana, jadi tidak asing dengan bagaimana karyawan lain yang dekat dengannya.

Termasuk dekat dalam artian lain. PDKT.

Kadang, Galang kewalahan sendiri jika menghadapi gadis-gadis muda yang menjadi bawahannya. Bukan hanya karena mereka keras kepala, tapi juga jumlahnya lebih dari hitungan jari. Belum lagi yang mencoba menjodoh-jodohinya dengan anak mereka.

Salahnya juga, saat ia tertutup soal status sehingga desas-desus ia jomblowan ada dimana-mana.

Nanti saat Galang menikah, ia akan umbar itu dalam story sosial medianya. Supaya mereka berhenti.

Ghina masih lebih baik dan cantik di matanya ketimbang orang-orang yang mendekati dan disondorkan padanya.

Gilang saja yang notabene nya tidak suka orang baru mengakui suka dengan kakak iparnya. Ini sudah resmi. Galang sendiri yang bertanya setelah Ghina bercerita Gilang menyebutnya kakak ipar.

Semua persetujuan serta restu sudah ia kantongi. Tinggal mengucap ijab qabul dan mereka telah resmi menikah dimata hukum dan agama.

"Bang, enggak pulang?" Galang tersentak ketika ada suara yang bertanya.

Atasannya. Dinoor. Sebenarnya terbalik sih, dalam pemanggilan. Namun ya Dinoor malah bilang, 'Saya ngehargain Abang, makanya manggilnya gini. Tanda hormat.' padanya setelah sebulan diangkat jadi manager kala itu.

"Nunggu semua balik. Baru saya pulang." Dinoor melihat tempat parkir yang memang masih cukup ramai dengan orang-orang. Ia mengangguk.

"By the way, siapa Ghina, Bang?" tanya Dinoor tiba-tiba membuat Galang langsung melihatnya.

"Hah?"

Dinoor mengambil ponsel di saku celana, membukanya lalu setelah mendapatkan apa yang ia mau, ia perlihatkan pada Galang.

Sebuah potret layar dari cerita whatsappnya.

Tadi Galang memang membuat unggahan bahwa ada pesan dari atasannya, Dinoor berupa video layar ponselnya untuk memulangkan karyawan agak awal karena akan ada penyemprotan antiseptik. Tapi Galang juga tidak sengaja memotret akun whatsapp sang tunangan yang mana berada di bawah akun Dinoor.

"Dari yang saya lihat, abang ngirim chat 'semangat ya' ke Ghina itu?" Dinoor mengantungi kembali ponselnya.

"Pacar Abang?"

"Ke-kenapa emang?" Galang jadi gugup juga. Sebenarnya tidak ada alasan jelas ia menyembunyikan statusnya, tapi untuk apa juga dalam pekerjaan butuh status jika bisa bekerja dengan baik melalui skill yang dimiliki Galang.

"Saya tilik-tilik, cantik juga. Kalo bukan pacar, bisalah kenalkan dengan saya."

'Anj**g emang. Ada maunya.' Galang mengumpati sang atasan.

"Maaf, tapi dia nggak bisa saya kenalkan pada siapapun."

Galang menyugar rambut pergi meninggalkan Dinoor yang belum paham kenapa Galang tampak kesal.

"Masa dia PMS?"

***

Akhirnya saya update lagi.

Enggak terlalu lama alah ya jarak nya.

Makasih semua.

20 Juni 2020

Focus On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang