Twelve

12.6K 834 14
                                    

Basketball Girl

Twelve

"Lama banget sih?" tanya Steve sambil meminum kopinya.

"Maaf. Tadi aku ke salon dulu," ucap Kayla dengan senyum lebarnya. "Gimana? Aku jadi cantik banget kan?"

"Hm. Terserah. Gue mau ngomong sama lo," ucap Steve yang tampaknya tidak tertarik dengan perkataan yang diucapkan Kayla.

Kayla memanyunkan bibirnya. "Yaudah, apaan?"

"Lo boongin gue?"

Kayla membelalakan matanya. "E-eh? Apaan? Tunggu dulu. Aku blom mesen minum."

"Cukup dramanya deh, La. Rachel gak punya saudara di SMA lo yang dulu itu." Steve melirik Kayla tajam.

Kayla menyeringai. Bukan, bukan tersenyum. Ia menyeringai lalu ia tertawa. "Kok kamu baru tau sih?" ucapnya sambil tertawa. "Kamu lama juga ya pekanya."

"Ga lucu." Steve menatap Kayla lurus.

Melihat mimik muka Steve yang serius, Kayla menghentikan tawanya. "Maaf-maaf. Aku kira itu candaan. Ternyata kamu anggap serius."

Steve bergidik ngeri karena aksen aku-kamu yang digunakan Kayla.

"Lo tau akibat candaan lo? Gue jadi jauh dari Rachel!" ucap Steve setengah berteriak.

"Kan biar aku makin deket sama kamu."

"Gila ya lu. Pengen banget buat hidup gue ancur ya?" Steve geleng-geleng kepala.

"Lagian kamu kan sebagai pacar aku. Harusnya gak boleh lirik cewek lain dong!"

"Not anymore!"

Kayla membelalakan matanya lagi. "Hah?!"

"Kita putus," ucap Steve sambil menaruh beberapa lembar uang di meja dan pergi keluar cafe. Sementara Kayla menatap punggung Steve dengan nanar.

Liat aja nanti Steve. Lo bakal nyesel.

Rachel tampaknya asik dengan bola basketnya sehingga ia tidak menyadari bahwa ada seorang laki-laki sedang menatapnya.

Oh, tidak tidak. Bukan tidak menyadari. Namun tidak merespon. Rachel selalu tidak peduli dengan sekitar saat bermain basket.

"Rachel."

Suara tersebut membuat Rachel mematung. Menahan bola yang siap dilemparkan menuju ring.

"Gue mau ngomong sama lo," ucap suara tadi sambil memegang bahu Rachel.

"Ngapain lo nyariin gue?" ucap Rachel dingin tanpa memutar ke arah orang itu.

"Bisa kita bicara?"

"Bukannya lo yang mulai ngejauhin gue?"

"Rachel." Steve membalikan tubuh Rachel sehingga menghadap kearahnya.

"Yaudah, ngomong aja di sini," ucap Rachel memasang tampang datar.

"Gue mau minta maaf." Steve menunduk.

"Lo udah terlalu banyak minta maaf."

"Kasih gue satu kesempatan lagi."

"Buat apa? Buat apa gue ngasih satu kesempatan kalo lo udah ngerusak kesempatan sebelumnya?" tanya Rachel dengan suara bergetar.

Steve menunduk, tidak tau harus bicara apa. Ya, memang. Steve selalu merusak kesempatan yang orang-orang berikan kepadanya.

"Lo sendiri gabisa jawab, kan?" Rachel tersenyum getir. Ia melempar bola basketnya dengan asal lalu pergi.

Anggap semua itu tidak terjadi. Kini, Rachel sedang di kamarnya sedang cengar-cengir dan kadang tertawa sendiri akibat candaan teman-temannya di multiperson chat.

Terry : Woi! Jalan yok.

Melissa : Kemana?

Jane : Sori. Diajak jalan sama Alvo hehe.

Rachel : Cie cie. Awas jadian.

Terry : Kakak sendiri juga!

Nicky : Kalo gak boleh kakak sendiri, kakak temennya boleh gak, Ter?

Terry : GAK!

Melissa : Ini Cameron kakaknya atau adeknya Terry coba. Kok yang protektif adeknya.

Terry : Suka suka. Week :P

Nicky : Sorry gak bisa ikut jalan. Sibuk pacaran.

Jane : Pacar ke berapa tuh, Nick? HAHAHA CANDA.

Nicky : Emang kalo mau pacaran harus punya pacar ya? *pasang tampang polos*

Rachel : -_____-

Terry : .....

Melissa : ._.

Jane : YA HARUS LAH......

Nicky : Berarti kalo orang sarapan harus sarap juga dong? *masih tampang polos*

Rachel : SUKA SUKA LO AJA DEH.

Terry : IYAHIN AJA KAKA.

Jane : Tau ah.

Melissa : Terserah lo aja deh.

Dan chat-chat random dari teman-temannya itu yang sebenarnya otaknya sudah miring mungkin?

Rachel hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat teman-temannya yang bisa membuatnya melupakan suatu kejadian yang membuatnya menangis.

"Gara-gara kemaren gak jadi jalan gue disuruh jagain anak tetangga sebelah tau! Cowok lagi! Bandel banget," omel Terry untuk ke-sekian-puluh-kalinya.

"Sakali, Ter," ucap Rachel kesal.

Terry mencebikkan mulutnya. "Tau gak dia di rumah gue ngapain?"

"Makanin rambutan dari pohon rambutan kesayangan lo," ucap Jane, Rachel, Melissa, dan Nicky secara serempak.

Terry memanyunkan mulutnya. "Terus masa dia mak--"

"Make lipstick mama lo yang warna merah mencolok," ucap Rachel memutar kedua bola matanya. Ia benar-benar bosan mendengar ocehan temannya yang super duper bawel.

"Yaudah sih. Abis pulang sekolah kan kita mau cabut ke Vintage Cafe." Jane berusaha menghentikan ocehan Terry.

Tiba-tiba ada lengan yang menutup mulut Rachel dari belakang. "Rachelnya dipinjem dulu, ya."

Dan seketika, tubuh Rachel ditarik namun lengan tersebut tetap setia menutup mulut Rachel.

"CLBK," celetuk Melissa sambil terkekeh.

"Hah? Celebek-celebek?" ucap Nicky memasang wajah polosnya walaupun sudah terlihat ia menahan tawa.

"IYAHIN." lagi, secara serempak namun tak ada Rachel.

Rachel dibawa ke taman belakang sekolah. Setelah sampai, ia akhirnya dilepas oleh orang tersebut. Sedari tadi, ia belum melihat orang yang membekapnya karena orang tersebut membekapnya keras sehingga ia tidak bisa bergerak. Namun, sudah terlintas nama seseorang karena ia tau siapa yang selalu membekap mulutnya.

"Apa-apaan sih Regan!"

Dan perkiraannya salah total!

"E-eh Steve," ucap Rachel canggung. Ia segera merubah mimik mukanya. "Ada apa?" katanya datar.


[TS 1] Basketball GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang