Scandal | 14

1.1K 72 5
                                    

Aku membenturkan punggungku pelan ke sandaran sofa. Kenneth yang berada di sebelahku tertawa pelan. Aku mendeliknya kesal. "Napa?"

Ia menggelengkan kepalanya. "Sefrustasi itukah?"

"Tentu. Ini pernikahan pertamaku," jawabku sambil menganggukkan kepala.

"So am I, " ucapnya lagi. "Tapi, apa aku terlihat sefrustasi kamu?"

Aku tak menjawab pertanyaannya. Yang ada, aku balik bertanya padanya. "Alasan kamu nerima ajakan pernikahanku itu, apa? Selain karena skandal ini tentunya."

Aku menatapnya penasaran. Ia balik menatapku dengan pandangan yang sulit kuartikan. "Nanti juga kamu tau."

"Kapan?"

"After marriage, maybe?" Aku mencebik kesal mendengar jawabannya yang takpasti itu.

"Liat aja nanti. Aku tagih!" Ia tertawa pelan.

"Tapi, Kenneth." Kenneth melirik ke arahku. "Aku masih penasaran tentang penyewaan gedung itu. Siapa yang melakukannya?"

"Ya ampun!" seru Kenneth dengan sedikit berlebihan. "Kamu gak bisa ya anggap itu sebagai hadiah dari fans kamu? Dari orang yang pengen liat kamu cepet-cepet nikah?"

Aku berjengit pelan. Menyadari sesuatu. "Aahh! Orang yang pengen liat aku cepet-cepet nikah!"

Dengan terburu, aku meraih telepon genggamku dan membuka kontak bernama Laura. Kutekan opsi panggilan dan tak lama kemudian, panggilanku terjawab.

"Laura!" sentakku.

"Jangan bilang lo yang nyewain itu gedung!" lanjutku tanpa menunggu balasan dari Laura.

Laura tertawa-tawa tidak jelas di ujung sana. "Ya ampun, Sayang! Gue nungguin lo nelpon ini... Lama juga ya ternyata? Hahaha."

Aku menggeram kesal. "Laura! Bisa gak sih lo tuh gak ikut campur sama urusan gue yang satu ini?! Demi Tuhan! Yang mau nikah itu gue, bukan elo! Lo gak usah ngide, deh! Segala inisiatif buat nyewa gedung duluan!"

"No, no! Bukan hanya gedung, Sayang. Semuanya udah gue urus. Make up, gaun, katering, mm, apalagi ya? Pokoknya lo sama si Kenneth tinggal ngurusin undangan sama pendaftaran pernikahan kalian doang. Oh, ya! Lo juga udah gue jadwalin buat fitting. Ajakin Kenneth juga! Waktu sama alamat butiknya nyusul."

Aku memijat dahiku pelan. Kenneth yang duduk di sampingku ikut membantu dengan memijat sebelah lenganku. Mencoba membuatku lebih rileks.

"Lo bener-bener, La! Harusnya lo aja yang kawin sana!"

Laura tertawa keras. "Gue akan nyusul elo kok, Neth! Tenang. Gue cuma belum ketemu jodoh gue aja."

"Gue doain lo gak ketemu jodoh lo deket-deket ini, deh! Biar lo kalah taruhan."

Lagi-lagi, Laura tertawa. Sepertinya ia senang melihat temannya frustasi. "Gue gak akan pernah kalah taruhan, ya! Gak ada sejarahnya Laura Sanchez kalah taruhan. Lo liat aja entar."

Aku mengembuskan napas kesal. "Bodo amat, deh!"

"Btw, Neth." Aku membalasnya dengan dehaman kecil. "Gue gak suka sama CEO lo."

Aku mengernyitkan dahi. "Pak Barry?"

"CEO First Media Agency siapa lagi emang selain si Barry?"

"Kenapa emangnya?" tanyaku dengan menghela napas pelan. Mencoba menahan rasa kesal.

"Sebel aja gue. Keluar dari sana, gih!"

Scandal |  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang