ACHT

8 1 0
                                    

Sam hanya mampu menatap nanar Wilma yang saat ini mengenakan gaun indah pemberiannya. Sungguh ... hati anak lelaki itu selalu berkata benar. Wilma sangat cantik dan menawan. Meski dibalik kain tipis itu terdapat tubuh ringkih nan lemah yang dipaksanya berdiri tegak. Dengan wajah terpoles riasan tipis, Wilma mengembangkan senyum terindah kepada Samudra.

"Kau yakin baik-baik saja, Wilma?"

Wilma menghela napas berat. Sesekali merasakan dadanya sedikit sesak, namun tetap sembunyikan dari Sam dan Frauen Erika.

"Ya. Aku ingin kau tetap duduk di kursi tribun bersama mama." Ucap gadis itu dengan nada lirih. "Semua pasti akan baik-baik saja. Doakan aku."

Sam mengulas senyum simpulnya sejenak. Membenarkan mahkota bunga diatas kepala Wilma yang tertutup oleh rambut palsu. Ia merasa tak ingin meninggalkan Wilma sedetik pun. Entah kenapa sedari tadi anak lelaki itu merasakan sesuatu yang ingin membuncah dari dalam hatinya. Tapi ia tak bisa menjabarkan lebih jelas, perasaan macam apa itu -- kecuali hanyalah khawatir.

Sam kembali menatap lekat Wilma seraya berkata, "Baiklah,"

Dengan berat hati ia pergi. Meninggalkan Wilma yang masih berdiri di belakangnya sampai punggug Sam lenyap di balik tirai tebal pembatas antar panggung dan ruang rias.

Sepeninggal Samudra, Wilma kian merasa sesaknya tersengal. Dan tak lama berselang, gadis itu mendapati noda kemerahan yang mengotori permukaan sapu tangannya. Darah kembali keluar, menandakan kondisi tubuhnya memburuk. Sementara namanya sebentar lagi akan dipanggil.

"Mari kita nikmati penampilan peserta berikutnya!"

"Wilma Krüsser!"

Suara pemandu acara menggema di seluruh penjuru tribun. Sedangkkan gadis itu kembali menarik napasnya lagi. Mencari celah agar tak kehilangan napas dan kekuatannya demi penampilan terbaiknya. Ia melangkah gontai, membawa biola beserta busur penggeseknya menuju panggung besar. Disambut oleh riuh tepuk tangan para pendengar.

Wilma mulai memainkan nada demi nada itu. Melodi syahdu mulai menyeruak, lalu tak butuh waktu lama menelusup ke dalam hati para pendengar di hadapannya. Ini adalah lagu perpisahan antara dirinya, ibu, dan ... Samudra. Wilma tampak emosional, terus menggesek damar biola meski air matanya berderaian keluar. Dan tak memerdulikan lagi sesak dalam dada yang sebentar lagi mungkin akan merubuhkan tubuhnya. Sesekali dua intan kebiruan itu menatap sekilas pada Frauen Erika. Ketika dilihatnya wanita di sana sama-sama mengeluarkan air mata dalam isak pilunya. Ternyata ia tidak sendiri. Para pendengar dan juri pun juga merasakan kepiluan yang merayapi tribun. Seolah ini benar-benar akhir perjalanan mimpi seorang Wilma -- gadis penderita lupus kronis dan kanker stadium empat.

Seharusnya ia berada di atas ranjang rumah sakit, berjuang antara hidup dan mati dengan alat-alat medis yang melekat tubuhnya. Namun Wilma lebih memilih panggung orkestra sebagai saksi bisu dirinya ketika ajal akan merenggut semua yang dimilikinya.

Permainan biola itu berakhir. Secara spontan gelombang pendengar saling berdiri memberikan tepuk tangan meriah kepadanya, meski air mata mereka masih berlinanagan hingga membuat wajah sembab.

Wilma hanya tepaku diam. Diantara ekspresi bahagianya, ada ekspresi lain yang mulai dirasakan. Dan ... seketika itu juga ia refleks menjatuhkan biola dan busurnya di atas lantai kayu panggung. Diiringi oleh tubuhnya yang mulai limbung dan akan ambruk.

"Wilma!!!!!"

Samudra sudah menyadari apa yang terjadi dengan Wilma di sana. Ia langsung berlari secepat mungkin, melompat ke atas panggung. Dan dengan sigap anak itu berhasil menangkap tubuh Wilma, kemudian jatuh di dalam pangkuannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ich Liebe Dich [ COMPLETED! ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang