2

10 3 0
                                    

Rintik hujan menghiasi kaca jendela kamarnya. Menenangkan dan menyejukkan namun bila tak berhati-hati, itu akan menjadi bumerang. Ya akan berbahaya. Semua hal yang membuatnya senang akan membuat dirinya dalam bahaya, itu yang selalu ada di pikiran Reno.

Reno menghela nafas. Ia menekan asal piano yang ada di kamarnya. Walaupun asal namun sungguh indah lantunannya. Bila mendengar, semua orang pun tahu kalau sang pemain sedang bimbang.

Reno menghentikan tarian jarinya. Ia sangat bosan, tak ada lagi yang harus Reno kerjakan. Semua sudut Apartemennya sudah rapi dan bersih.  Tak ada tugas dari sekolah, seharian ia hanya melakukan perkenalan namun hanya formalitas, ia tak kenal dengan siapapun di kelas itu kecuali
Sheina, ya! Hanya Sheina yang ia kenal.

Sepanjang jam pelajaran, ia tak menyadari keberadaan Sheina. Ntahlah mungkin ia yang tak peduli sekitar. Atau sama-sama tak peduli sekitar. Sepanjang pelajaran banyak pasang mata yang mencuri-curi pandang ke arahnya.

Reno tau, ia memiliki wajah yang lumayan dibanding teman yang lainnya. Tapi ia tak pernah sedikitpun tertarik saat melihat seorang gadis mencuri pandang kepadanya. Baru Sheina yang mampu membuatnya tertarik.

"Gue harus dapetin Sheina, Ya! Harus!  Gue mau Sheina jadi Sahabat gue!" ucap Reno yakin.

*****
"Sheina makan sayang" ucap Mamah lembut. Namun, tak ada tanggapan.

Sang Mamah tersenyum getir melihat anak semata wayangnya sedang termenung di jendela kamarnya. Selalu seperti ini, hanya biasanya Sheina termenung di balkon, kali ini di jendela kamar. Mungkin karena Hujan.

"Sayang, ayo makan" ucap lembut Mamah seraya mengusap rambut Sheina. Namun, Sheina hanya menggeleng.

Sheina masih memandang ke arah luar. Sheina benci hujan. Karena hujan, Sheina jadi kehilangan. Ya! Sheina sangat membenci Hujan.

"udah ya gausah dipikirin lagi. Mamah bolehin kok kamu pacaran lagi, asal kamu gak kaya gini" ucap Mama ngerti.

"Nggak Ma. Berapa kali Shei bilang? Shei akan jadi seorang yang setia. Shei bakal bersama Dia pasti. Suatu saat nanti, Shei akan bahagia bersama Dia. Shei yakin itu" selalu jawaban itu yang didapat Mamah. Mamah menghela napasnya gusar. Beliau sedih, melihat anaknya tak bisa menerima kenyataan.

"Shei Mamah selalu doain apa yang jadi pilihan kamu. Apapun Mamah dukung. Tapi Mamah minta, jangan kaya gini. Jangan menutup Hati kamu ke orang lain hanya karena satu orang. Kamu butuh teman, sayang" Pinta Mamah.

"Iya Shei lagi coba buka hati buat berteman dengan orang lain lagi, Mah. Doain ya"

"iya, nama Shei selalu ada di doa Mamah" Mamah tersenyum.
"sekarang, ayo makan. Mamah masak makanan kesukaan kamu loh"bujuk Mamah

"serius Mah? Mamah masak sambal goreng tempe" Mamah mengangguk.

Walaupun mereka merupakan keluarga yang sangat kaya. Namun, mereka suka dengan kesederhanaan.

*******
"Reno, Bunda pulang dulu ya. Jangan lupa sarapan, itu udah Bunda taruh di meja. Maaf ya sayang, Miko butuh Bunda di Olympiadenya. Nanti kapan-kapan Bunda kesini lagi" Bunda mencium kening Reno yang hanya diam tak menanggapinya.

Reno menatap pintu Apartemennya yang baru saja tertutup. Selalu saja alasannya Miko. Reno butuh Bundanya. Reno kangen sama Bunda. Reno tak pernah mendapat perlakuan lebih seperti Miko. Dari ia kecil, ia selalu mengalah dengan Miko. Padahal, Miko itu Kakaknya. Kakak kandungnya.

Ayahnya selalu membandingkan dirinya dengan Miko. Reno tak betah bila harus hidup bersama namun selalu dikucilkan. Saat Reno kelas 1 SD, Miko kelas 3 SD. Sekolah mereka sama. Tapi Ayah Bundanya hanya menjemput Miko. Sedangkan dirinya? Di jemput oleh pembantunya yang selalu mengasuh dirinya dari Reno bayi sampai sekarang.

Kebutuhan ekonominya selalu tercukupi, namun tidak dengan kebutuhan mentalnya. Reno ingin marah, tapi untuk apa? Semuanya tampak jelas. Dari perlakuannya Reno seperti bukan anak mereka.

"Den, sudah siang. Cepat habiskan sarapannya. Terus berangkat sekolah nanti telat"

"Iya bi" Reno menatap makanannya. Ia tersenyum kecut. Bundanya malah memberinya makanan kesukaan Miko bukan kesukaan dirinya.

"Bi, Reno berangkat" Reno menyalami Bi Imah.

"iya den, kok sarapannya gak dimakan?" tanya Bibi.

"Ga enak" Reno langsung melenggang pergi.
Setelah melihat makanan itu, Bi Imah paham. Bi Imah sendiri bingung  mengapa nyonya nya tidak pernah sadar apa yang diinginkan putra bungsunya.



Only FRIENDSHIP???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang