DUA

1.4K 69 0
                                    

Hari ini, pak Imron dan bu Ida membawa mbah Wira ke rumah saudara. Meski begitu, kamar ini seolah memberi sentuhan magis dan langsung menolak kehadiran Dela, 2 kakinya gemetar tanpa sebab.

"Bantu angkat nih kasur" kata Mega, mencengkram ujung kasur, Dela segera membantu.

Ketika kasur sudah terangkat, betapa kagetnya Mega dan Dela, melihat banyak sekali bangkai tikus, kucing, burung mati. Mereka tergeletak begitu saja di bawah kasur, baunya menimbulkan rasa mual yang menyentak hingga Dela tidak sanggup berlama-lama untuk melihatnya.

"Apaan ini Del" Mega mulai pucat.

"Meg, pergi saja ya dari sini, gw takut. Takut banget"

"Takut apa?" Mega semakin penasaran.

"Mbah Wira Meg, akhir-akhir ini beliau bertingkah aneh. Gw takut...takut aja, setiap lihat dia"

"Ini kok bisa kaya gini. Ada ayam mentah juga" Mega menunjuk sudut bayang (tempat kasur).

Dela langsung tau, itu adalah ayam tempo hari. Apa yang sebenarnya terjadi. Akhirnya, setelah membereskan kasur, Dela dan Mega kembali ke kamarnya. Namun, sebelum meninggalkan tempat itu, Dela tau dirinya seperti sedang di awasi entah oleh siapa.

Suara deru mobil baru saja terdengar, Dela tahu mereka sudah pulang. Mega sedari tadi hanya melihat buku di tangannya, ia belum terbayang apapun bahkan setelah kejadian tadi. Namun, firasatnya mengatakan ada hal ganjil dan berbeda selama Mega datang ke rumah ini.

Rupanya benar, pak Imron dan bu Ida telah pulang. Di belakangnya, mbah Wira juga ada, berdiri menyambut tamu yang tak di undang. Hanya butuh sekali lihat, Mega tahu, di hadapanya bukan sosok hangat mbah Wira yang selama ini dia kenal, melainkan.. sesuatu yang hitam tengah menatapnya.

"Onok opo to nduk, kok ndelok'e koyok ngunu"
(Ada apa ta nak, kenapa melihatnya seperti itu)

Dela melihat gelagat yang aneh pada Mega. Belum pernah wajahnya berekspresi tercekat seperti ini. Seolah ia baru saja di cekik oleh kekuatan yang tidak terlihat.

Merasa semua ini bukan hal baik, Dela mengajak Mega masuk ke kamar. Disana, ia masih bisa melihat, Mega mencuri pandang dari mbah Wira.

"Ada apa Meg, kok lu jadi aneh gini"

"Ngga papa Del" kata Mega, beberapa saat kemudian, rumah itu menjadi sesak bagi Mega, ia sadar dalam bahaya.

"Del, gw mau pamit ya, gw ada urusan lain"

Dela yang mendengar itu tau, ada yang di sembunyikan oleh Mega, namun dia tidak punya kewenangan dalam menghentikan temannya itu.

"Soal tugasnya, tadi aku naruh kertas di halaman 112, buka aja nanti" kata Mega, buru-buru menyerahkan buku.

"Ngga pamit sama bapak, ibu"

"Boleh" kata Mega.

Sesaat, Mega terhenti di depan kamar mbah Wira, terdengar nada syair jawa yang familiar di telinganya. Syairnya, menunjuk pada...

"Kemalangan dan nasib buruk bagi mereka yang tidak tau unggah-ungguh"
(Sopan-santun)

Suara motor Mega perlahan menghilang. Penasaran dengan ucapan Mega, Dela membuka isi buku Mega. Disana, tertulis sebuah kalimat.

"Mbah Wira bukan nenekmu!!"

Saat itu juga, handphone berdering. Seseorang menelpon Dela, ketika melihat nama kontak pemanggil, Dela pucat pasi melihat, Mega memanggil.

Di angkatnya telpon itu. Rupanya, itu bukan Mega, suaranya adalah suara seorang lelaki, dengan nafas terburu-buru.

"Mohon maaf, di kontak darurat ada nomer ini, pemilik hape ini baru saja kecelakaan, menerabas pohon dan saat ini tengah kritis"

TIANG KEMBAR (DIA BUKAN NENEKKU) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang