4. Kembali

20 6 1
                                    

Apakah kalian pernah mesarakan getaran saat mendengar lantunan ayat suci Al-qur'an?

_____________🖤_____________

Pukul 06.30 tak biasanya Ana telah sampai di sekolah, ya sekarang hari dimana ia kembali ke sekolah setelah beberapa hari berlibur.

"Pagi neng Ana," sapa babeh di depan gerbang.

"Pagi beh."

"Tumben jam segini udah dateng kamu Ana?" tanya seseorang memakai pakaian guru dengan kaca mata bertengger di atas kepalanya.

"Ya ampun Bu, saya dateng pagi salah, saya dateng siang apa lagi tambah salah saya. Jadi, harusnya gimana bu cantik?" tanya Ana cukup prustasi dengan gurunya yang satu ini.

"Terserah kamu saja lah, yang terpenting jangan terlambat buat belajar dan datang kesekolah," ucap guru nyentrik itu dan jangan lupa baju kerudung dan make up nya yang berwarna ungu, guru itu berna bu Yena.

"Maaf bu setau saja kan ada pepatah yang mengatakan, tak ada kata terlambat untuk belajar," ucap Ana sambil berjalan meninggalkan guru itu.

"Ya Allah anak itu, pergi enggak pake salam. Pyuhh! kerjaannya bikin pusing..... Mulu." Bu Yena berjalan ke depan gerbang untuk mendisiplinkan anak-anak yang melanggar aturan.

Sementara itu, Ana berjalan melewati lorong, tak jarang banyak adik kelas yang menyapanya ataupun berbisik-bisik tentangnya tapi Ana bodo amat saja. (kalau kata temen author jawaban salah satu soal PAI:v).

"Hai! Ana aku seneng banget kamu udah masuk lagi," sapa Ami ketika Ana masuk kedalam kelas.

"Hai juga Mi," jawab Ana sambil tersennyum.

Ana berjalan ke arah Mejanya, seketika matanya terpaku melihat sebuah tas di mejanya.

"Ami itu tas siapa?" tanya Ana sambil menunjuk tas di mejanya.

"Emm itu tas... Itu tas punya, aduh itu pun-"

"Punya siapa Ami?" potong Ana.

Ami terlihat panik, Ami tau Ana tidak suka ada yang mengisi kursi di sebelahnya. Sementara itu beberapa Siswa dan Siswi yang sudah berada di kelas pura-pura tak mendengar Ana.

"Itu punya nya-" lagi-lagi ucapan Ami terpotong.

"Assalamu'alaikum," ucap empat orang pria yang baru saja memasuki kelas mereka.

"Waalaikumsalam," jawab serempak Siswa-Siswi yang berada di dalam kelas.

Salah satu pria itu melangkah menuju bangku Ana, Ana segera mengambil botol minum Ami dan melemparkannya pada pria itu.

Bruk..
Untung saja botol minum itu mengenai tembok belakang.

"Astagfirullah," ucap pria itu dan ini kedua kalinya pria itu kaget dengan gadis yang saat ini menatapnya.

"Ana!!" Teriak Ami, kemudian Ana memalingkan wajahnya menghadap Ami.

"Kenapa mi? Kasian sama cowok itu?"

"Bukan Ana." Ami memelas menatap Ana.

"Terus kenapa?"

"Botol minum aku, nanti bisa kena semprot itu kalau Tupperware nya rusak."

Sialan, Ana mengutuk dirinya sendiri. Bisa-bisanya Ana melempar benda kesayangan ibu-ibu.

"Ini, botol minumnya enggak rusak kok." Ryan-- pria itu menyimpan botol minum milik Ami di mejanya.

"Alhamdulillah." Ami segera mengambil botol minumnya itu.

"Awas!" Ana menyuruh Ryan pergi dari mejanya. Bukanya pergi Ryan malah menggeser posisi duduknya agar Ana bisa duduk di tempat sebelahnya.

"Berdiri! Jangan duduk di bangku gue!" Suasana kelas menjadi hening.

"Saya duduk di bangku saya téh, bangku tétéh mah ini kosong." Ryan menunjuk bangku tempat duduk Ana.

"Pindah atau lo gu--" Ucapan Ana terpotong.

"Duduk woy!  Duduk!  Bu Yena dateng," teriak pria yang baru memasuki kelas.

"Loh kok? Kan belum bel ini."

"Mana gue tau, kan gue ga tau," balas pria yang berteriak tadi.

Seluruh siswa langsung duduk di bangku masing-masing, lain halnya dengan Ana yang terus berdiri dan memerintah Ryan untuk pindah dari bangkunya.

"Pagi anak-anak?" Bu guru nyentrik itu menyapa penghuni kelas ini, matanya menatap sekeliling.

"Hey, Ana kenapa kamu berdiri? Cepat duduk di bangkumu!"

"Saya ga mau duduk, kalau orang ini gak pindah," jawab Ana sambil menatap bu Yena.

"Emang apa salahnya Ryan duduk disitu?" Bu Yena menatap muridnya yang satu ini. Jangan tanya mengapa guru itu tau Ryan , karna Ryan anak yang cerdas meski baru bersekolah kurang dari satu minggu tapi namanya langsung terkenal.

"Saya ga mau dia duduk di bangku saya."

"Memangnya itu bangku kamu? Itu milik sekolah."

"Ini mem--" Lagi-lagi ucapan Ana terpotong karna Ami menarik bajunya, kemudian Ami berbisi supaya Ana duduk di bangkunya. Karna jika Ana terus menjawab pertanyaan guru itu, bisa-bisa Ana dapat hadiah liburan lagi. Dengan terpaksa Ana duduk di bangkunya.

Melihat anak muridnya telah duduk di bangkunya, guru nyentrik itupun menyampaikan tujuannya datang kekelas ini. Ternyata tujuan guru itu kekelas untuk memberitahu Akbar dan Wildan bahwa mereka terpilih untuk mengikuti olimpiade tingkat nasional.

"Téh kita téh udah ketemu tiga kali, tapi kita belum kenal. Kenalin nama saya Ryan," ucap Ryan kepada Ana setelah bu Yena pergi meninggalkan kelas.

Ana melirik sekilas kepada pria disebelahnya yang menangkupkan tangan di dada.

"Kalau nama tétéh siapa?"

"Anatasya, bagus kan Yan?" Itu bukan Ana yang menjawab, melainkan Ami yang berada di depan bangku mereka.

"Iya namanya téh bagus pisan." Ryan menyetujui ucapan Ami, sementara Ana mendelik kearah Ami.

"Pindah lo! Jangan duduk disini!" Ana kembali mengusir Ryan.

"Terus saya duduk dimana téh? Ga ada bangku kosong lagi."

Ana mengedarkan pandanganya dan benar saja hanya bangkunya yang kosong. Kenapa ia baru menyadarinya?

Ana mengeluarkan tipe-x dari tasnya, kemudian ia membuat garis panjang di meja untuk membatasi jarak mereka.

"Jangan lewatin garis ini!" Perintah Ana setelah memasukan kembali tipe-x miliknya.

"Aduh, si tétéh mah kaya anak SD aja kalau lagi marahan."

"Diem jangan berisik!"

"Iya téh."

Ryan melirik jam tangannya. Melihat masih ada waktu sekitar sepuluh menit sebelum bel masuk kelas, Ryan membuka Al-qu'an kecil yang selalu ia bawa kemudian membacanya.

Ana yang sedang melamun, tiba-tiba tertegun mendengar suara lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dibacakan pria disebelahnya.

'Merdu' itulah satu kata yang mampu Ana ucapkan dalam hatinya. Meskipun Ryan membacanya seperti berbisik, tapi tetap saja Ana bisa mendengarnya. Ayat demi ayat yang terus keluar dari mulut Ryan membuat hati Ana bergetar. Bukan getaran seperti jatuh cinta kepada pria, tapi getaran yang mengingatkannya pada kelalaian. Ana merasa malu kepada Ryan yang Fasih membaca Al-qur'an, sedangkan dirinya masih tingkat rendah dan kadang sering tertukar beberapa huruf. Bahkan Ana lupa kapan terakhir kalinya ia membaca kitab sucinya itu.







****
Akhirnya beres juga:)
Jangan lupa votmentnya yaa!!:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

R&A {HIATUS} JANGAN DIBACA BERANTAKAN BANGET Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang