"Menangislah untuk hari ini. Namun tidak untuk esok"--Jerniati--
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Hal pertama yang aku temui di rumah adalah adik perempuanku yang duduk dikelas 4 SD. Percayalah dia sangat usil dan menjenggkelkan."Kakak pulang kok lama bingits seh?" Cacha menghampiriku dengan boneka barbie di tangan sebelah kirinya.
"Kakak kan dari pemakaman," jawabku.
"Idih, dari pemakaman atau keganjengan sama ciwi-ciwi?" goda adekku.
Tuh kan!
Dia bisa membuatku marah dalam waktu singkat."Kamu apa-apaan sih,Cha?! Udah ya,kakak lagi gak mau berantem," aku meninggalkan adikku. Namun dia langsung menarik tanganku agar tidak segera pergi.
"Apaan lagi sih,Ca?"
Cacha mengerucutkan bibirnya. "Idih,kakak kok nge-gas?! Kata teman-teman aku kalau orang suka marah-marah berarti dia lagi PMS. Kakak lagi PMS ya..."
Iiiih,bunuh adek sendiri dosa kagak ?
Masak aku dikatain PMS? Gila ya,nih orang. Aku mengusap kepala adikku tercinta ini dengan gemas. Beruntunglah kalian punya adik tidak seperti adikku ini.
"Cacha,yang PMS itu cuman perempuan!!!" seruku kesal.
"Trus kenapa kakak marah-marah? Kakak baru nangis ya? Cie cengen,huh," ucapnya lagi.
Gini amat ya nasib gue. Punya adik cuman bikin marah doang.
"Kakak lagi habis dari pemakaman,dek. Jangan ganggu kakak dulu," Bunda datang lalu menarik Cacha menjauh dariku.
"Emang pemakaman siapa, Bunda?" tanya Cacha.
"Kak Mira,dek,"
"Hah?! O eM Ji ... Pemakaman Kak Mira?! What?!" suara cemprengnya membuatku menutup telinga. Cacha menatapku prihatin.
"Bener kak?"
"Benar dek,makanya adek jangan ganggu kak Faldo dulu," bukan aku yang menjawab. Tapi Bunda.
Aku tersenyum pada Bunda. Beliau memang Bunda yang paling pengertian sejagat raya.
Aku berlari kecil menaiki tangga lalu menutup pintu keras saat berada di kamar. Ah,hari ini melelahkan. Mandi lalu tidur adalah hal yang menyenangkan.
***
Pagi hari ini sedikit mendung. Mungkin karena sekarang musim penghujan. Miris sekali pagi-pagi begini sudah mendung. Mungkin cuaca sedang galau kali ya,hehehe...
Pagi itu aku sudah rapi dengan setelan kemeja lengkap. Di ruang makan sudah ada Bunda,Ayah,dan si resek Cacha. Di tanganku sudah ada roti dengan selai kacang.
"Cepetan Cha,entar kakak telat ke kantor,"ucapku. Aku harus mengatar Cacha ke sekolahnya sebelum yg ke kantor.
"Ih,kakak...slow aja kali. Kakak kan bos,jadi gak apa-apa kalau telat," jawab Cacha enteng.
Ya,memang. Tapi tetap aja seorang bos harus memberi contoh yang baik bagi pegawainya. Iya gak?
"Kamu kalau dibilangin ngejawab mulu," kesalku.
"Kakakku tersayang,semua pertanyaan ada untuk dijawab," Cacha memasukkan potongan roti cukup besar ke mulutnya.
"Emang siapa yang bertanya,hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Hujan
Teen Fiction"Belajarlah dari hujan. Meski berkali-kali jatuh ia tetap memberi kedamaian dan cinta. Seperti itulah aku," . . . . . . ©JerniatiSilalahi