Tiga

20 0 0
                                    

Malam ini aku di sibukkan mempersiapkan semua untuk kepergianku ke Jogja besok hari, semua keperluan yang akan dibawa sudah siap dan tinggal dimasukkan kedalam koper dan sebagiannya lagi sudah tersusun rapih di dalam koper.

Entahlah, aku harus bahagia atau bagaimana. Jogja terlalu indah untuk aku bayangkan.

Setelah semuanya beres aku beranjak menuju meja belajarku yang sekarang sudah berubah menjadi meja kerja. Aku membuka lagi sebuah kotak kecil yag isinya adalah kenanganku bersama Bara kala itu di kota Istimewa Yogyakarta. Semua sangat jelas sekali betapa rindunya ketika aku mengambil satu foto polaroid yang terdapat objek dua insan yang saling menyayangi kala itu ditempat yang tidak kalah indahnya untukk dinikmati bersama.

Tiba-tiba Alam membuka pintu kamar tanpa mengetuk lagi, sehingga aku sedikit terkejut dengan kedatangannya. Alam adalah adik satu-satu nya yang ku punya. Aku di rumah tinggal bertiga satu lagi dengan Ibu. Papa jarang sekali pulang karena memang disibukan dengan kerjaannya yang harus pulang pergi keluar kota. Aku dengan Alam beda 4 tahun, dia sekarang kelas 12 SMK. Kami terkadang benar-benar akur selayaknya adik dan kakak, terkadang juga kami sama-sama seperti kucing dan anjing. Aku kucingnya, dia yang anjingnya.

"Kak woii!"

Alam membuka setengah pintu kamarku, hanya kepalanya saja yang terlihat membuat aku terkejut seketika.

"Lammmm!"
"Ngagetin aja heran, nggak bisa apa ngetuk pintu kamar dulu terus ucapin salam?" kesalku pada Alam.

Spontan foto yang kupegang tadi jatuh ke lantai, untung saja posisinya terbalik jadi Alam tidak mengetahuinya.

"Ya lagian suruh siapa ngelamun? yaudah nih Alam ucapin salam Assalamualaikum"
Masih berdiri didepan pintu kamar.
"Telat"
"Marah-marah terus udah kaya nenek lampir" sambungnya.
"Ada apa?" tanyaku dengan nada masih sedikit kesal
"Kata ibu mau makan malam nggak?kalau nggak mau yaudah jatah makan kakak untuk aku semua"
"Mau lah, enak aja ya itu makanan punyaku"
"Punya Alam sih"
"Lam, punyaku"
"Ayo ka gerak cepat, kelamaan didalam kamar nanti di datengin sama Tyrex" ledeknya sambil pergi meninggalkanku dikamar.
"Alammmm!"

Akupun tak lama menyusulnya setelah mengambil foto yang terjatuh dilantai itu dan menyimpannya di selipan buku catatan kerjaku. Akupun kemudian turun keruang makan untuk makan malam bersama.

***

Setelah makan malam selesai aku pergi keruang tamu untuk menonton televisi. Aku sebagai broadcaster merasa senang karena pertelevisian Indonesia mulai membaik dari tahun-tahun sebelumnya, banyak sekali program-program yang mendidik. Tapi tak semua, ada juga stasiun televisi yang hanya mementingkan rating semata.

Aku fokus menonton televisi yang hanya ditemani cemilan ringan, tiba-tiba Alam datang lompat dari belakang sofa dan kemudian duduk disebelahku sambil membawa gitar kesayangannya itu. Gitar yang sudah tidak berwarna asli itu karena sudah ditempel beberapa stiker.

Jangan hanya bicara, ku tak perlu kata kata tuk mengerti yang kau rasakan. Karenaku hanya butuh separuh hatimu didalam hidupku, tuk buatku bahagia

Aku hanya melihat tingkah Alam yang ada dihadapanku, dia senang sekali main gitar. Dan suaranya pun ya bisa dibilang enak untuk dinikmati.

"Ka, Alam lagi deket sama perempuan"
"Siapa?"
"Oranglah"
"Ya siapa orangnya, aku juga tau orang yakali hantu"
"Ahh lu mah kak, pokoknya Alam lagi deket sama dia. Dia itu baik, lucu, pinter juga. Kemarin habis nemenin dia ikut olimpiade matematik dan dia juara umum"
"Ga malu sama perempuan itu, situ aja males belajar"
"Mulai sekarang nggak akan malas lagi"
"Preettttt nggak percaya"
"Dihhhhh, udah nanti Alam kenalin deh"
"Coba sini minjem gitar"

Alampun menyodorkan gitarnya itu kepadaku, aku mulai mengingat kunci-kunci pada gitar itu dengan lagu yang akan aku nyanyikan.

Dibawah basah langit abu-abu kau dimana? Dilengannya malam menuju minggu kau dimana?
Bertemukah kau dengan sang buas? Benar senangkah rasa hatimu?

***

Sore ini, aku sudah siap-siap untuk dijemput Angga karena akan segera check in pesawat beberapa jam lagi. Sesekali aku menunggu kedatangan Angga dari jendela kamarku. Tak lama diapun tiba depan rumah.

"Kak, teman kakak sudah didepan"
Suara Mba Put terdengar jelas.

Mba Put ini adalah asisten rumah tangga yang ada dirumah. Dia baik sekali, mengurus aku dari bayi hingga besar seperti sekarang ini layaknya ibuku sendiri.

"Iyaa Mba, aku sudah siap"

Akupun meninggalkan kamarku dengan membawa koper kecil dan tas ransel yang berisikan buku catatanku dan beberapa benda yang akan digunakan disana nanti.

***

"Mba, ibu kemana?" Tanyaku
"Ibu lagi pergi jenguk Pak Burhan dirumah sakit kak"
"Oalah gitu Mba, yaudah aku pamit tolong bilangin ibu ya!"
"Iya kak, hati-hati"

Aku dan Anggapun berpamitan pada Mba Put, karena ibu tidak ada jadi cukup Mba Put jadi perwakilan pamitan kami berdua.

Pada saat aku ingin menuju mobil Angga, tiba-tiba Alam keluar menuju kami.

"Misi misi" sambil menyingkirkanku yang tengah berjalan menuju mobil
"Apaansih Lam"
"Dikira sama kak Bar"

Aku terdiam seketika mendengar Alam berbicara seperti itu, aku tidak enak didengar Angga. Angga pasti masih dibuat penasaran dengan siapa Bara itu. Arrrrgggghhh Alam. Kesalku dalam hati.

"Oh ya, kenalin Ga ini adikku namanya Alam. Manusia paling mengesalkan dimuka bumi ini"
"Tapi sayangkan?" Ledek Alam padaku
"Nggak"
"Nggak salah"
"Udah Lam, capek ribut. Aku mau pergi dulu"
"Yaudah sana pergi, jangan balik!"

Anggapun melihat perdebatan antara aku dan Alam, dia hanya tersenyum kecil melihatnya.
Kami berdua menaikin mobil dan mulai pergi.

Dijalan pinggiran komplek-komplek aku melihat abang kue putu tengah mendorong gerobaknya, pasti Alam teriak kencang dan membeli.

"Bangg! Kue putu nya"

Tuh kan.
Aku melihat Alam dari spion mobil.

"Adekmu keren juga ya"
"Hah? Keren?"
"Iyaa keren" Angga sambil tersenyum tipis
"Nggak ada keren kerenan bagi dia, yang ada ngeselin terus setiap hari"

Kitapun melanjutkan perjalan menuju Bandara untuk keberangkan ke Jogja, karena teman-teman yang lain sudah menunggu.

***

Hii! I'm ZeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang